BLANGPIDIE I ACEHHERALD.com – Dugaan ‘main kaki’ Penjabat (Pj) Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Ir. Sunawardi, M.Si., terhadap salah seorang petugas honorer pemadam kebakaran (Damkar) pada BPBK setempat yang sempat menjadi trending topic pemberitaan.
Peristiwa nan langka itu terjadi saat sang Pj Bupati melancarkan inspeksi mendadak (sidak) di Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten (BPBK) Abdya pada tanggal 29 Agustus lalu.
Aksi yang dinilai terlalu berani itupun membuat banyak pihak tersentak, kemudian meradang. Penyesalan, malah kecaman keras atas tindakan ‘anarkis’ tersebut datang bertubi-tubi dari tokoh masyarakat, politisi, LSM, lembaga bantuan hukum dan pihak lainnya.
Yusri (55), pegawai honorer Damkar yang saat itu tidak menerima harkat dan martabatnya dilecehkan, kemudian atas dorongan rekan rekan kerjanya, kasus itupun berujung ke laporan polisi di Polres Abdya yang dibuat tanggal 30 Agustus lalu.
Penjabat baru yang berasal dari Kutacane, Aceh Tenggara, itu sepertinya tidak pernah menyangka kalau aksi berani yang dilakukannya mendapat reaksi sangat keras.
Sunardi, termasuk seberani Yusri menempuh jalur hukum dibicarakan seantero negeri Abdya, malah sampai di luar daerah. Peristiwa tersebut akhirnya viral.
Namun, drama ‘main kaki’ yang dipertotonkan pejabat publik yang baru bertugas kurang dari dua pekan di Abdya, itu sepertinya hanya bertahan selama tiga hari. Tiba-tiba, Minggu (1/9/2024) malam, terbetik kabar kalau Sunawardi dan Yusri sudah berjabat tangan dan saling berangkulan dalam sebuah acara perdamaian yang digelar secara mendadak di pendopo bupati.
Saat itu, Sunawardi mengakui kesalahan dan kekhilafannya, lalu secara terbuka meminta maaf kepada bawahan yang telah ‘disakiti’ itu.
Yusri pun memaafkan pihak atasan. Malah dia juga meminta maaf kepada pihak atasan. Seperti di awal peristiwa, moment perdamaian itupun menjadi ‘rebutan’ pemberitaan awak media.
Usai berjabat tangan disertai saling berangkulan, dilanjutkan penandatanganan surat perdamaian. Surat ini memang sangat dibutuhkan untuk mencabut laporan polisi yang telah dibuat Yusri.
Rencana DPRK Abdya memanggil Pj Bupati, Sunawardi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digagas beberapa ‘anggota yang terhormat’ di DPRK hanya tinggal isu tidak menjadi kenyataan dengan lahirnya surat perdamaian dimaksud.
Sunawardi pun yang sempat terpojok setelah peristiwa tersebut ‘meledak’, barang kali bisa bernafas lega, karena laporan polisi tidak berlanjut dengan alasan sudah damai. Rencana DPRK menggelar RDP akhirnya menjadi mentah kembali.
Singkat cerita, peristiwa menghebohkan itupun berakhir sudah alias tutup buku. Namun, peristiwa pahit yang pernah dialami Yusri, barang kali menjadi kenangan buruk sepanjang hidupnya. Malah, dalam peristiwa ini, beredar rumors kalau Yusri tidak berdaya menghadapi desakan agar kasus tersebut diselesai melalui jalur perdamaian.
Lalu, bagaimana tanggapan praktisi hukum atas perdamaian antara Sunawardi dengan Yusri. “Penyelesaian akhir peristiwa tersebut (ending) kurang bagus,” kata Suhaimi, N, SH Ketua YARA (Advokasi Rakyat Aceh) Abdya-Aceh Selatan kepada Aceh Herald.com, Senin (2/9/2024) malam.
Seseorang yang telah berbuat salah, kemudian menyadarinya dan secara tulus meminta maaf adalah perbuatan terpuji. Memberi maaf juga perbuatan mulia. Tapi penyelesaian berupa perdamaian antara Sunawardi dengan bawahannya Yusri dimata Suhaimi N, endingnya kurang bagus, kalau tidak mau disebut dipaksakan.
