JAKARTA | ACEHHERALD.COM – Sebelum diluncurkan, satelit Satria-1 dilaporkan akan melayani 150 ribu titik layanan publik di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun rencana itu berubah setelah satelit berhasil meluncur. Jumlah tersebut menyusut menjadi 50 ribu titik.
Kepala Divisi Satelit Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo dan Juru Bicara BAKTI untuk Satelit Republik Indonesia (SATRIA), Sri Sanggrama Aradea menjelaskan ada peningkatan kebutuhan. Pada desain 2018, kebutuhan satu titik adalah 1 Mbps namun meningkat menjadi 4 Mbps.
Jadi pada tahap pertama setelah Satria-1 beroperasi akan melayani sekitar 50 ribu titik. Rencananya satelit akan beroperasi pada akhir tahun ini.
“Setiap tahunnya kebutuhan dari setiap titik tadi layanan 150 ribu itu terus meningkat. Jika dalam desain awal 2018 setiap titik memerlukan 1 Mbps, kini bisa menjadi 4 Mbps,” kata Sri, dikutip dari laman resmi Kominfo, Kamis (22/6/2023).
Oleh karena itu, lanjutnya, mereka akan secara bertahap menyediakan akses Very Small Aperture Terminal (VSAT) untuk 30 ribu sampai 50 ribu titik layanan publik agar bisa memanfaatkan layanan SATRIA-1.
Kementerian Kominfo akan menyesuaikan kapasitas layanan sesuai dengan kebutuhan kapasitas yang ada. Termasuk juga memantau penyediaan akses internet oleh pihak swasta.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan satelit internet nasional juga tengah disiapkan Hot Backup Satellite. Saat itu, satelit akan diluncurkan Oktober mendatang.
“Saat ini untuk backup satellite kita masih ada proses konstruksi kebetulan di Boeing Los Angeles. Sudah kurang lebih 85% untuk secara fisik dan rencana peluncuran targetnya di bulan Oktober 2023,” jelasnya.
Satelit Satria-1 telah berhasil diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS) pada pukul 18:21 WIB, Minggu (18/6) atau Senin (19/6) 05:21 WIB. Satria-1 dibawa menggunakan roket milik SpaceX, Falcon 9.
Sumber: cnbcindonesia.com