BANDA ACEH I ACEHHERALD – Potensi masuknya kuda hitam ke kursi Pj Bupati Abdya mulai ramai dibicarakan. Para politisi dan tokoh masyarakat di seputaran Abdya dan Banda Aceh, dalam sepekan terakhir mulai menjadikan isu itu sebagai trending topic.
Sebelumnya, DPRK Abdya melalui surat resminya telah mengusulkan tiga nama ke Kemendagri untuk dipilih salah satunya menjadi Penjabat (Pj) Bupati Abdya. Seperti diberitakan sebelumnya, ketiga nama itu adalah, Azhari dan Darmansah yang diusulkan melalui fraksi di DPRK Abdya, yaitu Abdya Hebat dan Abdya Sejahtera. Serta usulan kolektif dari DPRK Abdya yaitu Amiruddin.
Azhari dan Darmansyah adalah dua orang pejabat dari propinsi, masing masing sebagai Kadis Koperasi dan UKM Aceh sert Sekretaris Baitul Mal Aceh. Sementara Amiruddin adalah Sekretaris DPRK Abdya. Seperti diakui oleh Ketua DPRK Abdya, Nurdianto, ketiga nama tersebut adalah usulan dari DPRK Abdya, sesuai kewenangan yang diberikan oleh Mendagri.
Belakangan kalangan DPRK sendiri memberi sinyal lempar handuk terhadap usulan tersebut. Karena menyadari jika itu hak usulan yang sifatnya adalah bagian dari usulan lain yang juga menjadi pertimbangan. Usulan itu juga mencakup dari usulan pemerintah propinsi serta tentu saja usulan dari Kemendagri yang justru dianggap sangat menentukan.
Produk penetapan figur Pj setidaknya di tujuh kabupaten kota di Aceh saat ini mnjadi bukti untuk itu. Masuknya Nurdin di Aceh Jaya, Bakri Sidiq di Banda Aceh, Wahyudi Adisiswanto di Pidie dan Imran di Lhokseumawe, menjadi bukti bukti tak terbantahkan tentang hegemoni Kemendagri dalam penentuan final figur Pj Bupati/Walikota di Aceh. Bukan rahasia lagi jika ada figur yang ditetapkan itu, di luar usulan teman teman legislative setempat.
Terkait dengan fenomena itu, dalam dua pekan terakhir berhembus kencang tentang figur kuda hitam namun menentukan dalam konstelasi penetapan Pj Bupati Abdya. Beberapa kalangan telah melakukan manuver untuk masuk dalam jalur menuju kursi Pj Bupati Abdya.
Beberapa sumber di Jakarta, Banda Ach dan Abdya sendiri menyebutkan beberapa nama yang menjadi kuda hitam. Salah satunya adalah Salman Al Farisi yang saat ini menjabat sebagai Sekda Abdya yang namanya justru tak masuk dalam usulan. Salman sendiri secara terbuka menyatakan diri tak siap untuk menjadi Pj Bupati Abdya, seperti dikatakan kepada Ketua DPRK Nurdianto serta Wakil Hendra Fadli.
Bahkan Bupati Abdya, Akmal Ibrahim sendiri mengakui jika Sekdanya Salman terkesan berhati hati dalam menyikapi posisi Pj Bupati, seperti diakuinya kepada wartawan acehherald.com di Blangpidie, Zainun Yusuf. “Saya pikir apa yang diusulkan DPRK Abdya itu sudah patut dan sesuai ketentuan. Mereka yang di usul harus berupaya keras dan menunjukkan komitmen kuat untuk memimpin Abdya ke depan,” kata Akmal kala itu.
Sementara itu selain Salman, nama nama yang muncul belakangan yang justru makin santer termasuk figur dari Badan Intiljen Nasional (BIN) yang disebut sebut mengarah pada figur seorang wanita. Namun nama yang bersangkutan belum disebutkan secara persis. Jika ini menjadi kenyataan, akan menjadi sejarah tersendiri bagi Aceh, karena menjadi Pj Bupati/walikota pertama di Aceh yang wanita.
Selain itu juga santer disebut sebut figur lain dari kalangan Kemendagri yaitu seorang putra yang juga asal Abdya yaitu TR Bahsul Falah MSi. Figur ini juga pernah berbakti sebagai PNS di Aceh Selatan hingga mnjadi camat di salah satu kecamatan di Aceh Selatan, sebelum pindah ke Jakarta.
Sosok yang tercatat menjadi pejabat eseon 2 Kemendagri di Makasar (Sulsel) itu, memiliki ayah (almarhum) yang pernah menjadi Ketua DPRK (kala itu DPRD) Aceh Selatan. Ia disebut-sebut memiliki peluang besar untuk menuju kursi Pj Abdya, karena punya track record yang tajir di Depdagri serta pengalaman menjadi pejabat di level kabupaten.
Namun sebuah sosok yang paling anyar justru muncul dari kalangan pimpinan SKPA atau tataran Eselon 2 Pemerintah Aceh. Figur dimaksud adalah Mahdi Efendi, yang kini menjadi Kepala Badan Kesbangpol Aceh. Mahdi yang juga dinilai punya jam terbang mumpuni itu, memiliki jaringan yang luas, selain di jalur Keluarga Besar Alumni Kepamongprajaan, Mahdi juga punya link kuat pada beberapa jalur pemerintahan dan non pemerintahan.
Sosok Mahdi yang putra Lhoong Aceh Besar itu pernah digadang gadang untuk menduduki posisi Pj Bupati Aceh Besar yang kemudian dijabat oleh Muhammad Iswanto SSTP MM, Karo Adpim Pemerintah Aceh. Mahdi sendiri memulai karir sebagai ADC Sekda Aceh Besar, hingga menduduki posisi camat, beberapa kepala dinas di Aceh Besar, sebelum ditarik ke Pemerintah Aceh untuk posisi Kaban Kesbangpol.
Di tengah hiruk pikuk munculnya kuda hitam itu, tercatat juga nama Ediyandra SSTP, Kadis Arpus Aceh. Putra berdarah Susoh itu juga memiliki network yang kuat di Jakarta, yang jadi pusat kekuasaan di negeri ini. Ediayandra sempat disebut-sebut sebelum ini untuk posisi Pj Bupati Abdya, namun belakangan nama tersebut seperti tenggelam.
Ketua DPRK Abdya, Nurdianto yang dikonfimasi acehherad.com, tadi malam, mengatakan, penentuan final sosok Pj Bupati adalah kewenangan Mendagri. Namun karena mereka juga diminta untuk mengusulkan nama, maka usulan itu diwujudkan. “Kami DPRK mengusulkan, dan itu manjadi bagian dari usulan pihak pihak lain. Wajar wajar saja jika nanti pada akhirnya ditetapkan figur yang di luar usulan kami,” kata Nurdianto.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua DPRK Abdya Hendra Fadli, yang menyatakan, usulan dari DPRK itu bukan harga mati. Namun Hendra memastikan, nama yang mereka usulkan itu telah memenuhi syarat dan ketenuan sesuai regulasi yang ada. “Kami prinsipnya mengusulkan, soal penetapan itu adalah kewenangan Mendagri. Siapapun yang diangkat menjadi Pj, tentu yang terbaik,” kata Hendra.
Sementara dari berbagai sumber menyebutkan, nama nama yang diusulkan untuk posisi Pj itu akan diprofiling oleh sedikitnya tiga kementerian. Yaitu, Kemendagri, Kemenkopolhukam hingga Kemenpan RB. Dari profiling itulah akan didapat yang terbaik dan kompeten yang kemudian ditetapkan sebagai sosok Pj Bupati/walikota.