BANDA ACEH | ACEHHERALD.COM – Wakil Ketua Tim PPS Aceh, Ayu Marzuki membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) mengungkapkan, beberapa masalah yang ditemuinya saat berkunjung ke 23 kabupaten/kota di Aceh, salah satunya keuchik (kepala desa) belum mengetahui tentang stunting, baik intervensi spesifik dan senstitif.
“Gimana mau mengatasi stunting kalau keuchiknya saja tidak paham apa itu stunting,” kata Ayu di acara Rakor yang difasilitasi Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Aceh, di Aula setempat, Selasa (12/12/2023) di Banda Aceh.
Di Rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Bidang Intervensi Spesifik dan Sensitif, Ayu yang juga Pj Ketua TP PKK Aceh, menyebutkan temuan lainnya, yakni adanya manipulasi data kemiskinan ekstrem hanya karena ingin mendapatkan bantuan.
Tak hanya itu, di Posyandu juga masih ditemukan mengukur tinggi badan dengan menggunakan alat ukur meter kain, padahal anggaran sudah ada dari Pemda untuk membeli alat ukur yang mengikuti standar.
“Ternyata data nya sengaja di upgrade oleh keuchik. Ditinggikan agar dapat bantuan. Kami juga temukan di Aceh Tenggara dan Simeulue Posyandu masih menggunakan alat ukur meteran kain. Padahal sudah dianggarkan Pemda,” ungkap Ayu.
Penjabat TP PKK Aceh ini juga menemukan kondisi kader Posyandu yang sering diganti, jika ada pergantian keuchik.
Wakil Ketua TPPS Aceh meminta agar memberi edukasi dan sosialisasi, kepada keuchik. “Edukasi dan sosisalisasi harus diberikan kepada keuchik. Sebagus apapun program yang ada di provinsi, jika tidak langsung disambut oleh desa, sama saja tidak ada perubahan,” tuturnya.
Ayu berharap peran TPPS di desa dapat dimaksimalkan untuk mendorong dan mengedukasi para Keuchik dalam menangani stunting di desanya masing-masing. TPPS juga, lanjutnya, berperan untuk mengatasi masalah kesalahan penginputan data stunting.
Menjawab hal itu, Kepala BKKBN Aceh, Safrina Salim, mengatakan dalam waktu dekat akan menggundang para keuchik dan kader BKB untuk peningkatan kapasitas.
Sedangkan terkait rapat koordinasi yang difasilitasi BKKBN Aceh hari ini, kata Safrina, bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dan tugas serta peran semua unsur dalam TPPS selama setahun terakhir.
Dalam rapat tersebut juga dibahas segala persoalan dan kendala serta menerima masukan dari setiap masalah.
Safrina berharap, penanganan stunting di Aceh tidak ada lagi mengedepankan ego sektoral. Semua pihak harus memiliki rasa tanggungjawab. “BKKBN Aceh sebagai sekretaris TPPS memfasilitasi rapat ini sebagai harapan menghasilkan upaya konkrit upaya dalam melaksanakan target penanganan stunting di Aceh,” kata Safrina.
Terkait pemasalah keuchik, perwakilan dari DPMG Aceh, Hasanuddin menambahkan, dinasnya sudah melakukan koordinasi dengan semua kepala DPMG dan P3MD tentang stunting di masing-masing kabupaten/kota. Dan harapannya semoga bisa ditindak lanjuti TPPS kabupaten/kota.
Tambahnya lagi, dinasnya menemukan masih ada juga kepala desa yang menganggap dana stunting ini harus ada peraturan khusus, padahal ada qanun gampong.
“Ada beberapa kepala desa yang datang ke DPMG dan akan alokasi kan dana desa untuk semua kebutuhan desa. Namun sudah kita cerahkan,” kata Hasan.
Perwakilan dari Unicef, dr. Natasya, sharing terkait gizi buruk. Menurutnya Anak gizi buruk jika tak ditangani akan berisiko pada kematian. Gizi buruk, jika ditangani maka si anak bisa sembuh total.
Sementara kaitan dengan stunting, dokter mengatakan, gizi buruk ini bisa menyebabkan stunting juga. “Baduta yang mengalami gizi buruk jika tak ditangani tiga kali lipat akan stunting. Ini perlu perhatian kita semua jangan sampai gizi buruk menyumbang angka stunting,” demikian pungkasnya.
Hadir pada Rakor tersebut Kepala Biro Isra Setda Aceh, Yusrizal, Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Safrina Salim, Ketua IBI Aceh, Ketua Persagi Aceh, IDI, IDAI, dan dinas terkait lainnya.