
SAAT beberapa peneliti memfokuskan perhatiannya pada pelacakan kasus Covid-19 yang menyebar secara global, beberapa peneliti lain mencoba melacak mutasi yang dilakukan virus.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan di Arizona State University (ASU), Amerika Serikat yang dituangkan dalam Journal of Virology menemukan 81 huruf dalam genom virus SARS-CoV-2 telah menghilang.
Mantan direktur Program Kanker WHO, Profesor Karol Sikora melalui akun Twitternya ikut mengomentari temuan tim ASU ini.“Jangan khawatir—itu telah kehilangan sebagian potensinya. Ketika ini terjadi dalam wabah SARS, itu menandai awal dari akhir. Peringatan besar—hanya satu sampel, kita perlu melihat apakah kita dapat menemukannya di tempat lain,” ujar dia dalam akun Twitternya.

Melansir dari Medical News Today, mutasi virus merupakan bagian normal dari sebuah evolusi virus. Mutasi, mampu mengubah tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut.
Dalam kasus SARS-CoV-2, temuan tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan penyakit menjadi kurang parah. Mutasi sendiri dapat terjadi saat perubahan materi genetik bergabung dalam genom virus dan berlanjut ke generasi berikutnya. Dalam kasus virus, satu generasi biasanya merupakan siklus infeksi tertentu.
Proses penelitian
Tim awalnya melakukan penelitian tentang virus influenza, namun saat pandemi mulai menyebar, mereka beralih pada Covid-19. Ada 382 sampel yang diteliti, dari jumlah tersebut mereka menemukan lima sampel berisi SARS-CoV-2. Mereka selanjutnya melakukan pengurutan kode genetik pada RNA dari SARS-CoV-2, kemudian menentukan 30.000 karakter kode genetik virus.
Melansir dari Medical Express, tim penelitian ini menggunakan teknologi baru yang disebut next-generation sequencing yang memungkinkan mereka menentukan kode genetik dengan cepat. Setelah membandingkan urutan SARS-CoV-2 dengan yang ada di basis data GISAID, salah satu virus menunjukkan mutasi unik yang melibatkan penghapusan 81 huruf dari genom virus.
“Salah satu alasan mengapa mutasi ini menarik adalah karena ini mencerminkan penghapusan besar yang muncul dalam wabah SARS 2003,” terang Dr. Efrem Lim, Asisten Profesor di School of Life Sciences di ASU sekaligus ketua tim peneliti.

Penelitian yang ada sebelumnya telah menunjukkan, adanya penghapusan kode semacam itu mengurangi kemampuan virus corona di wabah SARS 2003 melakukan replikasi. Hilangnya huruf dalam genom yang diidentifikasi tim ASU adalah bagian kode yang berperan menghasilkan protein dalam virus.
Mereka percaya, protein tersebut adalah protein yang merupakan kunci SARS-CoV-2 menghindari pertahanan manusia yang memungkinkannya bereplikasi dengan cepat. “Penghapusan yang terjadi dalam genom cukup bermakna karena itu dikenal sebagai protein kekebalan yang bermanfaat untuk melawan respon antivirus inang,” ujar peneliti.
Meskipun hanya satu pasien di Arizona yang ditemukan memiliki mutasi tersebut, para peneliti mengatakan sekunsing genom berlaku umum, sehingga mereka mengatakan kemungkinan akan lebih banyak kasus serupa yang akan muncul.
Corona melemah
Mutasi virus merupakan sesuatu yang berharga bagi para ilmuwan untuk memahami bagaimana SARS-CoV-2 membuat orang sakit. Selama fase tengah dan akhir epidemi SARS, SARS-CoV mengakumulasi mutasi yang membuat virus melemah.
Para ilmuwan percaya bahwa virus yang lemah dapat menyebabkan penyakit kurang parah, mungkin memiliki keuntungan selektif jika mampu menyebar secara efisien melalui populasi orang-orang yang terinfeksi secara tidak sadar.
Hal ini juga membantu mereka dalam pengembangan obat antivirus yang dapat mengurangi keparahan penyakit hingga vaksin ditemukan. Meski demikian, masih diperlukan banyak penelitian. Tim ASU sendiri saat ini bergabung dengan tim lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.(*)
SUMBER : KOMPAS.COM