Ekses Pengibaran Bendera Bulan Bintang, Tengku Ni Dipanggil ke Polda

LHOKSEUMAWE ZULKARNAINI atau lazim disapa Tengku Ni, dipanggil ke Polda Aceh, yang kini sedang menyelidiki insiden penaikan bendera Bulan Bintang di Lhokseumawe, tanggal 04 Desember 2021 lalu, bertepatan dengan Milad GAM. Teungku Ni sendiri kini masih tercatat sebagai Ketua KPA Wilayah Pasee. Pemanggilan terhadap Teungku Ni itu beredar dalam beberapa pesan berantai di lintas WAG. … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

Foto Dok

LHOKSEUMAWE

ZULKARNAINI atau lazim disapa Tengku Ni, dipanggil ke Polda Aceh, yang kini sedang menyelidiki insiden penaikan bendera Bulan Bintang di Lhokseumawe, tanggal 04 Desember 2021 lalu, bertepatan dengan Milad GAM. Teungku Ni sendiri kini masih tercatat sebagai Ketua KPA Wilayah Pasee.

Pemanggilan terhadap Teungku Ni itu beredar dalam beberapa pesan berantai di lintas WAG. Bahkan juga ada di upload Surat Pemanggilan untuk Teungku Ni yang ditandatangani oleh Dir Reskrimum Kombes Pol Ade Harianto SH MH. Teungku Ni juga tercatat sebagai Ketua Mualimin Aceh.

Dalam surat itu disebutkan jika klasifikasinya adalah ‘biasa’ dengan perihal, undangan interview.

Pemanggilan tersebut juga merupakan upaya klarifikasi dari Polda Aceh kepada yang bersangkutan tentang niat (mens rea) berupa motif dan tujuan pengibaran bendera bulan bintang yang sudah terjadi (actus reus) sebelumnya, dan diduga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Benar! Ditreskrimum Polda Aceh sedang melakukan penyelidikan terkait pengibaran bendera Bulan Bintang yang sama pada pokoknya dengan Bendera GAM dulu di Lhokseumawe pada saat milad 4 Desember yang lalu. Di mana aparat keamanan sudah berusaha menghentikan, akan tetapi tetap dilakukan,” sebut Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol. Winardy, SH SIK MSi melalui keterangan persnya, Sabtu (18/12/2021).

Winardy menegaskan, secara hukum bendera bulan bintang yang dikibarkan baik saat Hari Damai Aceh atau pada Milad GAM setiap tanggal 4 Desember adalah ilegal.

Hal tersebut, kata Winardy, sudah dijelaskan oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri Muhammad Hudori, saat menjawab somasi dari YARA untuk mencabut Permendagri berkenaan dengan pembatalan beberapa ketentuan dalam Qanun nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.

Kemendagri beralasan, pembatalan tersebut dilakukan karena Qanun nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh bertentangan dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah.

Baca Juga:  Polisi Gagalkan Selundupan 4 Karung dan 1 Fiber Ikan Diduga Berisi Sabu

Dalam PP tahun 2007 dalam pasal 6 ayat (4) yang menyebutkan;

  1. Desain logo dari bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/ perkumpulan/ lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Yang dimaksud dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/ perkumpulan/ lembaga/gerakan separatis dalam ketentuan ini misalnya logo dan bendera Bulan Sabit yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Aceh, logo burung Mambruk dan Bintang Kejora yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Papua, serta bendera Benang Raja yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Maluku.

Kemudian dalam pasal 6 ayat (3) juga disebutkan, bendera daerah tidak dikibarkan pada upacara memperingati hari-hari besar kenegaraan di daerah, upacara hari ulang tahun daerah, dan/atau upacara/apel bendera lainnya.

Sehingga ke depan, sambungnya, setiap aktifitas pengibaran bendera Bulan Bintang dapat di katagorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang apabila tujuan/ niat pengibarannya adalah untuk memisahkan diri dari NKRI, maka dapat dikenakan pasal-pasal terkait makar.

Namun demikian, apabila keputusan tersebut dirasa kurang tepat, Pemda Aceh masih dapat melakukan upaya hukum lain, seperti PTUN terhadap Keputusan Mendagri Nomor 188.34-4791 Tahun 2016.

“Kalau tidak setuju, Pemerintah Aceh masih dapat melakukan upaya hukum lain, dan Masyarakat Aceh melalui perwakilannya di Dewan serta Pemda Aceh dapat membentuk Tim Khusus yang membahas masalah ini melalui jalur musyawarah mufakat dengan Pemerintah Pusat serta menyiapkan opsi-opsi terbaik dalam bingkai NKRI. Intinya lakukan sesuai dengan mekanisme hukum,” ujarnya.

Di akhir keterangannya, Winardy menghimbau kepada masyarakat agar secara bersama-sama menciptakan potret Aceh yang sejuk dan damai, baik di mata Nasional maupun Internasional demi terbukanya investasi bagi Aceh, bukan malah melakukan upaya kontraproduktif yang justru membuat iklim investasi menjadi redup dengan potret masa lalu yang masih menjadi stigma negatif di luar sana.

Baca Juga:  Sembuh Lagi 17 Pasien Covid-19, Kasus Konfirmasi Baru 42 Orang

 

Berita Terkini

Haba Nanggroe