Heboh! Batu di Abdya Mengandung Butiran Emas, Warga Ramai-ramai jadi Porter

Mereka naik dan turun gunung untuk mengambil upah menggali dan membawa pulang batu
Sejumlah glondong atau mesin penghancur batu di kawasan Gampong Alue Peunawa, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Abdya. Foto Zulfan.

Iklan Baris

Lensa Warga

BLANGPIDIE I ACEH HERALD.com – Sebulan terakhir, warga Gampong Alue Peunawa, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), geger dan dilaporkan ramai-ramai naik turun gunung menjadi porter.

Mereka mendaki gunung bukan membuka lahan tanaman nilam atawa perkebunan pala. Warga khususnya laki-laki yang masih punya tenaga ekstra rela naik turun gunung untuk mengambil upah menggali dan membawa pulang batu hasil galian dengan cara menarik batu.

Geger bebatuan di Kawasan Alue Thoe, sebuah alur/sungai kecil berlokasi di balik Gunung Alue Peunawa tersebut mengandung butiran emas.

Toke punya emas sedangkan warga gampong setempat hanya kecipratan sebagai tenaga upahan pengangkut atau penggali batu.

Begitupun warga tak mempersoalkannya, bagi mereka mendaki gunung yang terjal, kemudian penurunan yang curam tak dihiraukan apalagi sampai meninggalkan pekerjaan bertani dan memanen Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang sudah dilakoni bertahun-tahun.

Singkat cerita, bebatuan kawasan Alue Thoe mengandung butiran emas sudah menjadi topik perbincangan.

Informasi diperoleh Aceh Herald.com dari sejumlah masyarakat setempat, Jumat (22/9/2023) bahwa pekerjaan mengambil upah membawa pulang batu hasil galian yang mengandung emas dari  kawasan Alue Thoe menuju kawasan perkampungan Desa Alue Peunawa sangat menjanjikan dibandingkan pekerjaan lain.

Batu hasil galian yang mengandung butiran emas diisi ke dalam karung plastik dengan berat 25 kilogram (kg), kemudian ditarik menggunakan tali melintasi jalan setapak dengan naik turun Gunung Alue Peunawa.

Agar karung plastik isi bebatuan tersebut tidak pecah atau robek ketika ditarik karena bergesekan dengan permukaan tanah pengunungan dan anakan kayu maka goni  tersebut dilapisi dengan jerigen besar yang telah dibelah dua.

Karung isi batu mengandung butiran emas diikat erat pada belahan dua jerigen, kemudian ditarik menuju kawasan perkampungan warga dengan jarak tempuh sekitar dua jam perjalanan.

Baca Juga:  Covid-19, Bireuen dan Abdya Kembali Zona Kuning

Ongkos tarik batu dari lokasi penambangan (Alue Thoe) sampai lokasi pemukiman warga Desa Alue Peunawa Rp100.000 per goni yang dibayar pemodal atau toke.

“Dalam satu hari, setiap warga mampu tiga sampai empat trip menarik batu sehingga pendapatan yang diperoleh berkisar Rp 300.000 sampai Rp 400.000,” kata Eri, warga Desa Alue Peunawa kepada Aceh Herald.com.

Pendapatan diperoleh pekerja, tentu tidak terbilang kecil sehingga mendorong warga setempat beramai-ramai melakoni pekerjaan baru tersebut, dan malahan meninggalkan pekerjaan yang biasa dilakukan.

Mereka yang tertarik bukan saja warga Desa Alue Peunawa, bahkan warga tetangga, yaitu warga dari Desa Blang Dalam.

Bebatuan yang mengandung butiran emas tadi  dikumpulkan oleh pemodal atau toke di lokasi tertentu di kawasan Desa Peunawa. Selanjutnya batu yang terkumpul diolah secara tradisional dengan mesin penghancur batu yang dirakit khusus untuk itu. Mesin penghancur batu ini disebut glondong.

Masih menurut keterangan warga, sekarang ini tidak kurang 100 warga terjun dalam bisnis penambangan emas secara tradisional tersebut.

Sebagian besar di antara mereka bekerja mengambil upah menarik batu dan sebagian lainnya bekerja mengambil upahan mengorek lubang guna mengambil bebatuan di kawasan Alue Thoe, lokasi di balik Gunung Alue Peunawa.

Menurut keterangan warga, sekitar 15 sampai 20 unit glondong sekarang ini beroperasi di pojok-pojok Desa Alue Peunawa, Kecamatan Babahrot yang berbatasan dengan Kecamatan Kuala Batee. Malahan, ada glondong beroperasi di lokasi berdekatan dengan rumah-rumah warga setempat.

Pemilik glondong ini sebagian besar dari luar daerah yang sudah berpengalaman menambang emas secara tradisional. Toke tersebut ada yang datang dari Sawang dan Manggamat Kabupaten Aceh Selatan, dan ada juga dari Kabupaten Aceh Jaya.

Baca Juga:  Dekranasda Aceh Bantu Bahan Produksi untuk Perajin

“Emas yang diperoleh dari olahan glondong sangat lumayan,” kata salah seorang warga yang sebelumnya bekerja memanen TBS kelapa sawit.

Didorong perolehan butiran emas dalam jumlah sangat lumayan, maka beberapa warga Desa Alue Peunawa juga telah mengoperasikan glondong milik sendiri.

Kendati warga beramai-ramai terjun dalam pekerjaan penambangan emas secara tradional, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DPMPTSP Nakertrans) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Rahmad Sumedi SE yang dihubungi Aceh Herald.com, Jumat malam, mengaku belum mendapat informasi tentang hal itu, sehingga hampir bisa dipastikan kegiatan penambangan emas tersebut tidak dibekali perizinan dari instansi berwenang.

Rahmad Sumedi mengatakan instansi yang dipimpinnya segera mencari tahu tentang adanya penambangan emas secara tradisional di kawasan Desa Alue Peunawa, Kecamatan Babahrot.

“Kami belum mendapat informasi, dan segera mencari tahu tentang kegiatan tersebut,” katanya.

Senada itu, Kepala DPMPTSP Nakertrans Abdya menambahkan bahwa setiap izin penambangan dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh setelah dipenuhi semua persyaratan, termasuk hasil kejian dampak lingkungan atau Amdal.

Penulis : Zainun Yusuf (Aceh Barat Daya)

Berita Terkini

Haba Nanggroe