JAKARTA | ACEHHERALD – Komisi IV DPR RI melontarkan kritik pedas berkaitan dengan kebijakan impor beras. Langkah ini seolah membuktikan, kinerja Kementerian Pertanian di 2022 ini buruk.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mempertanyakan data-data yang disajikan Kementan menyangkut produksi hingga ketersediaan beras. Pasalnya, dari data yang ia peroleh, produksi beras selalu mengalami surplus padahal ada pemotongan anggaran di beberapa tahun terakhir. Berkenaan dengan hal tersebut, Sudin menampilkan review komoditas padi 2015-2022.
Berdasarkan data tersebut, disebutkannya pada 2015, anggaran Kementan Rp 32,81 triliun, produksi berasnya 75,40 juta ton. Kemudian pada 2016 anggaran Kementan mencapai Rp 27,63 triliun.
“Angka tersebut sudah menurun. Tetapi produksinya tetap meningkat ” katanya, dalam Rapat Kerja DPR RI dengan Kementerian Pertanian, Senin (16/01/2023).
Tidak hanya itu, kondisi serupa juga nampak di 2017. Sudin mengatakan, Kementan mencatatkan adanya surplus, namun anehnya impor dilakukan. Kemudian yang menurutnya paling janggal, pada 2020 anggaran Kementan dipotong hingga 50% dibanding dengan saat 2015. Namun, produksinya tetap meningkat.
“Tetapi produksinya tetap 54,65 juta ton. Dari mana? Dengan anggaran yang dipotong 50%, tetapi produskinya masih hanya beda sedikit,” ucapnya.
Padahal, Sudin menyebut, setiap tahunnya terjadi alih fungsi lahan persawahan yang cukup besar. Kondisi ini pun menimbulkan tanda tanya besar, hingga dicurigai adanya manipulasi data oleh oknum Kementan.
Tidak hanya itu, pada 2019-2020 Kementan menyebut tidak ada impor beras. Mirisnya, Sudin mengatakan, dalam catatan Kementerian Perdagangan, ada data sebanyak 425 ribu ton impor beras dengan alasan beras khusus. Padahal beras khususnya tidak sampai 30%. Sementara sisanya ialah beras medium dan beras premium, yang bisa di jual di Indonesia.
“Data ini saya ambil bukan hanya dari Kemenetrian Pertanian. Tetapi juga Bea Cukai, BPS, serta seluruh lembaga survei lainnya,” ujarnya.
Apabila produksi beras RI surplus, Sudan mempertanyakan kemana larinya margin surplus tersebut. Pasalnya, dalam data tersebut, tidak dijelaskan secara lebih rinci menyangkut hal tersebut. Ditambah lagi, diketahui RI hingga saat ini masih terus mengambil langkah impor beras akibat kekurangan stok.
“Kalau surplus, kok harus ada impor?” ujar Sudin.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, perihal langkah impor beras ini telah sejalan dengan data yang ada. Data-data tersebut pula disajikan secara jelas oleh Badan Pusat Statistik.
“Produktivitas dan lain-lain harus pakai data. Dan data itu dari mana? BPS. Itu perintah Undang-Undang. Kalau nggak percaya data, percaya apa?,” kata Syahrul kepada media, selepas acara.
Diketahui, hingga saat ini RI masih terus melakukan impor beras. Pemerintah telah menandatangani kontrak impor beras sebanyak 500 ribu ton. Pada Januari 2023, diperkirakan sebanyak 200 ribu ton beras akan memasuki Indonesia dan 300 ribu ton sisanya akan masuk pada Februari 2023, dilansir dari detikfinance.