
[divider style=”solid” top=”20″ bottom=”20″]
JAKARTA | ACEH HERALD
JAKSA membeberkan cukup gamblang bagaimana seorang Irjen Napoleon Bonaparte mendapatkan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Bahkan, jaksa turut menyebutkan adanya ‘tawar-menawar’ dalam proses transaksi haram itu hingga ‘rebutan’ duit suap antara Brigjen Prasetijo Utomo dengan Irjen Napoleon Bonaparte.
Awalnya Djoko Tjandra yang berada di Kuala Lumpur, Malaysia berkeinginan untuk kembali ke Indonesia. Namun rencananya itu terkendala dengan statusnya sebagai buronan serta red notice di Interpol dalam perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Lantas, pada April 2020 Djoko Tjandra pun menyampaikan keresahannya ke seorang kawannya bernama Tommy Sumardi yang berada di Jakarta.
“Dalam percakapan tersebut terdakwa Joko Soegiarto Tjandra meminta agar Tommy Sumardi menanyakan status Interpol red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri,” ujar jaksa membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat pada Senin (2/11/2020).
Permintaan Djoko Tjandra ke Tommy Sumardi itu didasari informasi yang diterimanya bila red notice atas namanya itu sudah dibuka oleh Interpol pusat di Lyon, Prancis. Djoko Tjandra pun menjanjikan Rp 10 miliar bagi siapapun yang membantunya untuk dapat kembali ke Indonesia dengan aman.
Setelahnya Tommy Sumardi menemui Brigjen Prasetijo Utomo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Dari situ Prasetijo mengantarkan Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri saat itu.
Djoko Tjandra lalu mengirimkan file surat dari istrinya ke Tommy Sumardi yang diteruskan lagi ke Prasetijo. Surat itu berisi permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter Polri. Prasetijo lalu memerintahkan anak buahnya menyunting konsep surat itu.
“Selanjutnya file konsep surat tersebut dikirimkan oleh Brigjen Prasetijo Utomo kepada Tommy Sumardi,” kata jaksa.
Awal Transaksi Suap
Pada 16 April 2020 Tommy Sumardi menemui Irjen Napoleon di ruang kerjanya di lantai 11 gedung Trans-National Crime Center (TNCC) Mabes Polri. Jaksa mengatakan saat itu Tommy Sumardi membawa paper bag warna merah tua tetapi jaksa tidak menyebutkan apa isinya.
“Saat itu Tommy Sumardi menanyakan kepada Irjen Napoleon Bonaparte tentang status Interpol red notice temannya yakni Joko Soegiarto Tjandra dan oleh Irjen Napoleon Bonaparte menyatakan akan melakukan pengecekan terhadap status Interpol red notice Joko Soegiarto Tjandra. Dalam kesempatan tersebut, Tommy Sumardi juga menyerahkan paper bag warna gelap kepada Irjen Napoleon Bonaparte setelah itu Irjen Napoleon Bonaparte meminta agar Tommy Sumardi untuk kembali datang esok hari,” kata jaksa.
Besoknya Tommy Sumardi datang lagi ke ruang kerja Irjen Napoleon tetapi kali ini ditemani Brigjen Prasetijo. Saat itu Irjen Napoleon blak-blakan mengenai urusan Djoko Tjandra harus ada imbalannya.
“Dalam pertemuan tersebut Irjen Napoleon Bonaparte menyampaikan bahwa ‘Red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya’,” kata jaksa.
“Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa dan oleh Irjen Napoleon Bonaparte dijawab, ‘3 lah ji (Rp 3 miliar)’. Setelah itu Tommy Sumardi meninggalkan ruangan Kadivhubinter,” imbuhnya.
Setelahnya Tommy Sumardi melaporkan hal itu ke Djoko Tjandra. Lantas Djoko Tjandra memberikan USD 100 ribu ke Tommy Sumardi. Kemudian pada 27 April 2020 Tommy Sumardi membawa USD 100 ribu dari Djoko Tjandra untuk diserahkan ke Irjen Napoleon.
