BANDA ACEH | ACEHHERALD.com – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menyikapi surat Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor : T-125/MB.05/SJN.H/2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Pemerintah Daerah Aceh.
Sebab, menurut DPR Aceh, masalah izin pengelolaan tambang di Aceh telah diberikan dan dengan tegas telah diatur dalam Pasal 165 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
Menurut siaran pers DPR Aceh yang diterima AcehHerald.com, Rabu (15/2/2023), surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM dengan mengatasnamakan Menteri ESDM itu perlu diberikan penjelasan beberapa hal sebagai berikut:
- Kewenangan Pemerintah Aceh tentang pemberian izin bagi investasi asing telah diberikan dan dengan tegas telah diatur dalam Pasal 165 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sehingga secara hukum Pemerintah Aceh memiliki kewenangan dalam pemberian izin bagi investasi asing dan penanaman modal asing. Dengan demikian Aceh sebagai daerah yang diberikan kewenangan khusus sesuai dengan konstitusi Negara Republik Indonesia berwenang mengatur kewenangannya.
- Surat Kementerian ESDM tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir kewenangan Pemerintah Aceh dalam memberikan izin investasi termasuk dalam Penanaman Modal Asing. Surat tersebut bukan produk hukum yang dapat dijadikan landasan hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan Perundang-undangan.
- Bahwa sebagaimana diketahui Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 91K/TUN/LH/2020, terkait izin pertambangan PT EMM (Emas Murni Mineral) di Beutong Ateuh, menyatakan batal, keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor : 66/I/IUP/PMA/2017 tentang persetujuan penyesuaian dan peningkatan tahap izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi mineral logam dalam rangka Penanaman Modal Asing untuk komoditas emas kepada PT. EMM tertanggal 19 Desember 2017, karena menurut Mahkamah Agung, kewenangan izin pertambangan dari investasi Asing di Aceh merupakan kewenangan Pemerintah Aceh, bukan kewenangan Pemerintah Pusat.
- Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh merupakan produk Hukum yg sah dan berlaku sesuai dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan juga merupakan solusi bagi konflik bersenjata di Aceh, Undang-Undang ini merupakan turunan dari perjanjian damai yang kita kenal dengan perjanjian MoU Helsinki, oleh karena itu pengingkaran terhadapnya merupakan perbuatan yang melawan konstitusi (makar) dan juga merupakan musuh perdamaian.
- Berdasarkan uraian tersebut diatas dalam menyikapi persoalan ini DPRA akan segera melakukan rapat bersama Pemerintah Aceh dan meminta Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM untuk mencabut surat yang mereduksi kewenangan Aceh sebagaimana disebutkan dalam UUPA secara tegas dan sangat jelas, terutama Pasal 156 dan Pasal 165. (*)