UE Kembali Perangi Sawit Secara Terbuka

JAKARTA I ACEHHERALD.com- UNI Eropa (UE) akhirnya membuktikan sesumbar mereka untuk ‘memerangi’ komodity sawit, sebagai bagian upaya licik melindungi komodity minyak nabati produk mereka, berupa minyak bunga matahari, kanola dan kedelai. Langkah frontal yang ditempuh sejumlah produsen makanan dan minuman asal Eropa adalah dengan mencantumkan label bebas minyak sawit atau Palm Oil Free (POF), pada … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar saat mengisi acara #INApalmoil Talkshow

JAKARTA I ACEHHERALD.com-

UNI Eropa (UE) akhirnya membuktikan sesumbar mereka untuk ‘memerangi’ komodity sawit, sebagai bagian upaya licik melindungi komodity minyak nabati produk mereka, berupa minyak bunga matahari, kanola dan kedelai.

Langkah frontal yang ditempuh sejumlah produsen makanan dan minuman asal Eropa adalah dengan mencantumkan label bebas minyak sawit atau Palm Oil Free (POF), pada produk mereka.

Kebijakan ini jelas sangat kontraproduktif bagi upaya Indonesia dan Malaysia sebagai produsen sawit terbesar dunia yang kini gencar mempromosikan sekaligus memasarkan sawit mereka.

 

Data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan, tahun 2018 saja, ekspor sawit Indonesia berupa crude palm oil (CPO) ke daratan Eropa sebanyak 4,8 juta ton. Satu angka yang sangat fenomenal.

Invasi sawit yang memang lebih digemari masyarakat Eropa itu membuat pasar minyak nabati produk petani Eropa seperti sun flower, rapased hinga minyak kedelai, terhimpit.

Parlemet Eropa malah pernah menyatakan tahun 2030, zero sawit di Eropa, terutama untuk biofuel.

Jelas saja hal ini sangat menyakitkan pemerintah Indonesia yang gencar mempromosikan sawit.

Langkah yang dilakukan produsen makanan dan minuman asal Uni Eropa tadi, jelas kental nuansa kampanye hitam. Karena dipastikan ada kepentingan dagang terselubung. Dalam hal ini mematikan komoditas sawit Indonesia di pasar global.

Untuk itu, pemerintah Indonesia akan berkoordinasi dengan Pemerintah Malaysia untuk memantau perkembangan isu tersebut dan siap melakukan protes ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) apabila kondisi tersebut dianggap semakin membahayakan.

Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan, POF merupakan label yang dicantumkan pada sebuah produk, baik makanan maupun obatobatan, dan kini produk dengan label POF sudah banyak beredar, termasuk di Indonesia khususnya untuk produk impor. Kebanyakan produk dengan label POF itu memang hasil impor terutama dari Eropa.

“Kita belum tahu secara detail apakah pencantuman label tersebut merupakan inisiatif Eropa atau memang dari pihak lain. Yang jelas, pencantuman POF ini bisa merusak keberlangsungan pasar sawit Indonesia, baik di global maupun domestik. Pelabelan ini juga termasuk kampanye hitam untuk melawan produk kelapa sawit,” kata Mahendra dalam seminar daring bertajuk Misleading Food Labeling Threaten Palm Oil Market di Jakarta, Rabu (16/9/2020).

Baca Juga:  Bekerjasama Dengan PPI, Disdagperinkop UKM Aceh Selatan Salurkan Minyak Goreng Curah

Mahendra menuturkan, apabila pencantuman label POF ini, diteruskan maka akan berdampak negatif pada masa depan sawit Indonesia. Mengingat Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia. Untuk itu, pelabelan POF tidak boleh dibiarkan. Terkait pencantuman label POF pada produk makanan dan obat-obatan itu, Kementerian Luar Negeri berupaya terus memantau perkembangannya dan berkoordinasi dengan Malaysia.

Jika dinilai sudah membahayakan maka Indonesia akan mengambil sikap dan menuliskan surat protes ke WTO. “Pemerintah tidak akan tinggal diam dan terus memantau perkembangan tentang sawit Indonesia dan segala bentuk kampanye hitam yang dibuat, termasuk dengan label POF. Ingat, banyak pihak yang iri dengan sawit Indonesia sehingga terus mencari cara agar sawit ditolak karena sawit Indonesia memang kualitasnya baik dan banyak manfaatnya,” jelas dia.

