Segera! Aceh Documentary akan Produksi 4 Film Aceh

Ide film dokumenter sineas muda Aceh menjadi karya film yang terus bisa mengedukasi, menggugah emosi, dan mengubah perspektif, kata Azhari yang juga Ketua Departemen Pendidikan Aceh Documentary itu.

Iklan Baris

Lensa Warga

<span;>BANDA ACEH | ACEHHERALD.com — Aceh Documentary baru saja menggelar kompetisi film dokumenter dengan menghasilkan 4 (empat) dari 9 (sembilan) kompetitor yang ikut serta dalam program Aceh Documentary Competition Tahun 2023 yang digelar di Aula Cabang Dinas Pendidikan Banda Aceh, Ahad (10/9/2023).

<span;>Manager Program Aceh Documetary Competition, Azhari mengungkapkan, program ADC adalah program inkubasi film dokumenter yang telah berusia 11 Tahun.

<span;>Ide film dokumenter sineas muda Aceh menjadi karya film yang terus bisa mengedukasi, menggugah emosi, dan mengubah perspektif, kata Azhari yang juga Ketua Departemen Pendidikan Aceh Documentary itu.

<span;>Dikatakannya, dalam program ini ada empat ide cerita yang akan diproduksi, pertama film “Aji” yang disutradarai oleh Safrina & Kembang Hati asal Kota Subulussalam. Edukasi tentang penyakit aji, dampak, dan cara pengobatannya oleh korban yang pernah terkena aji untuk menghilangkan keresahan masyarakat dan memutus regenerasi pelaku aji.

<span;>Kedua film “Andamkaram” yang disutradarai oleh Aufa Riza & Haris Munawar asal Aceh Barat. Seorang anak difabel yang menginginkan kebebasan, tidak mau tinggal di rumah, karena ia tidak mendapatkan kebebasan seperti yang dia inginkan dalam hidupnya.

<span;>Namun dalam film tersebut, dia lebih memilih tinggal di asrama sekolahnya, dan juga anak yang sedang melewati masa- masa pubertas dengan segala pergolakan yang terjadi dalam dirinya, serta impian seperti apa yang akan dia capai, dan pandangan sosial yang dia terima dari sekitar sebagai anak-anak berkebutuhan khusus.

<span;>Ketiga, film “Paksa” yang disutradarai Ikhwanul Kiram Bawarith & Khairul Amri asal Bireuen. Rizki seorang santri berusia 13 tahun ditekan dengan belajar yang ketat, merangkak mandiri, tidur yang tidak cukup, tidak bisa bermain seperti anak seusianya.

Baca Juga:  PD Klaim Deklarasi Komplit Anies dan Cawapres Tak Tunggu Capres PDIP

<span;>Memulai petualangan pemberontakan di pesantren. Rizki juga memiliki geng berisi tiga orang. Dia, mukmin dan zaid. Ketiganya bertubuh kecil dengan tingkat kejahilan maksimal. Sama – sama suka melanggar tidak jamaah, berkelahi dengan teman. Ketiganya saling menguatkan satu sama lain ketika dihukum dikarenakan terpaksa masuk pesantren.

<span;>Tahun kedua di pesantren, ia mulai menikmati kehidupan dan pembelajaran disana, ia mulai banyak berpikir. Rizki mulai sadar kenapa Ayahnya selalu memberi uang saku tidak pernah cukup.

<span;>“Ke depannya semua tidak sesuai dengan yang kita harapkan, jadi kita harus terbiasa dengan masalah,“ katanya.

<span;>Ia pun mulai sadar kasih sayang Ayahnya dan membalasnya dengan kedewasaan cara berpikir, tidak memberontak lagi. Ia mulai bertanggung jawab dengan apa yang diharapkan orang tuanya meskipun pada awalnya ia sangat tidak menyukainya sama sekali dengan keputusan orang tua.

<span;>Meskipun suka melanggar ia dengan mantap menentukan cita – cita nya menjadi pemimpin pesantren, dia tetap mempunyai tujuan yang jelas kedepannya.

<span;>Pesantren mengubah Rizki sedikit demi sedikit. Memberikan masalah untuk diselesaikan. Mengajarkan tanggung jawab yang membuatnya mengerti apa itu pengorbanan dan semakin mencintai ayahnya. Awalnya terpaksa mandiri, membuatnya sadar cinta seorang ibu itu melebihi apapun.

<span;>Rizki kini mulai mencicil untuk membalas cinta orangtuanya. Melakukan hal – hal kecil untuk membuat keduanya senang. Rizki yang seorang syekh juga sering menolak memenuhi undangan acara karena ingin fokus belajar dan tidak ingin tergiur dengan uang.

<span;>Di umur 14 tahun Rizki dengan tubuh yang kecil menjadi pribadi yang dewasa, mulai meragukan diri sendiri dan bertanya – tanya, “Aku hidup untuk apa?” “Bagaimana cara khusyuk shalat?” Ia memulai pembentukan jati diri. “Aku Ingin Dekat Dengan Tuhan” Rizki berkata seperti itu dan pengembaraan hidupnya pun dimulai

Baca Juga:  Menparekraf Resmikan Tower Mangrove Langsa Setinggi 45M

<span;>Keempat, Film “Rayuan Ringgit” yang disutradarai oleh Zuraini & Dian Raisa asal Banda Aceh. Himpitan ekonomi dan sulitnya lapangan kerja bagi sebagian masyarakat Aceh membuat mereka memilih menjadi tenaga imigran dengan cara illegal di Malaysia.

<span;>Penulis: Andika Ichsan/Banda Aceh

Berita Terkini

Haba Nanggroe