MUNGKIN bagi kita yang berada di Aceh teramat sering membaca sebuah tulisan atau slogan yang berbunyi “Damai Itu Indah”. Bagaimana tidak, hampir di setiap unit sekretariat TNI, mulai dari Komando Daerah Milter (Kodam), Komando Resort Militer (Korem), Komando Distrik Militer (Kodim), Bahkan hingga di sekretariat Komando Rayon Militer (Koramil), tulisan tersebut dapat dipastikan ada terpampang di sana.
Tidak hanya di kantor-kantor Militer, terkadang tulisan tersebut juga kita dapati pada baliho di sudut-sudut jalanan kota, juga di sudut lapangan tempat orang-orang banyak berkumpul di sana.
Menilik dari histori tulisan tersebut, bisa kita berasumsi bahwa tulisan atau slogan “Damai Itu Indah” muncul disebabkan oleh adanya perdamaian antara dua pihak yang terlibat dalam pertikaian panjang, di mana hampir 30 tahun lebih dua pihak tersebut berkemelut yang disertai kontak tembak untuk mempertahankan ideologi masing-masing.
Hingga akhirnya, satu musibah yang diturunkan oleh sang Khalik di Bumi Serambi Mekah, yaitu gempa maha dahsyat hingga menimbulkan gelombang tsunami yang meluluhlantakkan seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh dan menelan ratusan ribu korban jiwa.
Dan akhirnya, pasca musibah gempa dahsyat dan tsunami yang mampu menyita perhatian dunia tersebut, dua pihak yang bertikai selama lebih dari 3 dekade itupun bersepakat untuk damai.
Perdamaian itulah menjadi satu tonggak baru bagi peradaban daerah Aceh yang dulu pernah berjaya diera kesultanan kerajaan Aceh Darussalam.
Semua pihak sepakat, bahu membahu, berjibaku membangun Aceh dalam semua lini, untuk menuju Aceh yang damai, makmur dan sejahtera.
Sekilas itulah makna dan sejarah ringkas daripada tulisan atau slogan “Damai Itu Indah” tadi.
Beberapa hari ini, Aceh dihebohkan oleh satu peristiwa pahit yang nyaris menjadi pemicu munculnya kembali perpecahan antar sesama warga Aceh sendiri.
Bermula dari diterbitkannya SK penetapan hingga dilantiknya Alhudri sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh oleh Wakil Gubernur Fadhlullah SE. Alhudri menggantikan posisi Diwarsyah yang sebelumnya telah dilantik menjadi Asisten Sekda Aceh.
Pelantikan Alhudri tersebut ternyata mendapat sorotan dari Ketua DPR Aceh (DPRA) Zulfiadi, Zulfiadi menilai ada kejanggalan pada proses pelantikan tersebut, bahkan secara terang-terangan Abang Samalanga (panggilan Akrab Zulfiadi) dengan tegas didepan publik menyatakan bahwa diduga ada maladministrasi pada proses penerbitan SK Alhudri sebagai Plt Sekda tersebut dan ia juga menuding ada konspirasi jahat dalam proses tersebut.
Tidak sampai di situ, di berbagai media sosial bahkan beredar vidio Zulfiadi dengan nada tinggi mempersoalkan prihal proses pengangkatan Alhudri sebagai Plt Sekda dan dalam vidio yang beredar tersebut, sang Ketua DPRA dengan lugas menyebutkan nama-nama yang ia curigai sebagai pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal tersebut. “Saya sudah tau siapa dibalik proses pengangkatan Alhudri ini sebagai Plt Sekda, saya siap dicopot dari Ketua DPRA, karena saya merasa benar dan ada permainan dalam proses pengangkatan Plt Sekda ini,” demikian kira-kira ucapan Zulfiadi dalam vidio rekaman yang diduga direkam saat proses pelantikan salah satu Wakil Ketua DPRA dari Partai Golkar.
Tidak hanya menyebut nama-nama pihak yang ia curigai sebagai dalang dari pengangkatan Alhudri sebagai Plt Sekda yang dianggapnya bermasalah tersebut, jelas dalam vidio yang beredar itu Zulfiadi juga menyasarkan kekesalannya pada sebuah lembaga advokasi hukum yang ada di Aceh yang ia nilai hanya ingin mengacaukan masalah dan cenderung mencari panggung di atas persoalan orang lain.
Namun ending dari peristiwa yang awalnya seperti orang bertarung di ring oktagon, malah berakhir seperti iklan obat sekait kepala ‘oskadon’ pancen oye.
Bagaimana tidak, jika melihat peristiwa kisruh antara legislatif dan eksekutif Aceh yang disajikan oleh berbagai media, baik cetak maupun online, serta tayangan-tayang vidio singkat terkait hal tersebut di berbagai platform media sosial, seperti nyaris tak ada titik temu untuk menuju arah perdamaian dari kedua belah pihak para elite yang bertikai tersebut. Bahkan ada pihak-pihak yang memprediksi bahwa perselisihan elite ini adalah awal dari perpecahan yang berdampak pada kehancuran di tuduh Pemerintah Aceh.

Namun siapa menyangka, Selasa, (24/02/2025) sekitar pukul 19.00 Wib, diberbagai media sosial, baik grup-grup whatsapp, tiktok, facebook dan instagram masyarakat Aceh disuguhkan oleh beredarnya foto yang menggambarkan Ketua DPRA, Zulfiadi dan Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah sedang salam komando sambil tertawa renyah, seperti pelakon iklan obat saket kepala oskadon yang tertawa renyah usai minum obat.
“Alhamdulilah Yaa Allah, ka dame awaknyan man dua, beu jroeh sampoe ouh habeh masa (Alhamdulillah Yaa Allah, sudah berdamai mereka berdua, semoga saling berbaikan hingga akhir masa),” ujar salah seorang warga Kota Lhokseumawe yang tampak begitu terharu dan gembira melihat foto tersebut lewat di beranda media sosialnya.
Politik memang tak dapat disangka-sangka, semua sulit dipredikasi. Ibarat dikatakan hadih maja, nan mantong pulitek, di taguen manok dipajoh itek (nama nya saja politik, di masak ayam waktu dimakan sudah itik)
Yang jelas, islah antara Ketua DPR Aceh dengan Wagub Aceh itu menjadi satu tonggak baru bagi gelindingan roda Pemerintahan Aceh yang baru berumur tiga pekan.
Semua pihak tentu sepakat, bahu membahu, berjibaku membangun Aceh dalam semua lini, untuk menuju Aceh yang damai, makmur dan sejahtera serta bermartabat. Bukankah “Damai Itu Indah”
*) Wartawan acehherald.com di Takengon