
BLANGPIDIE| ACEH HERALD
HARGA Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), mulai membaik pasca lebaran Idul Fitri 1443 H, Mei 2022.
Harga komuditi unggulan itu sempat terjun bebas menjelang lebaran Idul Fitri 2043 H di tingkat petani pada kisaran harga Rp 1.250 sampai Rp 1.400 per kg atau anjlok sekitar 60 persen, dibandingkan harga Maret hingga awal April lalu tembus Rp 2.950 per kg.
Satu-satunya Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Abdya, yaitu PT Moen Jambe di Ie Mirah, Babahrot, mulai menampung TBS, Sabtu (7/5/2022) siang, pasca lebaran, masih dengan harga Rp 1.470 per kg.
Sehingga agen pengepul terpaksa manampung TBS dari petani hanya Rp 1.250 per kg.
“Tapi pada Sabtu sore, harga tampung TBS di PT Moen Jambe naik Rp 500 per kg, menjadi Rp 1.970 per kg,” kata Koni, salah seorang Agen Pengepul di Babahrot.
Kenaikan ini, maka agen pengepul menaikkan harga tampung TBS sawit dari petani menjadi Rp 1.750 per kg hingga Minggu (8/5/2022) sore.
Sementara sejumlah agen pengepul dibubungi AcehHerald.com, Senin (9/5/2022), menjelaskan, harga TBS di PMKS Nagan Raya, Aceh Selatan, dan Kota Subulussalam, juga mulai membaik pasca lebaran ini.
Tertinggi adalah PMKS di Kabupaten Nagan Raya, terutama PT Raja Marga dan PMKS milik dr Leni, menampung TBS Rp 2.350 per kg.

Lainnya, bervariasi, seperti PMKS Gunung Teungku, Trumon, Aceh Selatan Rp 2.095 per kg, dan PMKS di Singgersing, Kota Subukussalam, dilaporkan menampung TBS Rp 2.100 per kg.
Tapi, PMKS PT Moen Jambe, Babahrot, Abdya, hingga Senin siang ini, dilaporkan masih mematok harga TBS sangat rendah, yaitu Rp 1.970 per kg. Sehingga jika terus bertahan, para agen hanya mampu menampung TBS petani Rp 1.750 per kg.
Membaiknya harga TBS terutama di PMKS di Nagan Raya, menurut M Salim, maka agen pengepul di Kuala Batee di Babahrot, Abdya, sudah bisa menampung TBS petani dengan kisaran harga Rp 2.100 sampai Rp 2.150 per kg hingga Senin sore tadi.
Begitupun, kata agen pengepul di Kuala Batee ini, tingkat harga tersebut masih terkoreksi kisaran Rp 700 sampai Rp 850 per kg di tingkat petani, dibandingkan Maret hingga April lalu tembus Rp 2.950 per kg.
Salim menyebutkan, dikarenakan harga TBS sawit di tingkat petani sempat terjun bebas jelang lebaran lalu dengan kisaran Rp 1.250 sampai Rp 1.450 per kg, sehingga banyak petani sawit di Babahrot Kuala Batee, daerah sentra perkebunan sawit rakyat di Abdya itu, enggan memanen TBS sawit.
Dampaknya, para agen pengepul setempat kekurangan stok TBS.
“Banyak petani tak potong sawit habis lebaran karena harga murah. Hari ini (Senin), petani mulai panen lagi karena harga TBS di Nagan Raya, mulai membaik,” katanya.
petaniSeperti diberitakan bahwa Pemerintah akhirnya melarang ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan minyak goreng.
Keputusan sangat mengejutkan itu diumumkan langsung oleh Presiden RI, Jokowi, akhir April lalu setelah memimpin sidang kabinet.
Pemerintah menjelaskan, keputusan larangan ekspor bahan baku CPO dan minyak goreng itu mulai berlaku 28 April lalu.
Larangan ekspor CPO dimaksud bertujuan untuk memenuhi ketersediaan bahan kebutuhan pokok masyarakat, terutama minyak goreng dalam negeri yang terjadi kelangkaan dan belum mampu terpecahkan belakangan ini.
Keputusan pemerintah melarang ekspor CPO ternyata berdampak sangat buruk terhadap penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di tingkat petani.
Larangan ekspor CPO yang sangat merugikan para petani kelapa sawit di seluruh Indonesia sangat disesalkan banyak pihak.
Petani menjerit, di tengah harga TBS sawit melambung tinggi, tiba-tiba harga bahan baku minyak goreng itu ‘terjun bebas’ di tingkat petani.
Sejatinya, larangan ekspor CPO mulai berlaku sejak 28 April 2022 sampai batas waktu belum ditentukan.
