Belalang Serbu Afrika, Terburuk Sepanjang Sejarah

Menurut FAO, hama belalang berpotensi menghancurkan tanaman dan rumput. Bahkan, mereka mengklaim serangga invasif ini telah menghancurkan tanaman pangan yang cukup untuk memberi makan 35.000 orang dalam satu hari.
Belalang kembara di Sumba Timur. merdeka.com

Iklan Baris

Lensa Warga

Belalang kembara di Sumba Timur. merdeka.com

Acehherald.com — Bagi sebagian masyarakat, belalang dianggap lauk alternatif untuk pemenuhan protein. Serangga ini diolah menjadi kudapan dengan cara digoreng atau dipanggang kering.

Namun jika jumlahnya mencapai ratusan juta, hewan kecil ini dapat menjadi bencana bagi dunia pertanian. Seperti yang terjadi di Kenya, saat ini.

Ratusan juta belalang telah menyerbu sebuah wilayah di negeri benua Afrika tersebut. Bahkan telah membuat sejumlah penerbangan di alihkan, karena terhalangnya pandangan pilot ketika mendarat.

Invasi belalang kali ini, di klaim menjadi yang terburuk dalam kurun 70 tahun terakhir. Saking banyaknya, jarak pandang di kota itu menjadi sangat terbatas saat jutaan belalang terbang ke udara.

Meski tidak berbahaya, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), situasi ini bisa menjadi sangat serius karena berpotensi mengancam sektor pertanian dan mata pencaharian masyarakat.

Invasi belalang dimulai pada Juni 2019. Bermula dari Ethiopia timur dan Somalia utara, menyebar dengan cepat menjadi wabah yang menakutkan. Tahun 2019 sendiri merupakan tahun terbasah di Afrika Timur.

Suhu hangat dan hujan lebat telah menciptakan lingkungan yang sempurna bagi belalang untuk berkembang biak. Alih-alih berkurang, invasi belalang di Ethiopia justru semakin meningkat.

Baca Juga:  Pemko Lhokseumawe Ingin Dekatkan Masyarakat dengan Ulama

Menurut FAO, hama belalang berpotensi menghancurkan tanaman dan rumput. Bahkan, mereka mengklaim serangga invasif ini telah menghancurkan tanaman pangan yang cukup untuk memberi makan 35.000 orang dalam satu hari.

Sebelumnya, kawasan Afrika telah dilanda badai El Nino. Menyebabkan kekeringan berkepanjangan dan mengancam berbagai kebutuhan makanan di sana. Di Kenya, sekitar 70.000 hektare tanaman hancur. Bencana ini diprediksi akan berlangsung hingga Juni 2020 mendatang.

“Masyarakat Afrika Timur telah dilanda kekeringan yang berkepanjangan, mengurangi lahan yang bisa ditanami makanan (padi atau gandum) dan mengancam mata pencaharian mereka,” ujar Qu Dongyu, Direktur Jenderal FAO, seperti dikutip dari Science Alert. “Kita perlu membantu mereka untuk bangkit, setelah hama belalang berakhir.”

Namun, jika hujan tetap turun dan suhu tetap hangat, para peneliti memprediksi gerombolan belalang ini akan jauh semakin membeludak dan menyebar ke negara-negara lain di Afrika Timur. Ini tak lain karena belalang bisa melakukan perjalanan sejauh 150 kilometer, maka tak menutup kemungkinan jumlahnya akan bertambah hingga 500 kali lipat.

Bukan hanya merusak tanaman dan sumber daya pertanian, belalang juga telah mengganggu sejumlah penerbangan. Sebuah pesawat di Ethiopia terpaksa harus dialihkan karena jutaan belalang menghalangi jarak pandang pilot saat akan melakukan pendaratan.

Belakangan, invasi belalang dilaporkan sedang bermigrasi ke Iran, dan berpotensi menyebar ke Mesir, Arab Saudi, hingga Yaman.

“Kecepatan penyebaran hama dan jumlah mereka yang jauh tidak biasa, membuat pemerintah daerah dan otoritas setempat harus mengambil tindakan untuk mengurangi hama ini. Mengingat skala yang cukup besar, kontrol udara adalah satu-satunya cara efektif untuk mengurangi jumlah belalang,” papar FAO, dalam siaran persnya.

Dalam rangka menambah penyemprotan pestisida, PBB telah menggelontorkan dana sebesar 10 juta dolar AS atau setara dengan Rp 1,37 miliar. Saat ini, mereka masih mencari dana sekitar 70 juta dolar atau setara Rp 962,3 miliar dari para pendonor internasional.(kumparan)

Baca Juga:  Apple Mau Buka Toko Pertamanya di Malaysia, Indonesia Kapan?

Editor: Salim

Berita Terkini

Haba Nanggroe