
JAKARTA I ACEH HERALD
PANDEMI covid-19 membuat industri kopi yang berorientasi ekspor terpuruk total. Puluhan ribu ton hasil kopi petani yang selama ini menjadi salah satu primadona eksport, kini tertumpuk di gudang, baik di level pengumpul maupun petani personal. Sementara janji Presiden Jokowi untuk menyediakan dana talangan Rp 1 triliun untuk membeli kopi petani, terutama di Aceh, sejauh ini masih tinggal janji.
Menyimak fenomena itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti serta mantan Pangdam IM Mayjen TNI (Purn) TA Hafil Fuddin yang dihubungi awakmedia secara terpisah, Senin (22/02/2021) siang ini, secara senada meminta pemerintah untuk memikirkan nasib petani kopi.
Hafil sendiri saat ini menjadi pembina beberapa kelompok tani di Aceh, dengan lokasi areal terpisah, di Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Jaya. “Sudah saatnya pemerintah fokus membina dan memberdayakan sektor pertanian, sebagai salah satu kunci utama untuk mengurangi kemiskinan, terutama di Aceh,” kata Hafil yang kini bertugas di BNPB yang diketuai oleh Letjen TNI Doni Monardo itu.

Sementara La Nyalla Mahmud mengatakan, keberhasilan Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, didukung dengan sumber daya alam yang melimpah. “Potensi alam kita sangat berlimpah. Hal ini memerlukan penanganan yang serius agar kita mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya, Senin (22/2/2021).
Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, Indonesia memiliki sekitar 1,2 juta hektare areal tanaman kopi yang sebagian besar dihasilkan oleh pertanian kecil dan mandiri.
Hanya saja, di masa pandemi Covid-19 usaha kopi juga turut terdampak. Oleh karena itu, LaNyalla menilai perlu dilakukan langkah pemulihan untuk sektor ini. “Petani tidak dapat berdiri sendiri saat terjadi situasi di luar prediksi. Mereka memerlukan bantuan stimulan yang dapat pertumbuhan ekonomi kembali,” kara pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itu.
Apalagi untuk ekspor, juga terdampak berkurangnya armada kapal rute luar negeri. Menyusul berhentinya armada pelayaran dalam negeri yang melayani rute internasional. “Ini mengakibatkan perusahaan ekspor menunggu jadwal kapal asing. Konsekuensinya waktu tunggu dan penambahan biaya shipment. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kementrian Perhubungan harus turun tangan,” ungkap LaNyalla.
Sementara di bagian lain Mayjen Hafil menambahkan, Aceh sebagai penghasil kopi arabika terbesar di dunia, dengan hamparan areal yang mencapai 90.000 di Dataran Tinggi Gayo, kini juga dalam kondisi terpuruk. Konon lagi kopi arabika Gayo yang terbaik di dunia itu, sebagian besar berorientasi ekspor. “Ini yang harus dipikirkan oleh semua stake holders, terutama dari jajaran Kemendag dan Kemenhub untuk membuka akses pemasaran bagi kopi nasional dan tentunya Aceh masuk di situ, karena memang menjadi salah satu sentra kopi di Indonesia,” ujar Hafil yang kini konsern untuk menekuni sektor usaha tani yang menurutnya jauh dari riuh rendah intrik ekonomi itu.