“Jika Pj Bupati jujur mengakui kesalahannya, bukankah lebih baik meminta maaf dengan cara mendatangi rumah kediaman Yusri. Tapi, faktanya, adalah sebaliknya, Yusri sebagai korban datang ke pendopo untuk memberi maaf, sekaligus meminta maaf. Ini yang saya maksud endingnya kurang elok,” kata Suhaimi, N, SH.
Bukankah lebih terhormat, tambahnya, jika Sunawardi bersedia datang ke rumah korban, sekaligus bisa melihat langsung kondisi perekonomian bawahannya yang seorang pegawai honorer, sekaligus bersilaturrahmi dengan anak istrinya. “Kalau saja bersedia mendatangi rumah yang bersangkutan barang kali bisa dilihat kehidupan yang sebenarnya,” ungkap Ketua YARA.
Kalaupun tidak bisa datang ke rumah dengan pertimbangan tertentu, acara perdamaian seperti itu bukankah sebaiknya tidak digelar di pendopo, melainkan bisa dipilih di Kantor BPBK Abdya, sehingga tidak ada pihak yang merasa menang dan kalah.
“Melihat hal janggal seperti itu, acara perdamaian yang sudah digelar di pendopo Bupati itu hanya formalitas saja dalam upaya melahirkan selembar surat perdamaian yang memang sangat dibutuhkan untuk mencabut laporan polisi sehingga peristiwa menghebohkan itu tidak diproses lebih lanjut. Demikian juga isu tentang rencana DPRK menggelar RDP bisa diredam,” tandas Suhaimi.
Ketua YARA tersebut bisa memahami kehadiran pejabat pemerintah di acara perdamaian yang sudah terjadi. Seperti kehadiran Ketua DPRK, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Kabag Umum, Camat Blangpidie, Keuchik Gampong Geulumpang Payong, Keuchik Gampong Kuta Tinggi, termasuk Kabid Pencegahan Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Bencana pada BPBK serta sejumlah petugas Damkar.
Kehadiran mereka bisa dipahami karena barangkali mereka terpanggil untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi sang pimpinan daerah. Tapi dari informasi yang diperolehnya bahwa prosesi perdamaian yang sudah digelar juga dihadiri politisi dan salah seorang pengusaha ternama di Abdya.
“Jika benar politisi dan pengusaha turun tangan dalam acara perdamaian itu, jangan-jangan merupakan upaya cari muka kepada sang pimpinan daerah itu untuk memperoleh keuntungan setelah tampil sebagai pahlawan perdamaian,” tandas Suhaimi.
Diberitaan media ini bahwa isu dugaan ‘main kaki’ Pj Bupati Abdya Sunawardi terhadap stafnya, serta rangkaian tindakan kurang terpuji lainnya saat melakukan inspeksi mendadak terus menggelinding bak bola salju.
Belakangan bertiup rumors, beberapa kalangan meminta Mendagri mencopot Sunawardi, untuk menghindari efek balik yang lebih fatal, mulai dari pembangkangan hingga malah serangan fisik terhadap Sang Pj Bupati, jika kembali terjadi penunjukan sikap arogan dari Sunawardi.
Sementara itu, Ketua YARA (Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), mendesak Pimpinan DPRK Abdya segera memanggil Pj Bupati, Sunawardi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mengetahui secara persis insiden tersebut.
<span;>Termasuk mencabut dukungan terhadap pejabat yang baru bertugas selama sekitar dua pekan di Abdya itu.
“RDP sangat mendesak digelar sebagai bentuk tanggungjawab Pimpinan DPRK yang telah mengusulkan Sunawardi kepada Mendagri (Menteri Dalam Negari) sebagai Pj Bupati Abdya,” tegas Ketua YARA Abdya dan Aceh Selatan, Suhaimi, kepada Aceh Herald.com, Minggu (1/9/2024).
Keputusan Mendagri menetapkan Sunawardi (satu dari tiga nama yang diusulkan) sebagai Pj Bupati Abdya, tidak terlepas dari kebijakan DPRK yang sepertinya tak paham karakter yang bersangkutan.
Penulis: Zainun Yusuf (Aceh Barat Daya)