
ASYIK… Dialog pariwisata Aceh digelar di bawah Rumoh Aceh yang terletak di komplek Museum Aceh, Banda Aceh, melibatkan para praktisi, birokrasi, dan juga para wakil rakyat dari Komisi X DPR RI.
Selepas magrib, alunan musik dengan diringi suara manis yang ditampilkan penyanyi dengan lagu-lagu khas Aceh ikut menyemarakan dialog yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh di bawah Rumoh Aceh, Rabu (23/2/2022) malam.
Selain hadir pejabat pejabat berkomputen dari Kementerian Pariwisata dan ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia, Pejabat Kemdikbud Riset dan Dikti, Komisi X DPR RI dan juga hadir sejumlah ketua asosiasi selaku stakeholders yang bergerak di sektor pariwisata di Tanah Rencong.
Kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Jamaluddin SE M.Si bertindak sebagai moderator dalam dialog yang berlangsung untuk selepas makan malam itu meminta kepada peserta dialog untuk mencari solusi dan jalan keluar guna meningkatkan arus kunjungan wisatawan ke Aceh di masa mendatang.

Dari unsur stakeholders, hadir di antaranya Ketua DPD ASPPI Aceh, Azwani Awi, Ketua PHRI Aceh, Yusri, dan Ketua Astindo Aceh, Umar Machtub, dan juga hadir Muslim Amiren dari Badan Promosi Pariwisata Aceh (BPPA).
Setelah memberi pengantar singkat, Kadisbudpar Aceh Jamaluddin M.Si, selaku tuan rumah lalu mempersilakan ketua tim Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, untuk memberikan sumbangsihnya bagi pengembangan pariwsata Aceh ke depan.
Sabab, kata Jamaluddin, dengan kehadiran sejumlah anggota Komosi X ke Banda Aceh banyak harapan yang digantungkan pada wakil rakyat yang antara lain membidangi kebudayaan dan pariwisata.
Abdul Fakri yang didampingi anggota Komisi X Dapil Aceh, Illiza Sa’dudddin Djamal menyebutkan sebenarnya pariwisata Aceh memiliki kekhasannya tersendiri. Karena itu, pihaknya berharap para pelaku wisata yang hadir pada malam ini memberikan ide atau gagasan kepada pihaknya, untuk disinergikan dengan pemerintah pusat dalam pengembangan pariwisata Aceh ke depan.
Untuk mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif, basisnya dengan ide dan gagasan. “Mata uang Anda sekarang adalah ide dan gagasan. Kalau di Aceh ada hal-hal yang spesifik dan khas, tolong disampaikan kepada kami,” ujar politisi PKS tersebut.

Namun, Abdul Fikri Faqih mengingatkan bahwa hak kekayaan intelektual itu perlu pendampingan, jangan sampai banyak produk Aceh yang ditiru orang kita enggak dapat apa-apa. “Jangan sampai itu terjadi di daerah ini,” katanya.
Sedangkan , Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dikti Ristek) Kemdikbud Ristek, Prof Dr Nizam menilai perkembangan pariwisata Aceh secara umum sudah baik.
Dalam hal kunjungan wisawatan asing, terutama Malaysia dan Singapura, Deputi Bidang Produk Wisata dan Event Kemenparekraf, Rizki Handayani menilai, pariwisata Aceh sebelum pandemi sangat potensial dan sudah populer di kalangan wisatawan asal Malaysia dengan wisata religinya.
“Banyak sekali wisatawan dari Malaysia ke sini untuk melakukan kegiatan keagamaan di momen-momen hari besar Islam. Jadi (industri pariwisata) itu sebenarnya semua sudah terbentuk,” ucap Rizki.
Namun Rizki menuturkan, meski kunjungan wisatawan asal negeri jiran sudah bisa dinikmati, namun para pelaku wisata di Aceh tidak boleh lengah. “Kunjungan wisatawan dalam negeri juga harus dipikirkan oleh para pelaku pariwisata di Aceh,” ujar Deputi Bidang Produk Wisata dan Event Kemenparekraf, Rizki Handayani.
Lebih jauh dikatakan, ke depan lebih baik daerah ini dikembangkan menjadi wisata ramah muslim. “Mari kita kembangkan Islam di Aceh yang rahmatan lil alamin untuk semua,” sebutnya.

Pejabat Kemenparekraf yang akrab disapa Kiki ini juga menilai, pengelolaan event di Aceh sudah bagus. “Saya pernah melihat event Tari Saman, itu juga luar biasa. Tapi jangan hanya bertumpu dengan event saja, destinasinya juga, seperti di Sabang dengan wisata baharinya, dan Gayo juga harus didorong dengan wisata kopinya,” pintanya.
Sementara itu, Dirjen Dikti Ristek, Prof Nizam mengatakan banyak program Kemdikbud Ristek yang bisa disinergikan dengan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di Aceh.
“Saya harap pelaku usaha Parekraf bersinergi dengan kampus. Kita akan berbagi, misalnya dengan mengembangkan kuliner baru, nanti kita dampingi dengan pendanaan dari pemerintah,” katanya.
Selanjutnya, dialog santai ini berlansung dengan penyampaian masukan dari perwakilan komunitas pelaku pariwisata di Aceh seperti, Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) yang disampaikan Ketuanya Azwani Awi, Asosiasi Travel Indonesia (Astindo), Umar Machtub, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yusri, dan Asosiasi Pengusaha Jasaboga Indonesia (APJI), Badan Promosi Pariwisata Aceh.(adv)