Mahfud Minta Propam Periksa Penyidik Kasus di Kemenkop UKM

JAKARTA | ACEHHERALD– Menko Polhukam Mahfud MD meminta Propam Polri melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani kasus dugaan pemerkosaan di lingkungan Kemenkop UKM. Mahfud menilai para penyidik tersebut sudah bersikap tidak profesional sejak awal kasus ini. “Rapat koordinasi tadi juga meminta kepada Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD– Menko Polhukam Mahfud MD meminta Propam Polri melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani kasus dugaan pemerkosaan di lingkungan Kemenkop UKM.

Mahfud menilai para penyidik tersebut sudah bersikap tidak profesional sejak awal kasus ini.

“Rapat koordinasi tadi juga meminta kepada Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini yang sejak awal sangat tidak profesional,” ujar Mahfud dalam keterangan video yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (18/1) malam.

Para penyidik itu, kata Mahfud, telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda, yakni jaksa dan korban.

Mahfud menyebut SP3 yang diberikan kepada jaksa memuat alasan perkara di SP3 karena restorative justice atau keadilan restoratif. Sedangkan alasan ‘tidak cukup bukti’ yang diterima pihak korban pada SP3.

Mahfud juga menyinggung syarat pemberian restorative justice pada suatu perkara yang diatur dalam Pasal 12 Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.

Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa kasus yang dapat diberi restorative justice adalah kasus yang tidak menimbulkan kehebohan, tidak meresahkan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak mendapat penolakan dari masyarakat apabila diberikan restorative justice. Menurut Mahfud, syarat tersebut tidak dipenuhi.

“Kemudian juga perlu diperiksa penyidik perkara ini karena telah memberi penjelasan yang oleh hakim praperadilan dijadikan dasar bahwa pencabutan SP3 hanya berdasar hasil rakor (rapat koordinasi) di Kemenko Polhukam,” ujar dia,

“Sebab dalam faktanya, rakor di Kemenko Polhukam itu hanya menyamakan persepsi bahwa penanganannya salah. Sedangkan pro justitia nya yaitu agar dibicarakan melalui gelar perkara internal di Polresta Bogor itu dilakukan,” tegasnya.

Ia mengaku informasi yang didapatkan pihaknya menyatakan proses di internal Polresta Bogor untuk melaksanakan keputusan rakor tersebut sudah dilakukan.

Baca Juga:  Dinkes Pidie Dicatut Orang tak Bertanggungjawab, Katanya Ada Lowongan Kerja

Sehingga, jelas dia, pencabutan SP3 itu tidak langsung karena ada keputusan rakor di Kemenko Polhukam. Melainkan, hasil rakor itu sudah dituangkan di dalam proses-proses yang formal di internal Polresta Bogor.

Seperti pernah dimuat di media seorang perempuan pegawai honorer di Kemenkop UKM, ND melaporkan empat rekan kerjanya ke Polresta Bogor atas dugaan pemerkosaan pada 20 Desember 2019.

Empat pelaku, WH (PNS) 37 tahun, ZPA (CPNS) 27 tahun, MF (honorer) 30 tahun, NN (cleaning service) 44 tahun kemudian dinyatakan sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka ditahan oleh pihak kepolisian pada 14 Februari 2020. Pada 18 Maret 2020, kepolisian menghentikan penyidikan (SP3) dengan alasan keadilan restoratif.

Kasus ini kembali viral karena korban merasa ZPA mengingkari perjanjian terkait kewajibannya sebagai suami. ZPA juga dianggap melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dilansir dari CNN Indonesia.

Berita Terkini

Haba Nanggroe