JAKARTA | ACEHHERALD – Gempa Turki mengguncangkan Turki dan Suriah dengan skala 7,8 pada Senin (6/2). Ribuan bangunan runtuh karena gempa ini, namun benarkah demikian?
Otoritas Turki dalam Reuters Jumat (10/2) mengatakan, 6.500 bangunan runtuh dan lainnya mengalami kerusakan. Di antara bangunan tersebut, ada beberapa blok apartemen terbaru yang ikut hancur, membuat warganet bertanya-tanya tentang standar keamanan bangunan.
Teknik konstruksi modern dirancang agar bangunan dapat menahan gempa sebesar gempa Turki. Diperbarui pada tahun 2018, struktur bangunan mengharuskan pemakaian beton berkualitas dan baja pada daerah rawan gempa.
Meski gempa Turki termasuk dalam gempa berskala besar, para ahli mengatakan bangunan yang dibangun dengan baik seharusnya bisa tetap berdiri.
“Intensitas maksimum gempa ini sangat dahsyat tetapi belum tentu cukup untuk meruntuhkan bangunan yang dibangun dengan baik,” kata Prof David Alexander, pakar perencanaan dan manajemen darurat di University College London dalam BBC.
“Di sebagian besar tempat, tingkat goncangan kurang dari maksimum, jadi kami dapat menyimpulkan dari ribuan bangunan yang runtuh, hampir semuanya tidak tahan terhadap aturan konstruksi gempa yang diperkirakan secara wajar,” lanjutnya.
Aturan Konstruksi Bangunan Belum Diterapkan dengan Baik
Peraturan konstruksi diperketat saat terjadi bencana sebelumnya, yaitu gempa Bumi tahun 1999 di sekitar kota Izmit, yang menelan 17.000 korban jiwa.
Tetapi menurut Prof Alexander, undang-undang tersebut termasuk standar terbaru yang ditetapkan pada tahun 2018 belum ditegakkan dengan baik.
“Sebagian masalahnya adalah sangat sedikit perkuatan bangunan yang ada, tetapi penegakan standar bangunan pada bangunan baru juga sangat sedikit,” kata Prof Alexander.
Negara-negara seperti Jepang, di mana jutaan orang tinggal di gedung-gedung tinggi berpenduduk padat juga memiliki sejarah gempa Bumi yang parah. Bangunan di negara tersebut dirancang sesuai peraturan bangunan agar menjaga orang-orang tetap aman dalam bencana.
Persyaratan keselamatan konstruksi bervariasi tergantung pada penggunaan bangunan dan kedekatannya dengan area yang paling berisiko gempa Bumi. Mulai dari peredam gerakan di seluruh bangunan hingga penempatan seluruh struktur di atas peredam untuk mengisolasinya dari pergerakan tanah.
Melansir laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Urbanisasi, pada 2018 lebih dari 50 persen bangunan di Turki tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Kementerian Lingkungan Hidup dan Urbanisasi Turki pun menyatakan, tidak ada bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan itu ikut runtuh pada gempa Turki.
“Tidak ada bangunan yang dibangun oleh administrasi kami yang runtuh. Studi penilaian kerusakan berlanjut dengan cepat di lapangan,” paparnya.
Sumber: detikedu