Dua Bulan Pj Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto SSTP MM
Pengantar Redaksi
KAMIS 14 Juli 2022 petang, di Anjong Mon Mata, Muhammad Iswanto SSTP MM dilantik secara resmi oleh Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki menjadi Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar, menggantikan Mawardi Ali/Tgk Husaini A Wahab yang telah berakhir masa jabatannya.
Bagi seorang Iswanto, putra kelahiran 10 April 1981 di Gampong Bueng Pageu Kecamatan Blangbintang itu, birokrasi Aceh Besar bukanlah hal baru. Wanto—demikian pria ini kerap disapa koleganya—memulai karir kedinasannya langsung di Pemkab Aceh Besar tahun 2004 sejenak menamatkan pendidikan di STPDN Jati Nangor, Jawa Barat.
Suami dari Cut Rezky Handayani ini tahu betul seluk beluk dan tuntutan serta harapan dari masyarakat Aceh Besar terhadap sosok pemimpinnya. Dan Wanto mencoba untuk memenuhi ekspektasi itu, kala ‘tongkat komando’ sebagai Penjabat Bupati Aceh Besar diamanahkan kepada dirinya.
Acehherald.com mencoba merangkum rangkaian gebrakan yang dilakukan oleh Pj Kepala daerah termuda di Aceh itu, melalui dua tulisan untuk menjadi inspirasi bagi kita semua. Usia muda memang bukan hambatan untuk menorehkan kreasi dan inovasi untuk sebuah perbaikan masa depan rakyat. Setidaknya, Iswanto telah menyodorkan sebuah bukti untuk itu. Silakan menyimak
***
SEJENAK dilantik menjadi Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto langsung diadang oleh beragam tantangan, terutama kondisi birokrasi internal Aceh Besar yang mulai renggang koordinasinya. Selain itu juga isu anggaran yang mengarah ke minus, serta asset yang butuh penertiban serius, hingga hal kecil seperti pemungsian kembali Meuligoe Bupati yang selama bertahun-tahun nyaris seperti tanpa penghuni. Satu hal yang mungkin jauh dari pemikiran realistis tataran birokrasi dimanapun.
Langkah awal yang dilakukan adalah menghidupkan kembali rutinitas apel pagi gabungan secara tepat waktu, setiap Senin pagi. Sehingga banyak staf yang terkejut, saat petugas Satpol PP menutup pintu gerbang akses masuk ke Kantor Bupati, ketika Upacara telah terselenggara dan Pj Bupati langsung menjadi Irup (Inspektur Upacara).

Di Hari yang sama, sejenak usai Apel Gabungan, Iswanto melakukan rapat lintas OPD yang dihadiri Sekda, para asisten dan para staf ahli. Rapat ini juga dirutinkan setiap pagi Senin hingga kini. Dari forum itu banyak hal yang dipetik, namun satu hal telah ditegakkan kembali yaitu, konsolidasi internal rutin mingguan untuk mewujudkan soliditas pemerintahan di Aceh Besar. Iswanto menghadirkan kembali sosok konsolidator dan fasilitator diantara kegamangan OPD dalam melaksanakan tupoksinya, karena selama ini nyaris dilepas begitu saja oleh pimpinan.
Melalui Rapat Koordinasi mingguan itu banyak hal dibicarakan, mulai dari hambatan operasional realisasi pembangunan daerah, hingga mencari solusi terhadap masalah pembenahan dan capaian target pendapatan asli daerah (PAD).
Iswanto ingin, agar forum mingguan tersebut benar benar menjadi ajang koordinatif, kolaboratif dan solutif untuk semua persoalan kekinian daerah. Ya…..semuanya harus didukung dengan sinergitas dan soliditas yang mumpuni.
Harus diakui, saat awal menjalankan tugas di Aceh Besar, tantangan yang didapat oleh Iswanto juga terhitung serius. Antara lain dukungan OPD tidak maksimal dan cenderung mengganggap enteng, dengan stigma posisi seorang Penjabat. Namun seiring waktu, handicap itu berhasil dieliminir.
Di sisi lain, di awal langkah dengan ucapan bismillah, Iswanto mengembalikan fungsi Meuligoe sebagai Rumah Dinas Bupati Aceh Besar. Tantangan yang didapat justru menyangkut anggaran operasional Meuligoe yang terkesan putus di tengah jalan. Toh, dengan koordinasi dan sinkronisasi lintas sektor, problem itu secara perlahan tertangani.
