JAKARTA | ACEHHERALD – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku dalam enam bulan terakhir melakukan perjalanan ke daerah terpencil, melihat kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan sejumlah wilayah. Menurutnya, masih banyak ruang kosong dan alat terbengkalai lantaran nihil dokter spesialis.
“Aku kemarin ke Nias Utara. Liat tuh Nias Utara, sudah ada kamar operasi tapi bersarang laba-laba, kok nggak dipakai? Ada lab anestesi, kenapa nggak dipakai? Iya nggak ada dokter bedah,” katanya dalam Rakernas, Rabu (23/2/2023).
Imbasnya, beberapa penanganan kasus seperti misalnya kecelakaan patah tulang perlu dibawa ke RS dengan jarak tempuh dua hingga tiga jam dari lokasi. Di beberapa daerah, Menkes menemukan masih banyak RSUD dengan hanya satu dokter spesialis, padahal idealnya tersedia tujuh dokter spesialis.
Ia mengaku heran jika kemudian usul produksi dokter berbasis rumah sakit atau hospital based diprotes, saat tersedia lebih dari 3 ribu RS yang mampu memberikan pendidikan, sementara Fakultas Kedokteran di Indonesia hanya ada 20.
“Itu dimarahin, dibilang Menkes-nya nggak ngerti, kualitasnya jelek, tapi kan itu nggak solve permasalahan ke masyarakat, ini faktanya masyarakat nggak bisa akses, nggak ada dokternya,” terang dia.
Polemik lain disinggung Menkes saat dirinya meminta dokter umum diberikan kompetensi tambahan untuk menangani kasus darurat di tengah minim spesialis. “Terus saya tanya, ‘Kenapa dokternya nggak dikasih kompetensi umum tambahan sih untuk membantu?’ ‘Oh dimarahin Pak, nanti karena itu kompetensinya spesialis.’Jadinya ya garuk-garuk kepala kan,” tutur dia.
“Jadi tataran diskusi kita, tataran kompetensi lapak dokter atau layanan di daerah? Kasihan, kasih dong kompetensi-kompetensi dokter umum itu,” sambungnya.
Bukan tanpa sebab, beberapa pihak khawatir jika kompetensi tidak dijaga, ujungnya akan berdampak buruk pula pada pelayanan masyarakat. “Dibilang Pak nanti masyarakat mau tanggung jawab kalau ada apa-apa? Loh di jaman dulu juga dokter-dokter kalau susah juga dididik, jangan kemudian ngancem-ngancem ‘Oh Bapak nanti tanggung jawab kalau misalnya itu jelek.'”
Setiap tahun, ada enam ribu anak dengan penyakit jantung bawaan yang tidak selamat lantaran kesulitan mengakses operasi jantung terbuka. Di periode yang sama, kanker khususnya jenis payudara juga menjadi tantangan pemerintah lantaran 70 persen dari kasus yang dilaporkan wafat, akibat telat terdeteksi.
Sumber: detikHealth