BLANGPIDIE I ACEH HERALD.com – Ratusan hektare areal tanaman padi Musim Tanam (MT) Gadu tahun 2023 di Kecamatan Blangpidie dan Susoh, Abdya, memasuki masa panen sejak beberapa hari lalu hingga Rabu (8/11/2023).
Amatan AcehHerald.com, kegiatan panen di lahan sawah Desa Kuta Bahagia (Paya) dan Keudai Siblah atau Blang Cot Seutui (Blangpidie) serta Desa Pantai Perak dan Desa Pawoh atau Blang Beuah (Susoh), dilakukan para petani menggunakan mesin pemotong padi atau combine harvester.
Tentu saja pemanfaatan mesin pemotong padi ini dilakukan petani setelah Pemkab melalui Dinas Pertanian dan Pangan (Distanpan) setempat melancarkan modernisasi alat pertanian.
Pemilik mesin potong padi memungut jasa dari para petani Rp16.000 per goni isi 50 sampai 55 kg gabah.
Areal tanaman padi sawah MT Gadu yang memasuki panen awal, itu hanya sebagian kecil atau sekitar tiga ratusan hektare dari total luas areal sawah 11.178 ha (data tahun 2014, sebelum terjadi penciutan lahan sawah). Areal sawah tersebut tersebar di 9 kecamatan,.mulai Babahrot sampai Lembah Sabil.
Panen awal terlihat hanya sebagian areal tanaman padi di Kecamatan Blangpidie, meliputi Desa Keudai Siblah (Blang Cot Sejutui) dan Desa Kuta Bahagia (Paya) serta Desa Mata Ie dan sebagian areal di Desa Kuta Tinggi.
Masih amatan awak media ini, di Kecamatan Susoh, kegiatan panen terlihat di Desa Pantai Perak dan Desa Pawoh (Blang Beuah). Sementara areal padi sawah di kecamatan lainnya baru memasuki musim mekar bunga, bunting, malah ada areal yang baru selesai penanaman, antara lain di Kecamatan Babahrot dan Kuala Batee atau baru selesai pembersihan gulma.
Kondisi tanaman padi yang calai malou (tak serentak tanam) sehingga areal tanaman padi rawan serangan hama penyakit, terutama burung pipit dan ulat, termasuk hama tikus. Alhasil, produksi gabah menurun drastis yang berakibat pamasukan petani menjadi berkurang, dibanding MT sebelumnya.
Seperti memasuki panen awal MT jatuh pada akhir tahun 023 ini, produksi gabah petani menurun sehingga banyak petani yang kecewa. Ilyas, petani di areal Keudai Siblah (Blang Cot Seutui), Blangpidie, misalnya, areal tanam sawah seluas satu naleh benih (1/3 ha) menghasilkan 27 goni isi 55 kg, padahal dalam kondisi normal bisa menghasilan 42 sampai 45 goni.
Hal yang sama juga diutarakan Ahkwan, salah seorang petani setempat. Menurutnya produksi gabah kali ini selain kena serangan hama burung pipit yang sangat hebat, juga dipengaruhi curah hujan sangat tinggi.
Begitupun, para petani sedikit lega lantaran harga Gabah Kering Panen (GKP) relatif tinggi mencapai Rp 6.500 per kg. Menurut Iskandar, gabah tersebut ditampung pedagang lokal, dan diperkirakan jika tidak masuk pedagang luar daerah ke Abdya dikhawatirkan hanga GKP akan menurun pada kisaran Rp 5.500 sampai Rp 5.800 per kg GKP, terutama ketika memasuki masa panen raya yang diprediksi jatuh pada bulan Januari tahun depan.
Kendati harga gabah saat ini yang ditampung pedagang lokal mencapai Rp 6.500 per kg GKP, namun tidak sebanding dengan harga beras lokal di pasaran mencapai Rp 220.000 persak isi 15 kg, yaitu beras lokal dari Tangse.
“Jika harga beras masih melambung tembus Rp 220.000 per sak, maka idealnya pedagang menampung gabah petani tak kurang dari Rp 7.000 per kg GKP”, kata Adi warga Blangpidie.
Serangan Burung Pipit
Dampak musim tanam padi tidak serentak yang terjadi di kawasan Kabupaten Abdya pada MT kali ini sangat rentan terhadap serangan hama. Paling tidak, sekarang ini dialami para petani di sebagian Kecamatan Blangpidie dan Susoh.
Selain ada areal yang sudah memasuki masa panen awal, namun sebagian besar areal tanam padi lainnya sedang mekar bunga dan bulir padi mulai berisi. Tanaman padi tersebut menjadi bulan-bulanan serangan hama burung pipit.
Para petani setempat harus berada di areal sawah untuk menghalau burung pipit dalam jumlah besar. Areal tananam padi dijaga secara bergiliran melibatkan seluruh anggota keluarga, tidak kecuali para ibu rumah tangga.
“Jika tidak, dipastikan hasil panen akan berkurang secara drastis akibat dimangsa burung,” kata salah seorang petani Desa Geulumpang Payong, Blangpidie.
Ia menjelaskan ketika dihalau burung pipit berpindah ke lokasi lain yang tidak terlalu jauh, dan kalau pun terbang jauh dalam waktu tidak lama, kemudian kembali lagi.
Tanaman padi yang mulai berisi dan mengeras itu jika tidak serius dijaga pemiliknya, maka bulir padi berubah warna menjadi putih dan tangkainya menjulang ke atas setelah dimangsa burung.
Mengatasi serangan hama burung, selain harus dijaga ketat, sebagian besar petani mengusir burung dengan cara memasang potongan platik warna perak dan hitam yang diikat pada bentangan tali di hamparan sawah.
Plastik warna perak tampak berkilau ketika dihembus angin sehingga diharapkan bisa mengusir burung. Beberapa petani lainnya, seperti di Desa Kuta Bahagia, petani memasang jaring di atas permukaan sawah sehingga tidak mampu diterobos burung. Namun, untuk memasang jaring di atas hamparan sawah butuh biaya lumayan besar.
Beragam cara dilakukan petani untuk mengusir hama burung yang tergolong ganas itu. “Bila tidak, dipastikan hasil panen akan menurun drastis dan bisa gagal,” kata salah seorang petani blang beuah, Desa Pawoh, Susoh.
Penulis : Zainun Yusuf (Aceh Barat Daya)