Layanan BSI Macet, Kok LKS Dikepret

DUA pekan silam, saat kami berada di Takengon, hari itu, Senin tanggal 08 Mei 2023 sekitar pukul 07.30 WIB. Udara Kota Dingin Takengon masih terasa sejuk, embun masih menggelayut di rerumputan sisi Danau Laut Tawar. Karena ada satu keperluan finansial, sebagai nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI), saya menuju sebuah boks anjungan tunai mandiri (ATM) milik … Read more

ATM BSI

Iklan Baris

Lensa Warga

DUA pekan silam, saat kami berada di Takengon, hari itu, Senin tanggal 08 Mei 2023 sekitar pukul 07.30 WIB. Udara Kota Dingin Takengon masih terasa sejuk, embun masih menggelayut di rerumputan sisi Danau Laut Tawar. Karena ada satu keperluan finansial, sebagai nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI), saya menuju sebuah boks anjungan tunai mandiri (ATM) milik BSI di dekat sebuah hotel tak jauh dari bibir Laut Tawar. Haaah………maceeet!! Transaksi tak bisa dilakukan!!!

Saya berpikir itu mungkin hal biasa dan hanya sejenak, mungkin itu karena Takengon hanya sebuah kota kecil nun di punggung Bukit Barisan dan sinyal sering ‘kerlap kerlip’. Namun semua anggapan itu buyar, saat menanti hingga petang dan malam, layanan BSI tetap macet. Belakangan saya tahu jika sistem digitalisasi bank syariah terbesar di Indonesia–hasil merger Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah dan Bank BRI Syariah–itu sedang bermasalah.

Saya hanya membaca di media, penyebab itu adalah karena ulah virus ramsomeware yang berhasil menghack sistem digitalisasi BSI, hingga layanan lumpuh. Belakangan juga sebuah komunitas maya dengan nama sandi lock bit menyatakan bertanggungjawab terhadap itu. Saya tiba tiba teringat dengan perompak laut di sepanjang koridor ‘jalur sutra’ antara India hingga Terusan Suez di Afrika, seperti kelompok Abu Sayaf atau pemberontak Somalia, yang meminta tebusan atas penyanderaan yang mereka lakukan, baik material maupun nyawa.

Tak mau kalah, komunitas Lock Bit juga meminta tebusan, dengan dalih telah menguasai data BSI, lengkap dengan sampel yang mereka tampakkan. Data itu akan dikembalikan jika ada tebusan kepada mereka dengan nilai yang jelas woow juga. Mereka kabarnya meminta dengan model bit coin, agar tak mudah dilacak. Bahkan kelompok penyandera data itu, memasang limit waktu sekitar 30 jam.

Baca Juga:  Bareskrim Mulai Bergerak Selidiki Serangan Siber ke Layanan BSI

KIta tak mau tahu apakah manajemen BSI membayar atau tidak, karena yang namanya data disandera, tentu ada seribuan kopiannya. Walau mengaku semuanya sudah dikembalikan.

Namun siapa menyangka, jika kekisruhan layanan BSI yang berlangsung sedikitnya tiga hari itu, mendapat gayung bersambut bagi sebagian kalangan masyarakat Aceh serta juga di luar Aceh. Kelompok ini ibarat mendapat bola rebound atau bola muntah. Langsung ditempong ke dalam gawang lawan. Yaaaa…. kesannya aji mumpung!!

Seiring kisruh layanan itu, tiba tiba muncul suara yang begitu deras, ‘Revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS)’ . Kelompok ini dengan gagah berani menyuarakan, sudah saatnya bank konvensional welcome home ke Aceh. Karena sebagaimana kita tahu, seiring pemberlakuan Qanun LKS, tiba tiba semua bank konvensional menutup layanan di Bumi Iskandar Muda.

Kelompok ‘pencinta bank konvensional’ ini berdalih layanan akan lebih mudah, bisa connect dengan jaringan internasional sekalipun. Jadi mereka meminta agar qanun LKS direvisi hingga ‘bung konven’ bisa kembali lagi ke Aceh.

Ha..ha…ha….. mungkin inilah pepatah yang cocok untuk usulan tersebut. Lain bengkak lain meletus. Masalahnya, hengkangnya Bank Konvensional dari Aceh tak ada hubungan dengan Qanun LKS. Tak ada larangan yang dicantumkan dalam Qanun LKS, tentang operasional Bank Konven di Aceh. Seperti dikatakan oleh praktisi perbankan Amal Hasan, yang tercantum adalah, semua bank yang beroperasi di Aceh, harus membuka unit layanan syariah. Dan itu harus diutamakan atau the first. Sementara layanan konven tetap dipersilakan.

Bisa jadi karena melihat peluang mengecil dan bisa jadi pula akibat tak mampu menutup cost operasional, maka satu persatu bank konven lempar handuk dari Aceh. Hingga tinggal BSI dan Bank Aceh Syariah sebagai ‘adikuasa’ di Aceh, disamping bank bank lainnya seperti BCA, Bukopin hingga BTPN yang juga membuka layanan Syariah.

Baca Juga:  BNN Lhokseumawe Perkenalkan Program Da'I Reward

Nah ketika layanan BSI macet, barisan penggemar bank konvensional itu rame rame bersuara. Dan sasarannya segera direvisi LKS. Dan bangkit pulalah barisan yang keukeuh terhadap penegakan Syariat Islam di Aceh, sesuai dengan amanat UU PA No 11 tahun 2006. Lalu mereka pun mengusung argumen yang tak kalah lebih riuh. Mereka tak mau sesuatu yang ‘halal dan haram’ disandingkan. Kecuali dalam kondisi darurat.

Bukankah selain BSI masih banyak bank di Aceh? Isu revisi LKS ini juga sempat mencuat, ketika seorang turis gagal menarik uang di ATM Bank Aceh di Sabang. Padahal di Sabang bukan hanya ada Bank Aceh, namun juga bank bank lainnya. Selain itu kartu ATM juga sifatnya multi bank, bukan hanya bisa untuk satu bank. Sepertinya serangan untuk Qanun LKS itu akan tetap abadi, terutama jika ada layanan bank yang macet. Jangan jangan, layanan ATM macet di Papua, Qanun LKS kembali jadi kambing hitam. Dan harus diketahui, bukan pekerjaan mudah untuk bank konven kembali ke Aceh kala infrastruktur dan SDM di Aceh sudah di nol kan.

Tak salah bila kita bertanya, layanan BSI yang macet, kok tiba tiba Qanun LKS yang dikepret.

 

Penulis : Nurdinsyam

Pemred Acehherald.com

Ketua Forum Pemred Aceh

Berita Terkini

Haba Nanggroe