DUNIA Pondok Pesantren saat ini sedang tidak baik-baik saja, seiring mengemukanya kasus pelanggaran yang terjadi di dalam pondok pesantren yang nota benenya diharapkan mampu mencetak generasi bangsa yang religius, bermartabat dan beretika.
Alih-alih menjadi sarana pendidikan bagi generasi bangsa, image pondok pesantren yang biasa disingkat Ponpes atau Dayah sebutan dalam bahasa Aceh, belakangan mau tak mau mulai turun pamornya, seiring rangkaian insiden yang di luar koridor regulasi dayah.
Padahal realitanya, dari sekian banyak Ponpes yang ada, mungkin hanya sebagian kecil yang pernah tersandung kasus atau masalah, baik antara santri dan ustadz atau ustadzah, mau santri sesama santri di sana.
Namun dikarenakan pesatnya perkembangan teknologi saat ini, sehingga sekecil apapun peristiwa dengan cepat informasi dan beritanya tersebar ke mana-kemana melalui berbagai platform media, sehingga sekecil apapun permasalahan di Ponpes, informasinya akan segera tersebar. Dan ini, berlaku untuk Ponpes di wilayah manapun, tak memandang di pusat kota atau nun jauh di pedalaman.
Berdasarkan informasi yang beredar tersebut, dapat kita ketahui, bahwa ternyata ada peristiwa pelanggaran yang terjadi di dunia pendidikan berbasis agama tersebut, seperti adanya pemukulan terhadap santri oleh Ustadz yang berprofesi sebagai guru bagi santri di sana, ada pula kasus asusila mulai dari pelecehan terhadap santri wanita hingga berujung kehamilan, sampai ada pula kasus sodomi yang dilakukan oleh Ustadz kepada santri pria.
Dan yang paling sering ditemukan adalah terjadinya kasus pemukulan oleh santri terhadap santiri lainnya, baik antara santri senior dan junior, maupun sesama lettingnya. Walau belakangan ada yang dibantah oleh pihak dayah, walau sebenarnya pihak hamba hukum telah turun tangan.
Selaku masyarakat, terkhusus kita adalah masyarakat Aceh, yang tentu saja sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan syariat islam di dalam seluruh sendi kehidupan kita, tentu sudah menjadi hal yang lumrah jika kita bergantung dan berharap agar pendidikan dayah terus tumbuh dan berkembang, guna mendidik para putra-putri kita agar menjadi generasi penerus yang berbasis pada Iman dan taqwa, serta beradab dan beretika.
Namun, melihat fenomena yang ada, dengan munculnya banyak kasus pelanggaran yang terjadi di dunia pendidikan pesantren, tentu saja memunculkan kekhawatiran dan keraguan bagi masyarakat, hingga berdampak pada turunnya trust masyarakat terhadap dunia pendidikan di Pondok Pesantren.
Oleh karena itu, kita berharap, kepada pihak terkait dan pihak yang berwewenang dalam mengurus pendidikan Dayah atau Pesantren, yang mana kita ketahui di Aceh, kita mempunyai kekhususan dalam menangani hal tersebut, hingga dibentuk suatu badan atau dinas khusus yang membidanginya, yaitu Badan Dayah.
Maka melalui badan atau dinas ini, dengan dibantu instansi terkait lainnya, seperti Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Dinas Syariat Islam serta lembaga adat lainnya, kita berharap ada mekanisme yang valid dan terukur dalam penerbitan izin pendirian Dayah atau Pesantren.
Dan tentu saja dalam proses validasi tersebut melibatkan semua unsur terkait, selektifitas harus dilakukan berdasarkan variabel yang terukur, dengan mengesampingkan unsur-unsur pribadi. Satu hal yang tidak kalah penting dalam tahapan ini adalah uji kelayakan para calon tenaga pendidik atau calon Ustadz yang disediakan oleh pihak pengelola Dayah atau Pesantren, mulai dari uji kepatutan hingga tes psikologi.
Impack dari hal ini adalah, harapan dari masyarakat yang mendambakan kembalinya iklim pendidikan Dayah atau Pesantren sebagaimana di masa-masa para Abu-abu dan Teungku-teungku terdahulu, yang mana mereka telah menjadi sosok panutan dan suri tauladan bagi seluruh masyarakat saat ini.
Masyarakat juga menggantungkan harapan kepada pihak-pihak yang berwenang dalam menangani bidang pendidikan Dayah atau Pesantren ini, dengan harapan, adanya satu regulasi atau aturan yang baku, tentang sikap atau tindakan yang diberikan kepada Dayah atau Pesantren yang bermasalah tersebut. Mulai dari peringatan ringan sampai dengan penutupan sementara dan bila memungkinkan ditutup secara permanen. Tentu saja setelah melalui proses kajian yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Terakhir, penulis menekankan, bahwa kritik dan saran ini murni kami sampaikan atas dasar kecinatan kami masyarakat terhadap Dayah atau Pesantren untuk menjadi wadah yang mendidik generasi bangsa ini untuk menjadi generasi yang berilmu, beriman, bertaqwa, beradab dan beretika.
*) Wartawan Acehherald.com (Aceh Tengah dan Bener Meriah)