ACEH memiliki potensi wisata alam yang terlengkap, mungkin di tingkat dunia. Selain mempunyai keindahan pantai yang mempersona dengan pasir yang indah, juga memiliki kawasan pergunungan dengan panorama alamnya yang luar biasa. Di samping itu, Aceh dengan sekitar 5,4 juta penduduknya juga dikarunia sejumlah satwa liar, ada gajah, harimau, singa, dan buaya yang kesemuanya bisa olah … Read more
Berwisata bersama gajah di hutan Aceh. Foto Kisswoyo?For AcehHerald.com
ACEH memiliki potensi wisata alam yang terlengkap, mungkin di tingkat dunia. Selain mempunyai keindahan pantai yang mempersona dengan pasir yang indah, juga memiliki kawasan pergunungan dengan panorama alamnya yang luar biasa.
Di samping itu, Aceh dengan sekitar 5,4 juta penduduknya juga dikarunia sejumlah satwa liar, ada gajah, harimau, singa, dan buaya yang kesemuanya bisa olah dan dikelola menjadi obyek wisata yang mampu meningkat pendapatan masyarakat Aceh.
Po Meutah adalah nama lain untuk menyebut gajah di Aceh. Gajah salah satu hewan berbelalai yang bisa dijinakkan. Paket naik gajah dan mandi gajah yang tersebar di beberapa titik di Aceh, bisa dijual sebagai paket wisata yang menarik bagi turis yang mengunjungi Tanah Rencong.
Di Aceh, di sejumlah daerah memiliki kawasan gajah dan sebagian di antaranya sudah jinak. Bahkan, gajah yang digelah Po Meurah, bukan hanya sudah jinak. Tapi juga ada yang sudah melakukan berbagai atraksi. Di antaranya sepakbola gajah.
Atraksi menarikitu, sebelumnya bisa disaksi di Lhok Asan (Aceh Utara), Saree Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, Sampoiniet Aceh Barat, dan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur.
Keterangan yang dihimpun AcehHerald.com, selain di sejumlah daerah tersebut, ternyata populasi gajah liar juga banyak berkembang di kawasan Aceh Tengah.
Di daerah dingin Tanah Gayo, Kepala RKW 7 BKSDA Wilayah Aceh Tengah, Saidi, mengakui pertumbuhan dan angka kelahiran gajah dinilai sangat tinggi.
Hewan bertubuh besar yang dalam bahasa Gayo sering disebut “Abang Kul = Abang yang paling tua” dulu jumlah ini jumlahnya hanya sekitar 26 ekor saja. Namun saat ini, dalam kurun waktu sekitar 10 tahun, jumlah populasi gajah liar di Aceh Tengah yang menetap di kawasan Kampung Karang Ampar, Kecamatan Ketol sudah mencapai 40 an ekor lebih.
Hal ini, kata Saidi membuktikan angka pertumbuhan kelahiran gajah di daerah dingin cukup signifikan. “Ini merupakan suatu progres pengembangbiakan yang lumayan pesat bagi populasi gajah liar tersebut,” ujar Saidi.
Memandi gajah, salah satu obyek wisata di Aceh adalah memandikan gajah bersama keluarga. Foto Kiswoyo/For AcehHerald.com
Akibat pertumbuhannya yang begitu pesat, sehingga kehadiran gajah sempat menimbulkan konflik dengan petani dan penduduk sekitar yang menjadi daerah lintasan gajah. Sebab, gajah-gajah liar itu butuh makan dan mereka terpaksa merambah makanan ke areal perkebunan, pertanian, dan bahkan hingga ke perkampungan penduduk.
Gajah selain bisa dikelola hingga menjadi sumber pendapatan bagi petani dan pawang gajah di Aceh, binatang yang mempunyai gading itu, juga sering berkonflik dengan manusia, terutama warga yang berkebun di areal pinggir huta Bukit Barisan.
Kalau sudah berkonflik dengan manusia, sejumlah pawang dengan gajah penjinak yang terlatih diterjunkan ke daerah-daerah gangguan. Selain melibatkan sang pawang, masyarakat area perkebunannya menjadi sasaran gajah liar, mereka kemudian melakukan pengusiran paksa menggunakan ledakan petasan dan sebagainya.
Namun demikain, gajah-gajah yang tersebut satwa dilindungi, masih aman dan nyaman dalam berkembang biak dalam melahirkan anaknya di hutan-hutan Aceh. Bahkan, dua tahun silam sejumlah gajah penjinak yang berada di Saree Kecamatan Lembah Seulawah sempat melahirkan anaknya di kamp penampungan gajah.
Selain memilik sisi positifnya, gajah yang bisa bersahabat dengan manusia, juga kadang-kadang sempat berkonflik. Sehingga areal perkebunan rakyat, bahkan kebun kelapa sawit yang tersebar hampir di seluruh Aceh sempat diobak-abriknya.
Menurut pria yang mengaku bekerja di BKSDA selama hampir 25 tahun, dengan semakin besarnya populasi gajah liar di kawasan tersebut, dapat dipastikan intensitas konflik antara gajah dengan masyarakat sekitar semakin tinggi dan bisa berdapampak pada jumlah korban jiwa akibat dari konflik tersebut.
enikmati keindahan alam Aceh dengan berkelana di hutan sambil menunggangi Po Meurah. Foto Kisswoyo/For AcehHerald.com
“Aceh Tengah merupakan kawasan yang sangat subur bagi gajah untuk berkembang biak. Dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah pertambahan populasinya hampir mencapai 45 % dari jumlah awal. Dan hal itu terjadi di tengah konflik antara kawanan gajah dan masyarakat,” ujar Saidi yang ditemui Acehherald.com, Senin, (7/3/22).
Lebih lanjut Saidi menjelaskan, konflik antara “Poe Meurah =Sebutan gajah dalam bahasa Aceh” dengan masyarakat ini terjadi akibat menipisnya jumlah area kawasan gajah tersebut yang terjadi akibat pembukaan lahan dalam sekala besar.
Sehingga kawanan gajah tersebut merasa terganggung karena mereka akan kehilangan tempat berlindung dan juga sumber makanannya yang semakin sempit. Akibatnya, kawanan gajah melakukan migrasi dan ini dalam proses migrasi tersebut mereka menemukan area kawasan kebun penduduk yang menyajikan tanaman-tanaman yang dapat mereka jadikan sebagai makanan.
Warga Kampung Karang Ampar, Bahri Aman Putroe, kepada Acehherald untuk mengatasi konflik gajah dengan manusia, pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat segera mengambil tindakan guna mengantisipasi konflik berkepanjangan antara gajah liar dan masyarakat.
Untuk menghindari konflik gajah dengan manusia, Aman Putroe menyarakan hendaknya Pemerintah membebaskan lahan sekitar seratusan hektar untuk dijadikan kawasan penangkaran gajah liar. Dengan demikian, disamping melestarikan populasi satwa dilindungi tersebut, penangkaran gajah tersebut juga merupakan langkah efektif menghentikan konflik antara gajah liar dan masyarakat yang sudah sejak lama terjadi.(adv)