Dr. Wiratmadinata : Polarisasi Politik Ancam Kesatuan Bangsa

BANDA ACEH I ACEHHERALD.com – Ada tiga penyebab utama terjadinya polarisasi, baik sosial maupun politik di negeri ini, yang semuanya menjadi ancaman serta tantangan terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa, dalam waktu satu tahun kedepan, khususnya hingga Pemilu, Pilpres dan Pilkada 2024 mendatang. Ketiga tantangan itu adalah, politik identitas, politisasi agama, dan lemahnya literasi media, khususnya … Read more

DR Wiramadinata. Foto Ist

Iklan Baris

Lensa Warga

BANDA ACEH I ACEHHERALD.com – Ada tiga penyebab utama terjadinya polarisasi, baik sosial maupun politik di negeri ini, yang semuanya menjadi ancaman serta tantangan terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa, dalam waktu satu tahun kedepan, khususnya hingga Pemilu, Pilpres dan Pilkada 2024 mendatang. Ketiga tantangan itu adalah, politik identitas, politisasi agama, dan lemahnya literasi media, khususnya Media Sosial di kalangan warga.

Hal itu dikatakan oleh Dr, Wiratmadinata, S.H., M.H., akademisi, Ahli Tata Negara serta conflict management, saat memberikan materi di hadapan perwira muda TNI, tokoh masyarakat, komunitas radio, komunitas transportasi online, Pertisa, dan aparatur desa, di Makodim 0101/Banda Aceh, Kamis, (27/7) di Banda Aceh.

Doktor Wira yang juga dosen senior di Kamus Unaya itu, memberikan contoh studi kasus Pilpres 2019, di mana masyarakat Indonesia diprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu, agar terpolarisasi sedemikian rupa menjadi dua kubu utama, yang saling bermusuhan, yaitu; kelompok “Cebong”, untuk pendukung Jokowi dan kelompok “kampret”, untuk pendukung Prabowo.

Uniknya, nama atau sebutan cebong maupun kampret itu samasekali tidak pernah direstui ataupun dikehendaki, setidaknya secara formal, baik oleh Jokowi maupun Prabowo. “Provokasi dan penamaan itu dilakukan oleh kelompok-kelompok buzzer, atau “pendengung” isu, yang saling menyerang dengan cara-cara yang kasar, penuh ujaran kebencian, kampanye hitam, kampanye negatif sampai hoax dan fitnah, melalui Medsos. Makanya masalah literasi media menjadi strategis dalam hal ini. “Akibat masifnya pengondisian atau pengkotakan antara identitas Kampret versus Cebong yang tidak mampu dikontrol oleh kelompok masing-masing Capres, akhirnya masyarakat terpolarisasi, menjadi dua kutub yang saling membenci” ulas Wiratmadinata, yang juga mantan Jurubicara Pemerintah Aceh serta Staff Khusus Gubernur Aceh (2018-2022).

Baca Juga:  Demokrat Banda Aceh Ingin Kembali Berjaya

Ironisnya lagi, kata Wira, setelah Pilpres berakhir, dan Jokowi menjadi Presiden, ternyata Pak Jokowi dan Pak Prabowo justru berdamai, bahkan Prabowo diangkat sebagai Menteri Pertahanan, yang artinya para kandidat bisa berdamai seketika; sementara masyarakat tetap terbelah. “Masyarakat tetap terpolarisasi, dan perlu waktu untuk konsolidasi, karena sudah terlanjur bermusuhan. Inilah, pelajaran berharga yang harus diambil hikmahnya oleh setiap orang, agar tidak terjebak ke dalam polarisasi politik yang dikondisikan pihak-pihak yang punya kepentingan sepihak, tanpa peduli risikonya bagi kesatuan bangsa pada Pilpres 2024,” ulas Wiratmadinata yang juga mantan praktisi media itu.

Lebih lanjut, Wira menguraikan bahwa alat utama membuat polarisasi adalah menggunakan politik identitas. Anggota masyarakat dikondisikan melalui konten-konten di Medsos untuk saling mengidentifikasi diri, sebagai kelompok yang paling benar berdasarkan sentimen agama-ini yang utama- lalu sentimen kesukuan, sentimen kedaerahan, dan sentimen perbedaan pandangan politik. “Intinya, masyarakat dicuci otaknya lewat konten-konten yang berisi ujaran kebencian, manipulasi informasi, berita hoax sampai berita fitnah secara terus-menerus, setiap hari, dengan tujuan untuk saling membenci, saling menyerang, bahkan kalau bisa sampai saling menghancurkan. Maka dalam konteks ini moderasi beragama serta literasi media menjadi agenda penting untuk menjaga Kesatuan Bangsa,” pungkas Wiratmadinata.

Acara yang berlangsung di Makodim 0101 Banda Aceh ini juga dihadiri Pabung Kodim 0101/Banda Aceh, Letkol. Inf. Issukandar, serta perwira senior yang dalam pembukaan menjelaskan pentingnya penguatan komunikasi sosial masyarakat dengan TNI. “Masyarakat dan TNI itu harus saling bekerjasama, saling mendukung dalam menyelesaikan masalah-masalah masrakat. Fungsi teritorial TNI, adalah untuk memastikan TNI dan rakyat tetap mejadi satu kesatuan,” ujar Perwira menengah yang enerjik ini.@

Berita Terkini

Haba Nanggroe