DPRA Gelar RDPU RIPKA dengan Asosiasi Pariwisata Aceh

Ini Sumbang Saran ASPPI Dalam RDPU Qanun Pariwisata Aceh BANDA ACEH | ACEH HERALD- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun Aceh (RIPKA) Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Aceh Tahun 2022-2037 yang dilaksanakan Dewan Perwakilian Rakyat (DPR) Aceh, Selasa (28/9/2021). Rapat yang dihadiri Anggota Komisi IV DPR Aceh, di antaranya … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh Jamaluddin SE bersama Anggota Komisi IV DPR Aceh, di antaranya Ridwan Abu Bakar (Nek Tu), Abdurrahman Ahmad, dan  Saifuddin pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pelaku pariwisata di gedung utama DPR Aceh, Selasa (28/9/2021).
  • Ini Sumbang Saran ASPPI Dalam RDPU Qanun Pariwisata Aceh

BANDA ACEH | ACEH HERALD-

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun Aceh (RIPKA) Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Aceh Tahun 2022-2037 yang dilaksanakan Dewan Perwakilian Rakyat (DPR) Aceh, Selasa (28/9/2021).

Rapat yang dihadiri Anggota Komisi IV DPR Aceh, di antaranya Ridwan Abu Bakar (Nek Tu), Abdurrahman Ahmad, Saifuddin, dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh Jamaluddin SE itu secara khusus digelar untuk mendengar pendapat dan sumbang saran masyarakat pelaku wisata di Tanah Rencong untuk rancangan qanun pariwisata Aceh.

Dalam pertemuan itu, selain anggota Komisi IV DPR Aceh, Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Jamaluddin dan jajaran, juga hadir Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota se Aceh, akademisi, para ketua asosiasi yang bergerak di bidang kepariwisatawan.

Ketua DPD ASPPI Aceh, Azwani Awi saat menyampaikan saran dalam Rapar Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun Aceh tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Aceh di Gedung Utama DPR Aceh, Selasa (28/9/2021). Foto Ist

Ketua DPD Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) Aceh dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Qanun Aceh (RIPKA) Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Aceh Tahun 2022-2037 yang dilaksanakan Dewan Perwakilian Rakyat (DPR) Aceh, Selasa (28/9/2021) menyampaikan sejumlah saran.

Dalam rapat yang dilaksanakan di Ruang Sidang Utama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Ketua ASPPI Azwani Awi didampingi dan Sekretaris Faisal, juga ikut serta sejumlah asosiasi kepariwisataan lainnya dan Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota se-Aceh.

Azwani Awi kepada AcehHerald.com menyebutkan pada RDPU dimaksud, DPD ASPPI Aceh memberikan beberapa saran dan masukan terhadap RIPQA tersebut, yang selanjutnya menjadi pertimbangan Anggota Komisi IV DPRA.

Dikatakan, setelah mempelajari draft final Qanun Ripka, dalam pertemuan dengan DPR Aceh itu, Ketua ASPPI Aceh Azwani Awi mengatakan pihaknya memberikan delapan saran dan masukan untuk menjadi pertimbangan DPR Aceh, meliputi:

Baca Juga:  Fadhil Ilyas Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Bank Aceh.

1. Pada Pasal 6 visi dari pembangunan kepariwisataan ini bercerita tentang kelas dunia, sedangkan pada misi pada pasal 7, jika kita melihat huruf B, C dan D dalam pasal 7 ini sudah bercerita tentang internasional, berkompentesi internasional, sedangkan pada huruf A, kita belum melihat poin A ini menjawab untuk visi yang telah ditetapkan pada pasal 6 ( tidak ada kata-kata internasional atau yang menjamin point A ini kelas dunia)

2. Di dalam QANUN ini masih terdapat kesalahan dalam pengetikan, contohnya pada pasal 19, setau kami tulisan antar kabupaten di sambung, ini merupakan contoh simple, mungkin ada beberapa yang lain yang belum saya temukan.

3. Kami melihat dari beberapa pasal yang tersedia, ada beberapa pasal berbicara khusus tentang pariwisata dalam hal ini lengkap bunyinya dan tidak umum dan ada beberapa pasal bunyinya umum, untuk mengantisipasi hal ini apakah ada baiknya, kita tambahkan beberapa pasal untuk mendukung QANUN ini perlu turunan PERGUBnya, contoh dalam pembangunan DESTINASI mungkin kita dapat mengatur pasal 12, yang mana strategi dan kebijakan pengembangan DESTINASI ditambahkan satu pasal atau huruf dengan bunyi “selanjutnya akan diatur pada peraturan Gubernur”, kami belum menemukan adanya pasal yang mengatur seperti demikian.

4. Dalam qanun ini masih butuh beberapa kosa kata yang perlu dijelaskan didalam penjelasan pasal per pasal bagian terakhir, seperti contoh pada pasal 17 huruf C, akan ada pembangunan kereta api yang menghubungkan pusat wisata, yang dimaksud dari pusat wisata ini apa? mungkin perlu dijelaskan dalam BAB pasal per pasal.

5. Pada pasal 29 ayat 2 huruf D, disitu muncul Bahasa : wisatawan lokal, wisatawan nusantara, dan wisatawan manca negara, yang kami ketahui wisatawan lokal ini termasuk ke dalam wisatawan nusantara, karna yang kita ketahui bahasanya WISNUS dan WISMAN kami tidak pernah mendengar bahasa WISLOK.

Baca Juga:  DPR Sidak ke RSJ Aceh, Temuan: Makanan Pasien Tak Layak Konsumsi

6. Di dalam QANUN ini dibagi beberapa DPA yang tertulis secara tematik, ada baiknya ditambahkan lampiran seperti peta, mungkin itu akan dapat memperindah qanun ini.

7. Sesudah disahkannya qanun ini, seperti apa bentuk projek kegiatan nantinya, mungkin perlu ditambahkan pada qanun ini, posisinya terserah, apakah di dalam qanun atau pada lampiran agar qanun ini menjadi lebih absolut.

8. Dalam draft qanun tersebut, belum adanya aturan yang mendukung iklim usaha pelaku wisata di Aceh. Karena itu, perlu dimasukkan aturan, agar setiap Biro Perjalanan Wisata yang membawa tamu ke Aceh, wajib menggunakan jasa (bermitra) dengan Biro Perjalanan Wisata dan guide local Aceh. Tujuannya, agar seluruh informasi tentang destinasi wisata Aceh tersampaikan dengan baik, dan wisatawan bisa mengkiuti rule dari kearifan lokal Aceh. Tentunya, harus ada regulasi yang mengatur, seperti di Malaysia, bila kita membawa tamu tanpa melibatkan pelaku usaha wisata lokal, maka akan dikenakan denda RM 3.000. Ini juga perlu diterapkan di Aceh untuk menghidupkan iklim usaha pariwisata, dengan dimasukkannya klausul tersebut di Qanun.(adv)

 

 

Berita Terkini

Haba Nanggroe