Dua Kali Plt tak Hadiri Paripurna

BANDA ACEH I ACEHHERALD.com-
PERANG terbuka antara Pemerintah Aceh (Nova Iriansyah) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sepertinya sudah mencapai titik kulminasi. Anggota dewan terkesan sudah patah arang, dan hasilnya, Paripurna DPRA sepakat untuk menghentikan pembahasan Raqan Pertanggungjawaban APBA 2019. “Ini hasil kesepakatan floor paripurna, artinya ini sikap kolektif bukan hanya pimpinan dewan,” tegas Safaruddin, Wakil Ketua DPRA, kemarin.

Safaruddin lebih jauh merincikan, pembatalan pembahasan rancangan qanun tersebut dikarenakan dua kali sidang paripurna tidak dihadiri Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh. “Sidang paripurna pembahasan raqan pertanggungjawaban APBA 2019 seharusnya dihadiri langsung Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Namun, dua kali sidang paripurna, kehadiran Plt hanya diwakili,” kata Safaruddin.
Safaruddin mengatakan kehadiran Gubernur dalam sidang paripurna DPRA merupakan amanah tata tertib dewan dan aturan perundang-undangan.
Menurutnya, kehadiran Plt Gubernur Aceh dianggap penting untuk memberi penjelasan terhadap temuan-temuan DPRA dalam pelaksanaan APBA 2019. “Jadi, karena dua kali sidang paripurna pembahasan raqan pertanggungjawaban APBA 2019 tidak dihadiri Plt Gubernur Aceh, maka anggota DPRA dalam sidang paripurna, Selasa (1/9), memutuskan menghentikan dam membatalkan raqan tersebut,” kata Safaruddin.
Sikap DPRA selanjutnya, kata Safaruddin, akan melaporkan kepada Mendagri terkait batalnya pembahasan raqan pertanggungjawaban pelaksanaan APBA 2019. Laporan tersebut disampaikan karena Mendagri berkewenangan sebagai pembina pemerintah daerah. “Selain itu, kami juga akan menyampaikan temuan-temuan dalam pelaksanaan APBA 2019 kepada masyarakat. Penyampaian ini dilakukan sebagai pertanggungjawaban kami kepada masyarakat,” kata Safaruddin.
Penggunaan Hak Interpelasi
Sementara itu terkait penggunaan hak interpelasi terhadap Plt Gubernur Aceh yang akan digunakan DPRA, Safaruddin mengatakan dirinya selaku pimpinan DPRA masih menunggu usulan resmi dari anggota DPRA untuk ditindaklanjuti nantinya. “Yang perlu diketahui bahwa penggunaan hak interpelasi DPRA terhadap Plt gubernur ini untuk memintai keterangan dan mendengar jawaban langsung Plt Gubernur terkait sejumlah persoalan yang belum terjawab selama ini, seperti persoalan penggunaan dana Covid-19 yang tidak transparan, persoalan proyek multiyears yang tetap dilanjutkan, pembangunan Gedung Onkologi RSUDZA, refocusing APBA, serta tidak adanya usulan APBA-P 2019 (perubahan). Seharusnya setiap adanya pergeseran anggaran maka harus diusulkan APBA-P,” ungkap Safaruddin.
Politisi Gerindra itu menampik jika dikatakan ada tendensi politik dalam upaya interpelasi tersebut. “Penggunaan hak interpelasi ini bukan karena DPRA tendensius, kecewa atau adanya kepentingan politik, tetapi untuk meluruskan sejumlah persoalan yang harus diketahui publik. Selama ini tidak ada jawaban atau penjelasan langsung dari Plt gubernur, makanya kami menggunakan hal tersebut yang diatur dalam konstitusi (interpelasi). Jadi saya kira wajar-wajar saja DPRA menggunakan hak interpelasi, karena banyak hak yang harus dipertanyakan” tegasnya.
Sementara itu ketika ditanya seputar rumors yang menyebut penggunaan hak interpelasi DPRA berujung kepada pamakzulan, Safaruddin mengatakan pemakzulan hanya bisa dilakukan jika ada pelanggaran secara konstitusional yang dilanggar oleh Plt Gubenur Aceh. “Jika memang ditemukan pelanggaran dan pemakzulan dapat dilakukan secara aturan perundang-undangan, ya itu memang ranah yang harus dilakukan. Kan kami harus memastikan, bahwa beliau (Nova Iriansyah) sebagai pejabat publik yang diberikan mandat sebagai pelaksana tugas gubernur wajib mempertanggungjawabkan secara moral, serta mempertanggungjawabkan hal-hal yang dilakukannya,” ujar Safaruddin.
PENULIS : NURDINSYAM