Mayjen TNI (Purn) TA Hafil : Seharusnya Forum Musyawarah Rakyat Aceh Sudah Terbentuk Sejak Dulu

BANDA ACEH I ACEH HERALD MANTAN Pangdam Iskandar Muda yang juga salah satu putra terbaik Aceh, Mayjen TNI (Purn TA Hafil menyatakan jika Forum Musyawarah Rakyat Aceh (FMRA) adalah sebuah keniscayaan untuk Aceh. Karena ini adalah bentuk kekhususan yang dimiliki Aceh sesuai dengan ruh UUPA Nomoe11 tahun 2006. “Kita malah terlambat, seharusnya sejak UUPA ada, … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

Mayjen TNI (Purn) TA Hafil

BANDA ACEH I ACEH HERALD

MANTAN Pangdam Iskandar Muda yang juga salah satu putra terbaik Aceh, Mayjen TNI (Purn TA Hafil menyatakan jika Forum Musyawarah Rakyat Aceh (FMRA) adalah sebuah keniscayaan untuk Aceh. Karena ini adalah bentuk kekhususan yang dimiliki Aceh sesuai dengan ruh UUPA Nomoe11 tahun 2006. “Kita malah terlambat, seharusnya sejak UUPA ada, badan ini sudah terbentuk, sebagai representasi kultural dari rakyat Aceh yang dinamis serta agamis,” kata pria yang akrab disapa sebagai jenderal oleh para koleganya di Aceh dan Jakarta itu.

Menurut Hafil, kehadiran lembaga tersebut juga menjadi bagian dari bargaining power rakyat Aceh untuk mengakselerasi kesejahteraan dengan membentuk ketangguhan ekonomi kerakyatan. Purnawirawan jenderal bintang dua itu mencontohkan dengan lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) yang dibidani melalui  UU no 21 tahun 2001 Pasal 19. Dan dipertegas juklak operasionalnya melalui PP nomor 54 tahun 2004. “Artinya lembaga itu sudah masuk UU dan punya PP, seharusnya kita di Aceh sudah terbentuk sejak UUPA dijalankan di Aceh.,” tandas Hafil.

Namun di sisi lain, Hafil menyatakan,walaupun sudah terlambat, FMRA itu tetap sebuah keniscayaan bagi rakyat Aceh. Karenanya pihak pihak atau stake holder terkait di Aceh, mulai dari tataran birokrat hingga masyarakat adat sekalipun, untuk bergerak bersama mewujudkan FMRA di Aceh. Jika merujuk pada klausul MRP, nantinya bisa jadi orang orang yang duduk di FMRA adalah orang orang asli Aceh, yang didasari ketentuan ketentuan yang disepakati bersama.

Seperti diketahui sebelumnya, Jubir Pansus Wali Nanggroe Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Saiful Bahri mengusulkan, pembentukan Forum Musyawarah Rakyat Aceh (FMRA_, sebagai representasi kekhususan yang dimiliki Serambi Mekkah.

Baca Juga:  Akhirnya KAHMI Aceh Miliki Gedung Baru, Diresmikan Gubernur Aceh

Jika di tingkat pemerintah propinsi ada Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) dan gubernur menjadi wakil pemerintah, maka di Aceh bisa punya Forum Musyawarah Pimpinan Rakyat. “Secara periodik setiap 1 bulan, 3 bulan atau 6 bulan sekali, atau jika ada hal yang urgent akan disuarakan secara bersama dalam forum koordinasi ini. Wali Nanggroe Aceh akan diposisikan sebagai ketua,” kata Saiful Bahri dalam Paripurna Dewan tentang Persetujuan Penetapan Rancangan Qanun Usul Inisiatif DPR Aceh, di gedung Paripurna DPR Aceh, Kamis 2 September 2021.

Dalam undang-undang, diatur bahwa Aceh punya lembaga khusus seperti lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Majelis Pendidikan Aceh (MPA), Baitul Mal dan tentunya Mahkamah Syariah. Namun koordinasi antarlembaga ini dinilai anggota DPRA itu belum maksimal, sehingga terlihat seperti tidak saling mendukung.  Dan di sinilah peran Forum Musyawarah Rakyat Aceh sebagai lembaga konsultatif dan juga untuk mengkonsolidir lintas lembaga khusus tersebut.

Saiful Bahri menyebutkan, Forum Musyawarah Rakyat Aceh itu  nantinya juga membawa dan menyuarakan kepentingan Aceh pada tingkat nasional maupun internasional. Karena itu, anggota dewan memandang perlu dibentuk Forum Musyawarah Rakyat Aceh, dengan Wali Nanggroe sebagai ketua forum.

Saiful mengatakan jika legalitas Wali Nanggroe ini diatur khusus, sebagai kepemimpinan adat. Lembaga ini bukanlah lembaga politik dan pemerintahan di Aceh, melainkan bersifat independen. Wali Nanggroe , kata Saiful Bahri adalah sosok yang bisa menjadi pembina untuk semua kekuatan politik dan kemasyarakatan yang ada di Aceh.

Berita Terkini

Haba Nanggroe