Pencantuman POF ini, sejatinya bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah PBB, menerbitkan artikel tentang Nutrition Advice for Adults pada Mei 2020. Dalam artikel tersebut, mengajak orang dewasa tidak mengkonsumsi sawit.

Atas terbitnya artikel tersebut, WHO mendapatkan kritikan terutama dari negara produsen sawit. Dan, pemerintah Indonesia secara resmi telah melayangkan surat protes kepada WHO, Hanya saja, sampai sekarang ini, WHO masih santai. Katanya akan merevisi namun lamban sekali.

Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun mengatakan, organisasi dunia baik WHO maupun WTO seharusnya bersikap lebih fair dan tidak berpihak kepada satu negara. Apabila memang sawit Indonesia ditolak di Eropa maka cukup Eropa saja yang bertindak, sikap WHO dan WTO sebaiknya berada di tengah dan lebih adil, serta harus memberikan solusi.

“Industri sawit merupakan industri prioritas dan di tengah pandemi Covid-19 ini industri sawit masih bisa tumbuh berkembang dan menyerap tenaga kerja. Kami selalu siap mendukung pemerintah dan berada di garda terdepan membelanya,” ujar Derom.

Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tegas akan melawan berbagai macam bentuk kampanye hitam terhadap kelapa sawit Indonesia. Seperti disampaikan Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Reri Indriani, BPOM sudah melarang produk makanan atau obat obatan yang memiliki label POF, beredar di Indonesia.

Baca Juga:  Tersangka Pemerkosa Anak Kandung, Tewas Dikeroyok di Sel

Larangan yang dikeluarkan BPOM ini, kata dia, merupakan bentuk dukungan terhadap sawit Indonesia, dan tidak melanggar ketentuan internasional.

Reri mengatakan, BPOM akan melakukan pengawasan yang super intensif terkait pencantuman POF ini, baik untuk produk yang beredar di pasar ibukota maupun daerah. “BPOM juga hadir dan siap membela sawit Indonesia karena pencantuman POF sama saja menurunkan daya saing produk sawit Indonesia,” ujar dia.

Bagi UMKM yang berani mencantumkan POF maka akan diberikan sanksi pembinaan dan bagi perusahaan besar akan diberikan sanksi administratif. Pencantuman label POF ini memang hilang timbul, pernah muncul pada 2016 kemudian hilang dan muncul lagi pada tahun ini.

Sementara itu, berdasarkan kajian Sinar Mas Agribusiness and Food, minyak sawit mempunyai banyak kegunaan dan sudah menjadi kebutuhan hidup manusia, hampir semua produk yang dibeli di supermarket berbahan dasar minyak sawit. Di mana, minyak sawit juga menjadi komoditas unggulan ekspor dan menjadi penyumbang devisa terbesar dan penyerap tenaga kerja cukup signifikan. Indonesia dikenal sebagai produsen sawit terbesar di dunia karena kualitas yang dihasilkan sudah tidak diragukan lagi. Minyak kelapa sawit mempunyai beberapa karakteristik yaitu halus dan lembut.

Sawit juga membutuhkan lahan yang sangat efisien, jika tanaman lain membutuhkan banyak lahan maka kelapa sawit cukup lahan yang sempit. Kajian itu juga menyebutkan, minyak sawit juga bebas dari lemak trans yang berbahaya dan merupakan sumber utama kolestrol tinggi dan berkaitan dengan penyakit jantung.

Beberapa hasil produk minyak sawit yang sudah banyak dinikmati adalah cokelat dan selat cokelat, secara alami minyak kelapa sawit tidak memiliki rasa dan tidak menghasilkan bau dan mempunyai tekstur halus dan lembut dan banyak dijadikan bahan dasar untuk cokelat dan selai. Minyak kelapa sawit juga banyak dijadikan untuk membuat lipstik karena mempunyai kemampuan menahan warna dan tidak akan meleleh.

 

PENULIS               : */NURDINSYAM

Berita Terkini

Haba Nanggroe