JAKARTA | ACEHHERALD.COM — Salah satu warga negara Indonesia (WNI) di Sudan mengungkapkan kengerian menjadi saksi saat perang meletus antara pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan militer negara Afrika utara itu pada pekan lalu.
Pelajar Indonesia yang sedang mengenyam pendidikan di University of Africa di Khartoum, Sabiq, menceritakan peluru nyasar sempat menghantam kamp tempat mahasiswa Indonesia berlindung. Ia mengatakan kawasan kampusnya sempat menjadi titik pertempuran sengit RSF dan militer Sudan.
“Kalau terdampak Alhamdulillah enggak, cuma peluru nyasar saja. Hampir 3×24 jam kita dengar suara tembakan ledakan dan suara pesawat tempur lewat,” kata Sabiq saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/4) malam.
“Kemarin ada peluru yang jatuh ke tempat pengungsian kita dan mengenai teman saya. Alhamdulillah dia tidak kenapa-kenapa, hanya luka ringan. Mungkin karena (peluru) sebelumnya sudah mantul ke objek lain,” paparnya menambahkan.
Sabiq menuturkan saat ini ada 12 mahasiswa WNI yang berlindung di kamp tersebut. Mahasiswa yang sudah tujuh tahun tinggal di Sudan itu juga mengatakan listrik di tempat tinggalnya dan kamp pengungsian masih padam.
Sabiq menuturkan sebagian jaringan listrik di ibu kota padam sejak perang kota berlangsung. Meski begitu, ia tak mengetahui pasti penyebab pemadaman itu apakah karena mengalami kerusakan imbas pertempuran atau memang pihak berwenang memutus aliran listrik agar situasi tak makin kacau.
“Jadi kami inisiatif membuat beberapa titik kumpul pengungsian supaya lebih mudah mengorganisirnya,” kata Sabiq.
“WNI disini membutuhkan tempat evakuasi yang lebih layak seperti ada akses untuk listrik dan air yang lebih mudah. Untuk seperti bahan-bahan pokok sudah ada relawan dari mahasiswa yang mulai bergerak,” ucapnya menambahkan.
Sabiq mengatakan ia dan para WNI lain juga menggalang dana untuk disalurkan di beberapa titik pengungsian. Hingga kini, bantuan itu terkumpul sekitar Rp30 juta. Sejak perang pecah, kata dia, banyak warga yang belum berani ke jalan umum.
“Kami di sini kesulitan untuk mencari bahan makanan pokok terutama yang berada di dalam kampus dan asrama karena harus melewati jalan besar dan banyak warung dan pusat perbelanjaan yang tutup,” ujar Sabiq.
Merespons situasi itu, para WNI mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Sudan.
Sejauh ini, KBRI baru mengeluarkan imbauan agar para WNI tenang dan tetap di dalam rumah, memantau situasi dan mengupayakan bantuan logistik.
RSF mengklaim telah mengontrol sejumlah bandara di Khartoum dan Merowe serta menguasai Istana Kepresidenan. Mereka juga mengaku mengambil alih kediaman Panglima Angkatan Darat Sudan Jenderal Abdel Fattah Al Burhan.
Tak tinggal diam, Angkatan Udara Sudan melancarkan serangan udara ke sejumlah markas RFS di kamp Tiba dan Soba, Khartoum.
Sementara itu, mahasiswa lain yang tinggal di asrama sudah dikerahkan ke satu gedung oleh pihak berwenang perguruan tinggi tersebut.
Sumber: CNN Indonesia