Redenominasi Bikin Tabungan di Bank Menyusut Gak Nih?

JAKARTA | ACEHHERALD.COM – Generasi baby boomer atau yang juga kerap dikenal sebagai generasi kolonial turut buka suara ihwal kembali munculnya rencana redenominasi. Rencana redenominasi melalui penerbitan RUU Redenominasi termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Jaya (71), mantan pegawai PNS yang CNBC Indonesia temui di kawasan Kemayoran, … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD.COM – Generasi baby boomer atau yang juga kerap dikenal sebagai generasi kolonial turut buka suara ihwal kembali munculnya rencana redenominasi.

Rencana redenominasi melalui penerbitan RUU Redenominasi termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

Jaya (71), mantan pegawai PNS yang CNBC Indonesia temui di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, bercerita sempat mengalami masa redenominasi juga pada periode 1965.

Saat itu, ia mengaku tabungan yang ia peroleh dari hasil pemberian orang tuanya yang merupakan seorang tentara seketika tak bernilai, karena nilainya terpangkas redenominasi.

“Tabungan dulu berapa tuh di pos, enggak pernah diambil dibiarin aja, akhirnya enggak ada nilainya. Kan sama aja,” kata Jaya kepada CNBC Indonesia.

Apalagi, redenominasi pada masa pemerintahan Presiden Soekarno itu menurut kesaksiannya tak membuat nilai tukar rupiah menguat dan meredam inflasi yang sudah berubah menjadi hiperinflasi.

“Jadi nilainya harus yang dikuatkan, bukan memotong-motong, yang kayak sen (cent) gitu punya nilai enggak sekarang? baru orang percaya ke rupiah,” ujar Jaya.

Reny (62) juga mengaku tak setuju jika redenominasi diterapkan. Ia khawatir hanya akan membuat transaksi di pasar rumit karena para pedagang asal membulatkan harga barang, tanpa merincikan besarannya di bawah Rp 100 perak.

“Biasanya kan begitu aja kan, orang di warung-warung aja Rp 500, ah digenapin saja lah. jadi mereka genap-genapin gitu aja nanti, jadi enggak setuju,” tutur Reny.

Lain cerita dengan kalangan generasi milenial, mayoritas dari mereka setuju redenominasi diterapkan karena akan membuat nominal rupiah semakin sederhana dan terlihat efisien dibanding mata uang lain.

“Kalau saya sendiri lebih senang sih, kayak ringkas aja, soalnya kalau lihat value ribuan terkesannya kayak harga rupiah anjlok banget yah, karena kan perbandingannya kayak US$ 1 dengan Rp 15.000,” tutur Icha (30), ditemui di tempat terpisah.

Baca Juga:  Tidak Bisa Ditukar, Ini Nasib Uang Ratusan Juta Kakek Sarneli

Ade Putra (30) yang juga memiliki usaha Mie Aceh Pondok Bangladesh menyatakan hal yang sama. Menurutnya, tak akan ada masalah ketika redenominasi. Ia mengaku siap mengubah tampilan harga di daftar menu bisnisnya jika redenominasi diterapkan karena terlihat lebih sederhana.

“Menurut saya sih enggak ada masalah. Not a big deal, dulu zaman Soekarno juga sudah pernah, cuma kalau dulu kan alasannya karena inflasi,” ujar Ade.

Sebagai informasi, dikutip dari siaran pers BI tertanggal Agustus 2010 saat munculnya kajian soal redenominasi, disebutkan bahwa Redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.

Redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran atau uang. Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Sumber: cnbcindonesia.com

Berita Terkini

Haba Nanggroe