JAKARTA | ACEHHERALD – Harga bawang merah di dalam negeri terpantau naik hari ini. Dalam sepekan, harga naik sekitar Rp450 per kg..
Jika dibandingkan harga pada Januari 2022, ada lonjakan hingga Rp10.000 lebih. Di mana, pada Januari 2022, harga bawang merah tercatat di Rp27.820 per kg.
Hari ini, Rabu (25/1/2023), Panel Harga Badan Pangan mencatat, harga bawang merah pada 18 Januari 2023 masih di Rp38.100 per kg.
Harga tersebut adalah rata-rata nasional di tingkat pedagang eceran.
Lalu bagaimana produksi bawang merah nasional?
Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi bawang merah nasional tahun 2023 seluas 7.732 hektare, di 33 provinsi dan 100 kabupaten, dengan 300 hektare diantaranya berupa kawasan bawang merah TSS.
“Untuk bawang merah kurang lebih sekitar 7.732 hektare yang tersebar di berbagai provinsi,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian Tahun 2023, Rabu (25/1/2023).
Namun demikian, berdasarkan data milik Kementan ternyata sebagian besar wilayah Indonesia masih defisit bawang merah. Bahkan untuk seluruh wilayah Kalimantan, Papua, Maluku, dan NTT seluruhnya mengalami defisit produksi bawang merah.
Untuk wilayah Kalimantan Barat mengalami defisit produksi 20 ha, Kalimantan Tengah 20 ha, Kalimantan Timur 20 ha, Kalimantan Utara 10 ha, Kalimantan Selatan 30 ha, Papua 20 ha, Papua Barat 20 ha, Maluku 30 ha, NTT 30 ha.
Sementara untuk wilayah dengan defisit produksi terbesar adalah wilayah Sumatra Utara, dengan total defisit bawang merah 100 ha.
Adapun wilayah lainnya yang juga mengalami defisit produksi bawang merah, yakni Aceh 30 ha, Riau 40 ha, Kepulauan Riau 20 ha, Jambi 30 ha, Bangka Belitung 20 ha, Sumatra Selatan 20 ha, Lampung 30 ha, Banteng 20 ha, Sulawesi Barat 40 ha, Sulawesi Tenggara 20 ha, Sulawesi Tengah 20 ha, Sulawesi Utara 30 ha, Gorontalo 30 ha, Maluku Utara 20 ha, Maluku 30 ha.
Hanya ada 7 wilayah yang mengalami surplus produksi bawang merah, yaitu Sumatra Barat 93 ha, Jawa Barat 843 ha, Jawa Tengah 2.801 ha, DIY 50 ha, Jawa Timur 998 ha, NTB 20 ha, Sulawesi Selatan 197 ha.
“Tentunya daerah defisit pun kita dorong untuk pengembangan kawasan bawang merah,” ujarnya.
Prihasto mengungkapkan, adapun upaya pengendalian inflasi dari komoditas strategis hortikultura, khususnya bawang merah adalah dengan penyediaan benih dengan soil block.
“Untuk bawang merah 34 juta benih bawang merah siap tanam dengan soil block. Pertama kita akan sebarkan di provinsi dulu, masing-masing provinsi 2 juta benih, nanti ke depan kita akan kembangkan sampai ke level Kabupaten,” tuturnya.
“Strateginya adalah melalui kampung hortikultura, penumbuhan UMKM hortikultura, dan modernisasi hortikultura, termasuk modernisasi dari aspek pemasarannya,” tambah Prihasto.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan bahwa peningkatan produksi bawang merah menjadi salah satu strategi dalam menghadapi krisis pangan dunia, yaitu dengan peningkatan kapasitas produksi dalam menekan inflasi pada cabai dan bawang merah.
“Akan kami tingkatkan kapasitas produksi pangan, tidak ada pangan yang mundur. Ini janji saya kepada bapak wakil presiden. Strategi dalam menghadapi krisis pangan dunia. Pertama, peningkatan kapasitas produksi dengan menekan inflasi pada cabai dan bawang merah,” tutur SYL.
Strategi Kementan Tekan Inflasi Pangan
Pertama, dengan melakukan peningkatan kapasitas produksi, utamanya komoditas-komoditas yang berafiliasi impor, bahwa dari 12 pangan pokok Indonesia masih melakukan impor untuk 4 komoditas, seperti kedelai, bawang putih, gula konsumsi, dan daging sapi.
Kedua, substitusi impor. Saat ini Indonesia masih mengimpor gandum setiap tahunnya tidak kurang dari 11 juta ton. 9 juta ton untuk pangan, dan 2 juta ton untuk pakan.
Substitusinya sendiri, katanya, melalui tiga komoditas, yaitu ubi kayu, sorgum, dan sagu. Semua substitusi itu dilakukan dalam konteks tepung. Sementara untuk gula tebu, akan disubstitusikan dengan gula non tebu seperti Stevia, lontar, aren, sorgum, dan komoditas lainnya. Kemudian, substitusi daging sapi strateginya akan mengarah kepada komoditas ternak lain, seperti domba, kambing, dan ayam sebagai pengganti dari daging sapi.
Strategi ketiga, ialah peningkatan ekspor. Tentunya untuk strategi ini, Kementan menegaskan bahwa komoditas yang diekspor merupakan komoditas yang berlebih di dalam negeri, bukan komoditas yang juga mengalami kekurangan. Seperti halnya, sarang burung walet, porang, ayam, dan telur.
Sumber; CNBC Indonesia