Dua Kali Erdogan Ubah Konstitusi Demi Perpanjang Masa Jabatan Presiden

JAKARTA | ACEHHERALD.COM — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dipastikan kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan umum yang akan digelar pada 14 Mei mendatang. Ini adalah kali ketiga Erdogan maju sebagai presiden Turki, setelah memulai kepemimpinan politiknya sebagai perdana menteri selama periode 2003-2014, dan berlanjut menjadi presiden sejak 2014 hingga saat ini. Dengan demikian, … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD.COM — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dipastikan kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan umum yang akan digelar pada 14 Mei mendatang.

Ini adalah kali ketiga Erdogan maju sebagai presiden Turki, setelah memulai kepemimpinan politiknya sebagai perdana menteri selama periode 2003-2014, dan berlanjut menjadi presiden sejak 2014 hingga saat ini.

Dengan demikian, Erdogan sudah 20 tahun menjadi pemimpin Turki.

Para analisis menyebut pemilu kali ini menjadi salah satu yang paling menantang bagi Erdogan, terutama di tengah gejolak ekonomi dan inflasi yang tengah melonjak belakangan ini.

Dalam survey yang digelar sepekan jelang pemilu, Erdogan disebut kalah suara dari pesaingnya, Kemal Kilicdaroglu. Namun presiden berusia 69 itu tentu tak hilang arah demi mengamankan posisinya sebagai pemimpin negara.

Pada 9 Mei lalu, Erdogan mengumumkan kenaikan upah minimum pekerja publik sebesar 45 persen, termasuk menjamin kesejahteraan. Dia juga berjanji akan terus mengupayakan kenaikan gaji dan pensiunan pegawai negeri.

“Kami menaikkan upah sebesar 45 persen, termasuk bagian kesejahteraan. Dengan demikian, kami menaikkan upah pekerja publik dengan jumlah terendah menjadi TL15 ribu (setara Rp11,3 juta)” ungkap Erdogan beberapa waktu lalu.

Jurus lain juga dikeluarkan Erdogan demi menekan lawan politiknya. Dilansir dari RT, sebelum ini dia juga menuding rivalnya Kilicdaroglu dan sekutunya sebagai kelompok pendukung hak kaum LGBT.

Sebenarnya ‘akal-akalan’ Erdogan demi memperpanjang masa jabatannya sudah dilakukan sejak masa lalu. Di antaranya dengan mengubah konstitusi sebanyak dua kali, pada tahun 2007 dan 2017.

Dilansir Reuters, di bawah amandemen konstitusi 2007, parlemen Turki menetapkan bahwa presiden harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden Turki saat itu, Abdullah Gul, adalah sekutu politik Erdogan.

Baca Juga:  Pilpres Turki di Depan Mata, Ini Sosok Lawan Erdogan

Meski diputuskan pada tahun 2007, hasil referendum ini baru berlaku saat pemilihan presiden tahun 2014. Pada pemilu tersebut, Erdogan mencalonkan diri sebagai presiden dan terpilih.

Tak cukup sampai di situ, Erdogan kembali memantapkan posisinya dengan melaksanakan referendum tahun 2017 untuk mengubah Turki secara penuh menjalankan sistem presidensial dan menghapus posisi perdana menteri.

Jika sebelumnya peran presiden Turki hanya bersifat seremonial dan perdana menteri lah yang punya peran sebagai kepala pemerintahan resmi, namun referendum 2017 mengatur agar jabatan PM dihapuskan dan sebagian besar kekuasaan itu diserahkan kepada presiden.

Lewat referendum itu presiden punya hak untuk menyusun anggaran negara, mengumumkan kendaraan darurat tanpa persetujuan kabinet, bahkan membubarkan parlemen dalam keadaan tertentu.

Meski telah menjabat presiden sejak 2014, namun periode pertama kepemimpinan Erdogan baru dihitung pasca referendum 2017 yang mengatur kekuasaan penuh jabatan presiden.

Dengan demikian, Erdogan dianggap baru menjabat presiden selama satu periode tahun 2018-2023, dan masih punya kesempatan untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilu presiden 2023.

Sumber: CNN Indonesia

Berita Terkini

Haba Nanggroe