
[divider style=”solid” top=”20″ bottom=”20″]
BANDA ACEH | ACEH HERALD
FRAKSI Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPRA mengusulkan agar Pemerintah Aceh membentuk Lembaga pengelola dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) secara mandiri, dalam bentuk Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA).
Hal itu diungkapkan Sekretaris Fraksi PKS di DPRA, Bardan Sahidi, kepada Aceh Herald, di sela sela Sidang Paripurna DPRA dengan materi mendengar Pendapat Akhir Fraksi terhadap nota keuangan RAPBA 2021 sebesar Rp 16,9 triliun di DRPA, Senin (30/11/2020) siang ini.
Menurut Bardan, pada APBA TA 2021 anggaran JKA Rp. 1,047 T untuk menangung premi 2.090.600 penduduk Aceh. Fraksi PKS meminta Gubernur Aceh untuk mem validasi data peserta BPJS agar alokasi anggaran benar – benar untuk kesehatan rakyat Aceh.
Pada sisi lain, FPKS pada prinsipnya menyetujui APBA senilai Rp 16,9 triliun, namun fraksi itu juga ikut mengkritisi APBA dimaksud. Termasuk kenaikan APBA 2021 dengan dalih karena ada Silpa. “Tapi kok terasa abeh karena justru asusmsi target pendapatan mengalami penururun,” tutur Baedan.
Menurut politisi PKS yang juga mengaku jika ini adalah suara Fraksi PKS di DPRA itu, jawaban eksekutif atas Silpa Rp 2,8 T, tidak menjawab dari mana, dan kenapa terjadi Silpa dimaksud. “Itu sebenarnya pertanyaan besar harusnya dijelaskan dengan rinci. Ini penting menyangkut angka (anggaran) ‘uang rakyat’ dan harus dijawab dengan jelas,” tandas Bardan.
Anggota legislative dari Tanoh Gayo itu kembali mengingatkan soal proyek Multi Year Contrak (MYC) yang pada prinsipnya dapat disetujui, ketika prosudural, mekanisme dan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fraksi PKS DPR Aceh juga mengingatkan kembali bahwa DOKA dan TDBH Migas akan segera berakhir, oleh karenanya, harus perlu pemikiran dan kerja ekstra dari semua pemangku kepentingan untuk mencari sumber pembiyaan Aceh ke depan.
Karena kondisi itu justru berbanding terbalik dengan trend Penerimaan Pendapatan Aseli Aceh (PAA) yang cenderung mengalamai penurunan dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang. Hal itu makin menunjukan bahwa Pemerintah Aceh, hanya mengantungkan sumber penerimaan dari transfer pemerintah pusat. Dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Tugas Perbantuan dan Dana Otonomi Khusua Aceh (DOKA), serta Dana Tambahan Bagi Hasil MiGAS (DTBH Minyak dan GAS) Aceh. “Ini benar benar menuntut komitmen semua pihak untuk berpikir secara kretif menyangkut peningkatan PAA sebagai jawaban solutif terhadap berakhirnya DOKA dan TSBH Migas di Aceh,” tutur Bardan.(*)
PENULIS : NURDINSYAM