Ternyata sempat ada ‘potongan’ duit suap untuk Napoleon. Kok bisa?
Lagi-lagi Brigjen Prasetijo menemani Tommy Sumardi. Namun saat itu Brigjen Prasetijo melihat uang yang dibawa Tommy Sumardi.
“Brigjen Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian mengatakan ‘Banyak banget ini ji buat beliau? Buat gw mana?’ dan saat itu uang dibelah dua oleh Brigjen Prasetijo Utomo dengan mengatakan ‘Ini buat gw, nah ini buat beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2 (dua)’,” kata jaksa.
Karena sudah ‘dipotong’ Brigjen Prasetijo maka Tommy Sumardi hanya membawa USD 50 ribu untuk Irjen Napoleon. Namun jenderal bintang dua itu menolaknya.
“Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan ‘Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 (tujuh) ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata “petinggi kita ini’,” ucap jaksa, tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut ke mana uang USD 50 ribu itu setelah ditolak Irjen Napoleon.
Esoknya Tommy Sumardi menerima SGD 200 ribu dari Djoko Tjandra yang ditujukan untuk Irjen Napoleon. Beda dari sebelumnya, kini SGD 200 ribu itu, disebut jaksa, diterima Irjen Napoleon.
Suap untuk Irjen Napoleon Tambah Terus
Selanjutnya jaksa mengatakan Tommy Sumardi beberapa kali menerima uang dari Djoko Tjandra untuk diteruskan ke Irjen Napoleon. Jaksa mengatakan Tommy Sumardi selalu memberikan uang itu langsung ke Irjen Napoleon.
“Pada tanggal 29 April 2020 kembali Joko Soegiarto Tjandra meminta Nurmawan Fransisca untuk menyerahkan uang sejumlah USD 100 ribu yang dalam pelaksanaannya uang tersebut diserahkan kepada Tommy Sumardi melalui Nurdin di rumah makan Meradelima di samping Mabes Polri. Setelah menerima uang tersebut, Tommy Sumardi menuju gedung TNCC Mabes Polri dan sekira pukul 15.54 WIB Tommy Sumardi tiba di gedung TNCC dengan membawa kantong plastik warna putih menemui Irjen Napoleon Bonaparte di ruang Kadivhubinter gedung TNCC Mabes Polri lantai 11 dan kemudian Tommy Sumardi menyerahkan uang USD 100 ribu,” kata jaksa.
Setelah penerimaan uang itu Irjen Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto membuat surat yang ditujukan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi. Isi surat itu mengenai pembaruan data mengenai daftar pencarian orang (DPO).
Lalu pada 4 Mei 2020 Djoko Tjandra kembali memberikan uang ke Tommy Sumardi untuk ditujukan ke Irjen Napoleon. Kali ini besarannya adalah USD 150 ribu. Jaksa mengatakan uang itu diterima langsung oleh Irjen Napoleon di ruang kerjanya, sama seperti pola sebelumnya.
“Dalam pertemuan tersebut Tommy Sumardi menyerahkan uang sejumlah USD 150 ribu dalam paper bag warna putih kepada Irjen Napoleon Bonaparte,” kata jaksa.
“Setelah menerima uang tersebut Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto untuk membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 4 Mei 2020, perihal Pembaharuan Data Interpol Notices, ditandatangani oleh atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI Up. Dirwasdakim. Adapun isi surat tersebut pada pokoknya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice,” imbuh jaksa.
Keesokan harinya Tommy Sumardi kembali memberikan uang ke Irjen Napoleon tetapi kali ini besarannya USD 20 ribu. Setelahnya Irjen Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto untuk bersurat lagi ke Ditjen Imigrasi.
“Isi surat tersebut pada pokoknya menginformasikan bahwa Interpol Red Notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra, Control No.: A-1897/7-2009 telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak tahun 2014 atau setelah 5 tahun,” ucap jaksa.
Sumber : detikcom