JAKARTA | ACEHHERALD.COM – Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema datang ke sepakbola Arab Saudi. Keduanya menjadi bagian dari ‘taktik’ Arab Saudi menguasai dunia.
Benzema menjadi daftar terbaru bintang sepakbola yang merapat ke Arab Saudi. Penyerang Prancis itu bergabung dengan Al Ittihad, usai kontraknya di Real Madrid habis.
Kabarnya, Benzema mendapat gaji senilai 200 juta Euro per tahun, atau senilai Rp 3 triliun lebih. Angka itu belum termasuk bonus dan tambahan lainnya.
Benzema menyusul Cristiano Ronaldo, yang sudah dulu datang ke Arab Saudi. Pemain Portugal itu juga menerima tawaran bermain untuk Al Nassr, dengan gaji yang luar biasa besar.
Lionel Messi juga sempat ingin direkrut Al Hilal. Gaji 400 juta Euro per tahun siap berikan, namun pemain Argentina itu lebih memilih pindah ke Inter Miami.
Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema memang menjadi bagian dari proyek besar-besaran Arab Saudi membangun sepakbola. Jauh lebih dari itu, Ronaldo dan Benzema menjadi ‘penyerang’ dalam taktik sepakbola Arab Saudi menjadi negara adidaya di dunia.
Dari Qatar, China, kini Arab Saudi
Melansir The Athletic, taktik Arab Saudi berinvestasi besar-besaran di sepakbola juga terkait Visi 2030. Salah satu tujuan Arab Saudi adalah membuat diversifikasi ekonomi, salah satunya lewat permainan paling populer itu.
Cara itu sedianya sudah pernah diterapkan China dan Qatar. China sempat menjadikan Liga Super China proyek besar guna mewujudkan impian menjadi salah satu kekuatan dunia pada 2050.
Dalam perjalanannya, bintang-bintang top Eropa didatangkan. Upaya itu menjadi faktor penunjang tiga target utama, yakni lolos ke Piala Dunia, menjadi tuan rumah Piala Dunia, dan menjadi juara Piala Dunia.
Namun, proyek itu runtuh perlahan. Wabah COVID-19 membuat banyak raksasa sepakbola China runtuh. Beberapa skandal terbongkar, dan proyek naturalisasinya berantakan.
Sementara Qatar, lewat Qatar Sports Investment, menjadikan olahraga sebagai investasi negara. Proyek yang dijalankan Qatar itu masih berjalan sampai saat ini.
QSI bisa mengakuisisi Paris Saint-Germain dan mendatangkan bintang-bintang top seperti Neymar, Kylian Mbappe, serta terakhir Lionel Messi. Selain itu, Qatar juga sukses menggelar Piala Dunia 2022 tahun lalu, yang dimenangkan Argentina.
Sementara Arab Saudi, proyek sukses pertamanya di sepakbola bisa dibilang adalah mengakuisisi Newcastle United pada 2021. Lewat Public Investment Fund (PIF), lembaga kekayaan negaranya, PIF menjadi pemilik klub Liga Inggris itu, meski ditentang dengan isu Hak Asasi Manusia.
Dan yang terbaru adalah PIF baru saja mengakuisisi empat klub top Arab Saudi. Al Hilal, Al Ittihad, Al Nassr, dan Al Ahli baru saja diakuisisi PIF, dengan kontrol mencapai 75 persen.
Upaya Arab Saudi bangkit lewat olahraga sudah dimulai sejak 2018. Banyak ajang olahraga bergengsi digelar di negaranya dari tinju, reli dakar, Formula 1, golf, dan tentunya sepakbola.
Momen itu bersamaan dengan banyak dugaan keterlibatan Arab Saudi dalam beberapa hal. Mulai dari Perang Yaman hingga pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis Washington Post.
Arab Bisa Sukses Jalankan ‘Taktik’ Sepakbolanya?
Meski begitu, Arab Saudi dinilai bisa saja sukses menjalakan taktik ini, tak seperti China dan lebih baik dari Qatar. Ada beberapa alasannya.
Wael Jabir, koresponden Athletic di Arab Saudi, menilai sepakbola cukup populer di Arab Saudi, tidak seperti di Qatar dan China.
“Di Arab Saudi, ini sangat berbeda. Anda melihat klub seperti Al Hilal, yang sudah menjadi salah satu daro 10 klub dengan pengikut terbanyak di Twitter. Arab Saudi juga berusaha untuk menarik pariwisata. Mereka mencoba melakukan segala macam hal lain yang terkait dengan ini, dan itulah yang mungkin memberikan lebih banyak peluang untuk sukses,” kata Jabir.
Selain itu, sepakbola ini juga dinilai menjadi bagian dari upaya Arab menjadi lebih liberal. Setelah dicap negara konservatif, Arab Saudi mulai membuka diri dengan banyak perubahan.
“Kami melihat perubahan nyata dari warisan konservatif ke begitu banyak hal, misal dalam hal wanita dapat mengemudi, wanita pergi ke stadion, partisipasi wanita dalam dunia kerja. Saya pribadi bekerja di kantor yang terdiri dari enam orang, dua di antaranya adalah perempuan Saudi. Dan ini adalah sesuatu yang tidak pernah terdengar bahkan 10 tahun yang lalu,” ungkap Jabir.
Salah satu ganjalan Arab Saudi sendiri adalah kasus HAM yang terus disuarakan. Pembunuhan Jamal Khashoggi menjadi noda dalam upaya Arab Saudi membangun reputasi. Sepakbola dinilai menjadi cara Arab Saudi menjalankan sportswashing atau menjernihkan reputasi negara atas berbagai pelanggarannya lewat sepakbola.
Arab Saudi kerap dikecam negara-negara Barat terkait HAM, mulai dari kasus Jamal Khashoggi hingga aturan ketat terkait LGBTQ+. Di satu sisi, dana Arab Saudi juga mengalir deras ke banyak negara, yang juga sedianya menerima kritikan serupa.
“Apakah kita menganggap olahraga lebih berharga dalam beberapa hal, sehingga tidak boleh disusupi dengan cara ini oleh negara-negara yang juga menerima kritik? Atau hanya sekadar bisnis?” tanya Adam Crafton dari Athletic.
Biar bagaimana pun, taktik sepakbola Arab Saudi memang tak mulus-mulus amat. Masih ada banyak pertanyaan perihal akuntabilitas dan hal-hal lain yang masih menjadi pertanyaan soal negara Arab Saudi itu sendiri.
Sumber: sport.detik.com