Anggota Komisi III Desak Polisi Usut Dugaan Pejabat Perkosa 4 Siswi Jayapura

Arsul Sani (Mochamad Zhacky Kusumo/detikcom) JAKARTA l ACEHHERALD- Kasus perkosaan terhadap 4 siswa asal Papua yang melibatkan pejabat dan politikus di Jakarta mendapat perhatian anggota Komisi III Fraksi PPP, Arsul Sani. Politisi PPP itu mendesak polisi menjalankan proses hukum terhadap pejabat dan politikus yang diduga memperkosa empat siswi di Jayapura. Kepada penegak hukum, Arsul mengingatkan … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

    Arsul Sani (Mochamad Zhacky Kusumo/detikcom)
JAKARTA l ACEHHERALD-

Kasus perkosaan terhadap 4 siswa asal Papua yang melibatkan pejabat dan politikus di Jakarta mendapat perhatian anggota Komisi III Fraksi PPP, Arsul Sani.

Politisi PPP itu mendesak polisi menjalankan proses hukum terhadap pejabat dan politikus yang diduga memperkosa empat siswi di Jayapura. Kepada penegak hukum, Arsul mengingatkan bahwa kasus pemerkosaan bukanlah delik aduan.

“Tindak pidana perkosaan itu bukan delik aduan, tapi delik biasa. Jadi meski sudah ada perdamaian kemudian korbannya menarik laporan atau pengaduan sekalipun maka itu tidak menghapuskan sifat pidana dari peristiwa pemerkosaan tersebut,” kata Arsul kepada wartawan, Sabtu (11/9/2021).

Arsul mengatakan, jika bukti-bukti pemerkosaan cukup, proses hukum terhadap para pelaku harus tetap dijalankan.

Dia menegaskan perdamaian yang dilakukan antara pelaku dan korban tidak menghilangkan tindak pidana.

“Artinya jika bukti-buktinya cukup bahwa peristiwa tersebut memang terjadi, maka proses hukum seharusnya tetap dijalankan. Perdamaian yang terjadi paling jauh hanya memperingan hukuman. Bisa dimasukkan dalam poin tentang hal-hal yang meringankan. Tapi bukan menghentikan tindak pidana,” ucapnya.

Dia menyebut restorative justice juga tak bisa dijalankan dalam kasus pemerkosaan terhadap empat siswi SMA Jayapura tersebut. Restorative justice, kata dia, tidak menghilang kasus pidananya.

“Kalau ada yang berargumentasi bahwa proses hukumnya tidak diteruskan karena menerapkan prinsip keadilan restoratif (restorative justice), maka menurut saya ini salah kaprah. Restorative justice itu untuk tindak pidana yang non-kekerasan fisik tertentu, bukan untuk tindak pidana dengan kekerasan fisik seperti penganiayaan dan pemerkosaan,” ujarnya.

Dia memastikan kasus ini akan dijadikan atensi oleh Komisi III DPR. “Betul, dan soal ini akan jadi atensi kami di Komisi III,” ucapnya.

Baca Juga:  Ketua DPRK Banda Aceh Kecam Keras Kelompok Goweser Wanita tak Berjilbab

Sebelumnya diberitakan empat siswi asal Papua diterbangkan ke Jakarta dan

Berita Terkini

Haba Nanggroe