
MEUREUDU/ACEHHERALD.com-
BERTANI khususnya tanaman pangan (padi, palawija dan hortikultura) adalah hidup matinya warga Pidie jaya. Kendati ia seorang pegawai negeri (PNS), pedagang, wiraswasta atau beragam pekerjaan lainnya dan tinggal atau menetap di gampong, namun yang namanya bertani tetap digelutinya. “PANG ULEE BUET IBADAT, PANG ULEE HAREUJKAT MUGOUE”.
Menyadari sumber pendapatan dari hasil tani dan masa ke masa tehnologi semakin berkembang, maka peran penyuluh pertanian untuk membina petani ke arah tersebut sangat besar malah menjadi ujung tombak dalam membangun pertanian . Pidie Jaya memiliki sekitar 120 orang penyuluh pertanian. Dari jumlah tersebut hanya 30 orang PNS, sementara lainnya tenaga harian lepas tenaga bantu (THL-TB). Kendati masih berstatus honorer namun mereka aktif dalam bertugas.
Dua diantara sekian jumlah penyuluh pertanian lapangan (PPL) di Pidie Jaya adalah, Erni (51) bertugas sebagai penyuluh di Gampong Kuta Baroh dan Gampong Mukoeu Kuthang Kecamatan Jangkabuya dan Nurhayati (55) penyuluh di Gampong Bunot dan Pulo U Kecamatan Meureudu. Keduanya mulai mengabdi di bidang ini sejak tahun 2008 lalu. Tugas yang diemban, kedua ibu rumah tangga yang sudah memiliki anak malah ada yang sudah punya menantu tetap dijalani dengan penuh tanggung jawab.
Erni, tamatan SMA tahun 1989, ibu dari tiga orang anak (dua diantaranya sudah berkeluarga) hasil perkawinan dengan Sulaiman Anggota TNI-AD berpangkat Kapten dan bertempat tinggal di Gampong Sangso Kecamatan Samalanga-Bireuen mulai bergelut dengan dunia pertanian tahun 2008 hingga sekarang. Sementara Nurhayati (55), ibu dari empat orang anak (tiga sedang kuliah dan satu siswa MTsN) hasil perkawinan dengan M Nasir (petani), berdomisili di Gampong Dayah Timu Meureudu.
Sehari-hari atau minimal tiga kali dalam sepekan mereka di lapangan menyampaikan informasi terkait budidaya tanaman pangan. Kedua penyuluh ini mengakui mereka banyak menerima masukan dari petani menyangkut dengan pengalaman dalam berusaha. Pengalaman dari petani dinilai pendukung dalam bertugas. Kedua penyuluh wanita kepada Acehherald.com mengaku, mereka tidak hanya menyampaikan teori tapi juga turun ke lapangan untuk bertanam padi.
Tanam sistem tandur jajar, kata Erni sudah biasa dilakukan petani. Selain tandur jajar model 5-1 juga belakangan dikenal dengan sistem Legowo 4-1 dan 2-1. Terakhir petani Pidie Jaya mulai menerapkan tandur jajar Legewo Super, model tanam 2-1 dengan perlakukan pupuk yang bervariasi.
Tugas penyuluh pertanian memang berat, sambung Nurhayati. Tapi itu adalah profesi yang harus dijalani. Sebuah harapan yang didambakan, kapankah nasib mereka juga bersama 75 orang penyuluh pertanian lainnya berubah. Jelang 12 tahun sudah dijalani sebagai THL-TB dan Februari 2019 lalu mereka bersama puluhan rekannya mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) dari pusat dan berhasil (lulus). Tapi, sedihnya hingga sekarang SK nya belum keluar.
“Setahun lebih sudah lulus P3K, tapi SK nya belum kami kantongi,” kata Erni. Penyuluh berijazah SMA/sederajat, tenaga kontrak berakhir pada usia 58 tahun, sedangkan yang berijazah sarjana (S1) berumur 60 tahun. Mereka harap-harap cemas. Sedihnya, ada rekannya yang kini sudah habis masa kontrak tapi SK lulus P3K belum juga diterima. Koordinator penyuluh pertanian Pidie Jaya, Teuku Edy menyebutkan, seiring dengan bergulirnya waktu, satu persatu penyuluh THL-TB berguguran.
Wartawan : Abdullah Gani (Pidie Jaya)