Dari meuligoe itulah Pemerintahan Aceh Besar dikoordinasikan, terutama untuk rapat-rapat insidentil serta laporan personal staf. Sehingga setiap ada problem birokrasi bisa dipecahkan secara head to head dalam kesempatan pertama di Rumah Dinas pimpinan daerah. Sebuah marwah dari pemerintahan di Aceh Besar, berhasil dikembalikan.
Khusus terkait dengan upaya sinergitas internal, Iswanto juga melakukan upaya upaya konsolidatif dengan seluruh OPD, termasuk dengan memanggil mereka secara bergiliran, untuk mengetahui apa persoalan yang dihadapi oleh jajaran OPD di Aceh Besar selama ini. Dari proses hearing yang berlangsung secara marathon nyaris dua hari dua malam, banyak hal yang terungkap.
Ada komunikasi dan koordinasi internal OPD yang lemah, hingga terjadi gap antara staf dengan pimpinan OPD. Selain itu juga rekruitmen tenaga honor yang tumpang tindih serta bahkan ada tenaga bakti yang dalam pakem kedinasan. Selain itu juga ada pimpinan OPD yang terlalu berani mengambil keputusan untuk anggaran operasional, sementara anggaran tersebut belum jelas dan berharap pada anggaran perubahan, yang belum pasti ketersediaannya. Semua itu terkesan mendahului jajaran pimpinan daerah, karena di sisi lain, anggaran perubahan pun dikolaborasikan terlebih dahulu dengan legislative.
Beragam persoalan yang didapat dari rapat internal pimpinan daerah dengan jajaran OPD itu, termasuk tentunya sinyalemen terjadinya pelanggaran disiplin administrasi anggaran yang butuh penanganan secara taktis dan terukur.

Masih terkait dengan penggunaan anggaran, terjadi hal yang bisa jadi tak lazim dalam penganggaran. Pemerintah Mawardi Ali-Tgk Husaini A Wahab yang berakhir bulan Juli, mematok mata anggaran untuk pembayaran honor untuk tenaga kontrak (Tekon) di Aceh Besar hanya sampai bulan Agustus 2022. Kesan yang muncul adalah, anggaran pembayaran untuk empat bulan setelah itu dipikirkan oleh pemerintahan penerus.
Kami kembali memanggil seluruh OPD untuk merombak ulang format anggaran dan dituangkan dalam usulan APBK Perubahan tahun 2022. Perubahan yang biasanya terjadi penambahan nilai, justru terjadi pengurangan atau perombakan dengan materi utama adalah rasionalisasi anggaran secara menyeluruh.
Rasionalisasi tersebut mencakup penghapusan item-item yang dinilai tak terlalu prioritas, misalnya untuk rehab dan bangun fasilitas, serta pengadaan dan lainnya.
Alhamdulillah, setelah dilakukan rasionalisasi secara ketat dengan menyisir ulang seluruh mata anggaran, akhirnya dana untuk pembayaran gaji honorer itu Insya Allah mulai terbayang dan terskema hingga bulan Desember. Sebuah kelegaan tersendiri, karena ini menyangkut hajad hidup ribuan orang di Pemkab Aceh Besar.
Sementara untuk rencana anggaran tahun 2023, kini sedang dirampungkan dengan legislative, dan benar-benar diarahkan untuk kemaslahatan rakyat, serta belanja yang terukur dari awal hingga akhir tahun anggaran, tidak dengan memotong di tengah tahun anggaran berjalan.
Sesuai arahan pimpinan untuk terus menggalang koordinasi dan kolaborasi dengan jajaran terkait di dalam pemerintahan, seperti jajaran Forkopimda, legislative, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) kami juga membangun sinergitas dengan jajaran vertikal di level Propinsi dan nasional. Semuanya untuk mewujudkan saling peduli dalam melahirkan pembangunan berkualitas di Aceh Besar.
Sementara untuk sinergitas dan kolaborasi eksternal, Iswanto membangun komunikasi dengan jajaran dayah, ulama-ulama senior dan menjadi panutan umat di Aceh Besar dan Rektorat Universitas Syiah Kuala (USK) hingga Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, lintas komunitas termasuk ormas di Aceh Besar.
Selain itu, juga membangun sinergi dengan lintas partai, yang dinilai punya networking kuat dari level lokal hingga nasional. Intinya, Pj Bupati Aceh Besar ingin merangkul semua stake holder yang ada di Aceh Besar hingga luar Aceh Besar, dengan satu tekad, menghadirkan pembangunan di Aceh Besar, yang bermuara secara langsung untuk kesejahteraan warga Aceh Besar, hingga terwujud Aceh Besar yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. (*)
Penulis : Nurdinsyam