TAKENGON I ACEHHERALD.com – Sepertinya konflik berkepanjangan antara gajah dan penduduk Kampung Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah semakin tidak berkesudahan, setelah sebelumnya ditemukan beberapa kasus gajah mati dan juga warga yang tewas menggenaskan akibat diinjak oleh gerombolan gajah liar, warga Karang Ampar kembali digemparkan dengan penemuan seekor gajah betina yang mati di perkebunan warga, Sabtu, (10/06/23).
Salah warga setempat yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun (Kadus), Idi (50) adalah orang pertama yang menemukan bangkai gajah betina tersebut, karena lokasi bangkai gajah yang sudah mulai membusuk tersebut ditemukan di kebun miliknya.
Idi mengaku baru mengetahui adanya bangkai gajah tersebut tepatnya dua hari yang lalu, ia mengaku mengetahui adanya gajah mati tersebut saat ia hendak mengontrol tanaman pohon aren yang ada di perkebunan milinya.
Konflik antara Abang Kul (Abang Paling Tua) sebutan gajah dalam istilah bahasa Gayo atau Poe Meurah dalam bahasa Aceh dengan masyarakat kampung terujung dari Kabupaten Aceh Tengah ini sudah berlangsung sekitar 10 tahun lalu.
Sehingga dampak dari konflik antara hewan yang bernama latin Elephas Maximus Sumatrensis dengan warga ini sudah menewaskan sekitar 3 ekor gajah liar dan juga satu korban jiwa manusia yang mati menggenaskan setelah diinjak kawanan gajah liar. Disamping itu, ratusan hektar kebun beserta rumah singgah milik warga juga porak poranda diamuk kawanan gajah, hingga berdampak trauma pada wanita dan anak-anak dikawasan tersebut.
Meski sedemikan dasyatnya dampak dari konflik tersebut, warga tetap mengeluhkan lambatnya inisiatif penanganan konflik ini dari Pemda setempat.
Menurut warga Pemda terkesan tutup mata dengan duka nestapa yang mereka alami, hal ini masih menurut warga tergambar dengan sikap yang dinilai warga apatis Pemda, yang seperti tidak peduli terkait masalah ini, meski warga sudah acap kali melakukan demo baik ke Kantor Bupati maupun ke Kantor DPRK setempat.
Ketua Rakyat Genap Mufakat (RGM) Kampung Karang Ampar, Sopyan Aman Safar (63) secara tegas mengatakan, mewakili masyarakat ia merasa sangat kecewa dengan sikap Pemerintah Aceh Tengah yang hingga saat ini belum memberikan satu solusi pasti terkait penangan masalah ini.
Disamping itu, Sopyan juga menyesalkan keputusan pihak World Wide Found (WWF) lembaga konservsi dunia yang dianggap mengklaim secara sepihak bahwa Kampung Karang Ampar adalah kawasan gajah.
“Kami selaku masyarakat sangat kecewa dengan sikap pemerintah yang tidak perduli dengan nasib kami yang sudah berpuluh tahun berkomflik dengan kawanan gajah liar ini, ratusan hektar kebun kami punah diamuk kawanan gajah dan sudah satu orang warga kami teewas diinjak gajah, tapi pemerintah hanya diam, jangankan memberi bantuan, datang untuk mencari solusi saja tidak,” ujar Aman Safar.
Penderitaan ini belum berakhir, lanjut Sopyan, ia mengaku sangat terpukul dan kecewa atas klaim sepihak oleh WWF yang mengatakan bahwa Kampung yang sudah dihuni oleh leluhur kami sejak ratusan tahun silam ini adalah kawasan gajah.
“Kami heran atas dasar apa mereka mengklaim kampung kami masuk dalam kawasan gajah, sementara leluhur kami sudah menghuni kampung ini sejak ratusan tahun silam, perlu dipertanyakan apakah duluan nenek moyang kami tinggal disini atau duluan WWF itu terbentuk,” tanya Ketua RGM.
Kepala Desa (Reje – Red) Karang Ampar, Saleh Kadri yang ditemui dilokasi bangkai gajah ditemukan mengatakan, kematian gajah ini merupakan kasus kesekian kalinya yang ditemukan dikawasan tersebut.
Ia mengaku sudah kehabisan akal dalam memohon kepada pemerintah, baik kabupaten, provinsi maupun nasional guna untuk mendapatkan solusi dalam penanganan konflik antara gajah dan masyaraknya yang sudah banyak memakan korban baik materi dan korban nyawa ini. “Kami melihat peran pemerintah dalam membantu masyarakat guna menangani konflik ada, namun tanggung atau tidak sampai tuntas, hingga kejadian ini terus berulang-ulang hingga berpuluh tahun lamanya, kami sudah berikan satu solusi yaitu penangkaran gajah dan kami sudah bebaskan 10.000 hektar lahan untuk itu, tapi hingga kini tidak ada satu pihakpun yang peduli terkait hal tersebut,” pungkas Reje.
Penulis : Robby (Takengon)