A.Hafil Fuddin, SH, Sip, MH – Ketua Dewan Pengawas YKIM
BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maupun Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) adalah program negara yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai Pancasila, khususnya pada sila ke-5 yaitu ‘ Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Keadilan sosial dalam hal pemenuhan hak meningkatan kualitas hidup.
Melalui BPJS Kesehatan dan Program JKN-KIS diharapkan mampu meretas jalan perubahan demi indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, juga akan meningkatkan kualitas hidup sehat manusia Indonesia.
Mengelola BPJS Kesehatan tidak semudah membalikkan telapak-tangan, ancaman defisit per-tahun adalah salah satunya. Para pakar dan pers tahun lalu menganalisa bahwa defisit anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan mencapai sekitar Rp 77 triliun pada akhir 2024, bila tidak ada upaya fundamental untuk mengatasinya sejak saat ini.
Perlu pengawalan dan penguatan terhadap Peraturan Presiden No: 75 Tahun 2019, terutama saat muncul isu bahwa hutang BPJS Kesehatan kepada rumah sakit yang sudah jatuh tempo telah mencapai lebih dari Rp.21,1 triliun. Bahkan mereka menganalisa jika salah kelola (Miss-Management) utang Itu akan menembus nilai lebih dari Rp.32 triliun.
Secara pribadi, saya menyampaikan solusi dalam mengatasi defisit tersebut, ada beberapa langkah yang harus segera dilakukan, yaitu: Pertama, rasionalisasi iuran sesuai dengan perhitungan aktuaria; kedua, rasionalisasi manfaat yang diterima peserta; ketiga, suntikan dana tambahan dari pemerintah kepada BPJS Kesehatan.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, tercantum bahwa BPJS Kesehatan mempunyai hak untuk memperoleh dana operasional penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial (DJS) dan/atau sumber lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah-satunya, jika dimungkinkan oleh hukum, kita kutip saja dari cukai rokok, cukai aneka barang eksport,dsb. Bukan menaikkan iuran kepada masyarakat, namun diperlukan kebijakan berlandaskan semangat Pancasila tentang Keadilan Sosial.
Sebagai putra Aceh, Saya bangga dan terharu disaat Provinsi Aceh telah mencapai 4.289.968 orang peserta BPJS Kesehatan, dari 4,8 juta orang jumlah penduduk Aceh saat ini.
Dengan jumlah 4,28 juta itu, membuktikan bahwa hampir 100% penduduk Aceh mengikuti BPJS Kesehatan.
Prestasi ini selayaknya dipertahankan dengan berbagai upaya, diantaranya : Jangan segera menaikan iuran, bahkan memperkecil jumlahnya pertahun serta pengutipan cukai sebagaimana disampaikan di atas secara baik dan konstitutif.
Termasuk membatalkan upaya pemerintah atau instansi terkait yang berencana memberikan sanksi kepada peserta yang menunggak membayar iuran, dimana akan dipersulit mengakses kebijakan publik, seperti pembuatan dan perpanjangan SIM hingga pengajuan kredit perumahan rakyat di bank.
*A.Hafil Fuddin,SH, Sip, MH, merupakan juga Ketum Federasi Kurash Indonesia – Jenis OR Beladiri asa Uzbekistan Asia Tengah