
SELAMAT datang di Gedung dewan. Kruu seumangat untuk para suksesor penyandang amanah rakyat selama lima tahun ke depan (2019-2024). Itulah ucapan yang tepat untuk menyambut kedatangan 81 orang legislator baru Aceh atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang dilantik oleh Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, H Jumali, Senin (30/9) siang dalam Rapat Paripurna DPRA..
Merekalah yang menjadi representasi dari suara rakyat melalui geliat pesta demokrasi Pemilu Legislatif Aceh yang berlangsung 17 April 2019 silam. Banyak harapan yang disandangkan kepada legislator baru menggantikan legislator Aceh sebelumnya, yang telah berakir masa jabatan, terhitung kemarin. Setidaknya, dengan Susana baru serta spirit baru akan melahirkan keputusan yang baru pula.
Sejogyanya legislator adalah jelmaan amanah rakyat yang disalurkan melalui kader partai. Ya inilah hasil dari proses politik yang melibatkan rakyat sebagai pemegang kartu as, terhadap sukses atau tidaknya seorang kader partai meraih mimpi untuk menghuni gedung dewan dengan status sebagai legislator.
Karena kartu as itu ada di tangan rakyat, sudah selayaknya lah, mereka yang dilantik itu mengedepankan urusan rakyat, bukan urusan kelompok atau partai—apa lagi personal—saat menjalani status sebagai anggota dewan.
Rakyat menginginkan para pemegang amanah mereka adalah figure figure yang duduk di Lembaga legislative dengan komitmen dan dedikasi tinggi kepada rakyat. Bukan lagi sibuk mengurus dan membesarkan partai. Atau bahkan dari itu, berselingkuh dengan eksekutif untuk melahirkan keputusan keputusan kolutif bagi kepentingan pribadi, partai atau kelompok.
Karena bagaimanapun, sesuai dengan tupoksi yang ada, legislative punya tiga peran yang diamanahkan undang undang. Yakni fungsi anggaran, fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Ketiga fungsi itu dinilai banyak pihak begitu mudah untuk membangun jembatan kolusi dengan pihak eksekutif.
Sudah bukan rahasia lagi jika, banyak keputusan yang dilahirkan kedua pihak (eksekutif dan legislative) di negeri ini tak jauh jauh dengan azas politik dagang sapi. Bukti untuk ini rasanya tak perlu lagi diurai, data dari KPK tentang banyaknya legislator yang dikirim ke balik jeruji, adalah bukti tak terbantahkan dari rangkaian kebijakan kolutif itu.
Kini dengan semangat baru dan dominasi orang orang baru dan tak jauh dari kaum milenial, tentu saja harapan untuk lahirnya legislator yang dedikatif serta berkomitmen tinggi, bukan lagi sekadar utopia. Semangat reformasi birokrasi serta upaya segala lini untuk melahirkan perubahan membuat mimpi legislator idaman itu tidak lagi sebatas mimpi siang bolong atau slogan semata.
Rakyat berharap agar peran legislator sebagai control pemerintah, fungsi penganggaran dan legislasi benar benar terwujud secara ideal yang ujung ujungnya adalah untuk kemasalahatan rakyat.
Lima juta rakyat Aceh mengharaopkan lahirnya sebuah Lembaga dewan Aceh yang tangguh, tahan dari godaan kolutif elsekutif, hingga mampu melahirkan kesejahteraan bagi rakyat. Bukan malah bagi lingkaran eksekutif dan legislative berikut kroni kroninya. Kalau ini yang terjadi, tunggu saja pengadiln rakyat akan bicara di pesta demokrasi lima tahun ke depan. Saat mana rakyat kembali berharap munculnya legislator baru yang benar benar memikirkan rakyat, bukan malah legislator type pecundang.
Selamat bertugas dan mendedikasikan diri untuk terwujudnya mimpi aneuk nanggroe tentang kesejahteraan dan kemaslahatan. Mimpi tentang negeri baldatun thayyibatun warabbun ghafuuuur.
Nurdinsyam
Pemimpin Redaksi Aceh Herald .