Tapi kenyataannya pengusaha Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) segera merespon dengan menurunkan harga beli TBS sawit hanya beberapa jam setelah Presiden Jokowi mengumumkan keputusan tentang larangan ekspor CPO dan minyak goreng yang umumkan sebelum tanggal 28 April 2022.
Pantauan AcehHerald.com di Kabupaten Abdya, Selasa (26/4/2022), para petani kelapa sawit setempat seperti tidak percaya kalau harga TBS tiba-tiba munukik tajam, tidak terkendali.
Dua hari terakhir Senin dan Selasa, harga TBS sawit di tingkat petani turun beberapa jali.
Awalnya turun Rp 100, tidak lama turun Rp 300, kemudian turun lagi Rp 300 dan ajlok lagi Rp 300 per kilogram pada Senin malam.
Sampai posisi Selasa (26/4/2022), agen pengepul menampung TBS sawit dari petani dengan patokan harga tidak jelas atau dengan kisaran harga Rp 1.800 sampai Rp 2.100 per kg.
Sebagai gambaran pada awal Maret lalu, TBS sawit tingkat petani Abdya, melambung tembus angka Rp 2.800 sampai Rp 2.950 per kg.
Bahkan, harga TBS sawit yang ditampung pengusaha PKS (pabrik pengolah CPO) dari pedagang pengepul mencapai Rp 2.950 sampai Rp 3.050 per kg.
Itu berarti harga TBS sawit pasca pengumuman penerintah tentang larangan ekspor CPO dan minyak goreng, terkoreksi sekitar Rp 1.000 per kg.
“Kemungkinan harga TBS turun lagi, terutama setelah tanggal 28 April. Kami terpaksa beli dengan harga murah Rp 1.800 per kg,” kata Salim, agen pengepul di Kuala Batee, Selasa siang.
Sedangkan, Koni, pedagang pengepul di Kecamatan Babahrot mengaku menampung TBS sawit Rp 2.100 per kg.
Para agen mengakui petani sawit menjerit akibat harga TBS sawit terjun bebas.
Diperkirakan, areal kebun kelapa sawit milik rakyat kembali tidak terurus seperti yang terjadi dua tahun lalu.
Terlebih lagi sekarang ini harga obat-obatan pertanian mengalami kenaikan dua kali lipat, terutama jenis pestisida selama enam bulan terakhir.
Agen pengepul menyebutkan, akan banyak areal kebun kelapa sawit rakyat menjadi tidak terurus akibat biaya produksi sangat tidak sebanding dengan harga TBS sawit di pasaran.
Malahan, diperkirakan usaha perkebunan sawit rakyat akan bangkrut, jika pemerintah tidak meninjau ulang larangan ekspor CPO dan minyak goreng.
Penjelasan Ulang dari Pemerintah

TBS sawit tingkat petani terjun bebas secara tidak terkendali hingga jelang Idul Fitri 1443 H, Pemerintah lalu memberikan penjelasan ulang tentang larangan ekspor CPO.
Seperti diberitakan CNBCIndonesia tanggal 26 April 2022, bahwa Pemerintah akhirnya mengumumkan bahwa larangan ekspor produk sawit hanya berlaku untuk produk RBD palm olein atau bahan baku minyak goreng saja.
Sedangkan produk yang lebih hulu yaitu crude palm oil (CPO) tak dilarang ekspornya.
“Sekali lagi yang dilarang adalah RBD palm olein,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pernyataan persnya, Selasa (26/4/2022) malam.
Pelarangan produk RBD palm olein ini berlaku pada nomor HS 15119036, 15119037, dan 15119039. Jangka waktu kebijakan sampai berlakunya harga minyak goreng Rp 14 ribu per liter, saat ini harganya masih di atas angka tersebut.
Larangan ekspor ini berlaku seluruh produsen yang menghasilkan RBD palm olein. Kebijakan ini berlaku sejak 28 April 2022.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir pekan lalu mengumumkan rencana larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng yang rencananya mulai 28 April 2022. Bila ini benar-benar terjadi tentu akan berdampak besar bagi dunia, karena pasokan dunia 50% lebih bergantung pada Indonesia.
Kebijakan larangan ekspor tersebut Jokowi ungkapkan seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik, yang diumumkan Jumat (22/4) sore.
“Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng,” kata Jokowi Jumat (22/4/2022).
Pernyataan Jokowi ini sempat memicu spekulasi bahwa minyak sawit mentah atau CPO yang dilarang ekspornya.(*)
Penulis : Zainun Yusuf (Aceh Barat Daya)