
KABUL | ACEH HERALD–
Sosok Zarifa Ghafari jadi sorotan setelah Taliban merebut Afghanistan. Penyebabnya adalah ucapan wali kota perempuan pertama di Afghanistan yang pasrah jika dibunuh Taliban.
Rezim Taliban di masa lalu memang dikenal membatasi peran wanita. seperti dilansir BBC, Taliban juga pernah memperkenalkan atau mendukung hukuman yang sejalan dengan penafsiran mereka akan hukum Syariah, seperti eksekusi di depan umum terdakwa pembunuhan dan pezina (rajam) dan potong tangan bagi mereka yang diputuskan bersalah karena pencurian.
Para pria diharuskan menumbuhkan jenggot, sedangkan para perempuan diwajibkan mengenakan burka yang menutup seluruh tubuh.
“Saya duduk di sini menunggu mereka untuk datang. Tidak ada seorang pun yang datang membantu saya atau keluarga saya. Saya hanya duduk bersama keluarga saya dan suami saya. Dan mereka akan datang ke orang-orang seperti saya dan membunuh saya,” tuturnya.
Perempuan berusia 29 tahun ini mengungkapkan tidak bisa pergi dari Afghanistan dan meninggalkan keluarganya. Lagipula, dia juga mengaku tidak tahu akan pergi ke mana.
Siapa Zarifa Ghafari
Zarifa Ghafari merupakan perempuan yang pertama kali menjadi wali kota di Afghanistan, tepatnya di Maidan Shahr. Dia didaulat menjadi wali kota pada tahun 2018 lalu.
Zarifa Ghafari membubuhkan sejarah lantaran menjadi perempuan pertama dan termuda yang menjadi wali kota di Afghanistan.
Setelah pengangkatannya, Ghafari berkampanye untuk meningkatkan hak-hak perempuan di Afghanistan. Namun, dia menghadapi ancaman pembunuhan dari Taliban dan ISIS atas pekerjaannya.
Awal Mula Zarifa Ghafari Jadi Wali Kota
Seperti dilansir New York Times, Rabu (18/8/2021) Zarifa Ghafari merupakan putri pasangan guru dan seorang pasukan khusus Afghanistan. Ghafari merupakan lulusan sarjana ekonomi di India.
Selain kuliah, Ghafari juga merupakan wirausaha, ia sempat memiliki sebuah stasiun radio populer yang ditujukan untuk wanita di Wardak.
Saat kembali ke India untuk melanjutkan pendidikan master, Ghafari ditelpon seorang temannya. Saat itu disebutkan Presiden Ashraf Ghani mengumumkan di Facebook bahwa Ghafari telah ditunjuk sebagai walikota Maidan Shar.
“Tetapi ketika saya melakukannya, saya tahu saya ingin berada di sini dan mencoba mengubah masyarakat,” sambung Zarifa Ghafari.
Janji Taliban soal Perempuan
Kelompok Taliban memberikan indikasi pertama sejak kembali berkuasa di Afghanistan bahwa mereka tidak akan mewajibkan burqa untuk wanita, seperti yang mereka lakukan saat terakhir berkuasa di negara itu. Wanita-wanita di Afghanistan hanya akan diminta untuk memakai hijab.
Seperti dilansir AFP, Rabu (18/8/2021), saat Taliban berkuasa tahun 1996-2001 silam, sekolah-sekolah untuk perempuan ditutup, kemudian wanita dilarang bepergian dan bekerja, serta diwajibkan memakai burqa di tempat umum.
“Burqa bukan satu-satunya hijab yang bisa dikenakan, ada jenis hijab yang berbeda, tidak terbatas pada burqa,” ucap juru bicara kantor politik Taliban di Doha, Qatar, Suhail Shaheen, kepada media Inggris, Sky News.
Namun Suhail Shaheen tidak menjelaskan lebih spesifik soal jenis hijab yang akan bisa diterima oleh Taliban.
Selain kekhawatiran soal pakaian, sejumlah negara dan kelompok HAM internasional juga membahas kekhawatiran soal nasib pendidikan bagi perempuan di Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban. Namun Suhail Shaheen juga berusaha memberikan jaminan untuk topik ini.
“(Wanita) Bisa mendapatkan pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi — yang berarti universitas. Kita telah mengumumkan kebijakan ini dalam konferensi internasional, konferensi Moskow dan di sini dalam konferensi Doha (soal Afghanistan),” ucapnya.