Awal Mula Muncul soal Rp 300 T di Kemenkeu Kini Disebut Sudah Tuntas

JAKARTA | ACEHHERALD – Dugaan transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan yang sempat menjadi pertanyaan publik telah dianggap tuntas. Kini transaksi tersebut dipastikan bukan merupakan hasil tindak pidana korupsi. Awalnya, dugaan transaksi janggal Rp 300 triliun ini diungkap oleh Menko Polhukam Mahfud Md setelah menjadi pembicara di UGM, Yogyakarta, pada Rabu (8/3/2023). … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD – Dugaan transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan yang sempat menjadi pertanyaan publik telah dianggap tuntas. Kini transaksi tersebut dipastikan bukan merupakan hasil tindak pidana korupsi.

Awalnya, dugaan transaksi janggal Rp 300 triliun ini diungkap oleh Menko Polhukam Mahfud Md setelah menjadi pembicara di UGM, Yogyakarta, pada Rabu (8/3/2023). Mahfud mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa ada transaksi senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 T (triliun) di lingkungan Kementerian Keuangan, sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea-Cukai,” ujar Mahfud.

Mahfud saat itu berharap laporan tersebut bisa dilacak. “Sekarang hari ini sudah ditemukan lagi kira-kira Rp 300 T itu harus dilacak,” kata Mahfud.

Dipertanyakan Sri Mulyani

Sehari kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung buka suara soal temuan ini. Sri Mulyani mengaku menerima surat dari PPATK mengenai transaksi tersebut.

Sri Mulyani mengaku sempat berkomunikasi dengan Mahfud Md dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Mahfud sebelumnya mengungkapkan adanya transaksi janggal tersebut.

“Iya tadi saya juga berkomunikasi sama Pak Mahfud dan Pak Ivan ya dari PPATK pertama surat itu baru saya terima tadi pagi. Mengenai 300 triliun terus terang saya tidak lihat di dalam surat itu nggak ada angkanya, jadi saya nggak tahu juga dari mana angkanya,” kata Sri Mulyani, Kamis (9/3/2023).

Sri Mulyani akan berkomunikasi lebih lanjut dengan Mahfud dan Ivan Yustiavandana. Dia mempertanyakan cara perhitungan temuan Rp 300 triliun tersebut.

“Nanti saya akan kalau kembali lagi ke Jakarta saya akan bicara lagi dengan Pak Mahfud dan juga Pak Ivan (PPATK) angkanya tuh dari mana sehingga saya juga bisa punya informasi yang sama dengan Anda semuanya media dan masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga:  Mahfud Batalkan Semua Agenda Bukber, Kecuali Bersama Istri dan Staf Terdekat

Mahfud Duga Transaksi Rp 300 T Pencucian Uang

Kemudian, Mahfud Md menegaskan kembali soal ucapannya tentang dugaan transaksi janggal sejumlah Rp 300 triliun di Kemenkeu. Mahfud menyebut dirinya tak pernah mengaitkan hal tersebut dengan korupsi, melainkan pencucian uang.

“Tapi sebenarnya saya kan yang ngomong kan 300 triliun (rupiah) itu bicara tentang pencucian uang, bukan korupsi,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3).

Mahfud kembali menegaskan pernyataannya adalah ratusan pegawai Kemenkeu memiliki transaksi yang aneh. Dan, lanjutnya, diduga transaksi tersebut adalah bentuk pencucian uang.

“Coba dibuka lagi (pernyataan Mahfud sebelumnya), ada transaksi aneh yang melibatkan sekian ratus pegawai Kemenkeu yang diduga sebagai pencucian uang. Bukan korupsi,” lanjut dia.

PPATK Tegaskan Transaksi Rp 300 Bukan Hasil Korupsi

Kejanggalan transaksi ini pun akhirnya terjawab. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan transaksi Rp 300 triliun di Kemenkeu itu bukan dari korupsi oknum pegawai. Ivan mengatakan angka Rp 300 triliun itu merupakan dari kasus tindak pidana asal yang ditangani Kemenkeu.

“Perlu saya sampaikan bahwa seperti yang teman-teman pahami, Kementerian Keuangan adalah salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sehingga dengan demikian setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan maupun kasus yang berkait dengan perpajakan kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan. Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar yang kita sebut kemarin dengan Rp 300 triliun,” ujar Ivan dalam jumpa pers, Selasa (14/3/2023).

Akibat hal itu, Ivan menekankan transaksi janggal Rp 300 triliun bukan dari korupsi pegawai Kemenkeu. Ivan menyampaikan PPATK melakukan analisis dan menemukan angka ratusan triliun yang kemudian disampaikan ke Kemenkeu.

Baca Juga:  BKKBN Minta Seluruh KUA Tak Nikahkan Pasangan Tak Punya Sertifikat Elsimil

“Dalam kerangka itu perlu dipahami bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power ataupun adanya korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan, tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kementerian Keuangan yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami pada saat kami melakukan hasil analisis kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti,” tuturnya.

Dipertanyakan Wakil Ketua Komisi III DPR

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni masih mempertanyakan soal transaksi Rp 300 triliun di Kemenkeu yang tadinya dianggap janggal itu. Sahroni bingung mengapa isu tersebut tiba-tiba selesai dengan kesimpulan yang dianggap cepat.

“Ini publik sudah telanjur dibuat bingung oleh banyaknya narasi yang beredar. Jadi saya minta temuan ini tolong benar-benar diusut tuntas. Pun kalau sudah clear, para pemangku kepentingan punya tanggung jawab untuk buka kasus ini seterang-terangnya kepada publik. Kok bisa isunya tiba-tiba clear dan disimpulkan secepat itu?” ujar Sahroni dalam keterangannya, Rabu (15/3).

Sahroni mengatakan semestinya kasus ini dibuka seterang-terangnya kepada publik. Terlebih, narasi Rp 300 triliun sudah telanjur mengemuka di masyarakat.

Menurut Sahroni, dengan berakhirnya isu ini, ada penilaian di masyarakat seolah-olah kasus dihentikan. Ia juga menilai kasus ini bisa saja sebagai fitnah akibat data yang tidak akurat. Sahroni meminta kejelasan.

“Dua hal yang saya soroti dari temuan besar ini. Pertama, jangan sampai karena telanjur mendapat perhatian yang begitu besar, kasus ini jadi seakan-akan ‘dihentikan’. Kedua, lebih mengerikan lagi kalau ternyata kasus ini jadi sekedar fitnah akibat informasi awal yang kurang akurat. Sebab efek dari narasi ini telah berimbas langsung kepada suatu lembaga,” ungkapnya.

Sumber: detiknews

Berita Terkini

Haba Nanggroe