BMKG Ungkap Prakiraan Kondisi Bulan Penentu Iduladha 2023

JAKARTA | ACEHHERALD.COM — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap prakiraan kondisi Bulan pada 18 Juni 2023 yang jadi penentu Iduladha 2023. Hal itu terungkap dalam paparan berjudul “Informasi Prakiraan Hilal saat Matahari Terbenam Tanggal 18 Juni 2023 Penentu Awal Bulan Zulhijah 1444 H”. Sebagai patokan, Pemerintah menerapkan kriteria MABIMS (hasil kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD.COM — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap prakiraan kondisi Bulan pada 18 Juni 2023 yang jadi penentu Iduladha 2023.

Hal itu terungkap dalam paparan berjudul “Informasi Prakiraan Hilal saat Matahari Terbenam Tanggal 18 Juni 2023 Penentu Awal Bulan Zulhijah 1444 H”.

Sebagai patokan, Pemerintah menerapkan kriteria MABIMS (hasil kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dalam penentuan awal bulan hijriah.

Nilai minimalnya adalah tinggi hilal 3º dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Di bawah angka-angka itu, hilal dianggap belum terlihat dan berarti belum masuk bulan baru hijriah.

BMKG mengungkap secara astronomis pelaksanaan pengamatan hilal sebagai penentu awal bulan Zulhijah 1444 H, bagi yang menerapkan rukyat, adalah setelah Matahari terbenam pada 18 Juni 2023.

“Dan bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal Zulhijah 1444 H, perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab saat Matahari terbenam tanggal 18 Juni 2023 tersebut,” tulis BMKG.

Hal ini sejalan dengan jadwal sidang isbat Kementerian Agama, Minggu (18/6). “Insyaallah [sidang isbat] di tanggal 18 Juni,” kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib, Selasa (6/6).

Tanggal tersebut didasarkan kepada konjungsi Matahari dan Bulan pada 18 Juni 2023 yakni pada 86,724° serta waktu terbenamnya Matahari.

Menurut BMKG, konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ merupakan peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi.

Hasil perhitungan BMKG mengungkap kondisi Bulan pada 18 Juni belum mencapai angka minimal kriteria MABIMS.

Berikut rincian hasil perhitungan beberapa kategorinya:

Ketinggian hilal

BMKG menjelaskan tinggi hilal merupakan besar sudut yang dinyatakan dari posisi proyeksi Bulan di Horizon-teramati hingga ke posisi pusat piringan Bulan berada.

Tinggi Hilal positif berarti Hilal berada di atas horizon pada saat Matahari terbenam. Adapun tinggi Hilal negatif berarti Hilal berada di bawah horizon pada saat Matahari terbenam.

Baca Juga:  7 Orang Pengoplos 350 Ton Beras Bulog Ditangkap Polda Banten

Berdasarkan pengamatan, ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 18 Juni 2023 berkisar antara -0,11° di Merauke, Papua sampai dengan 2,39° di Sabang, Aceh.

Elongasi

Elongasi merupakan jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari yang diamati oleh pengamat di permukaan Bumi.

Di Indonesia, elongasi saat Matahari terbenam di 18 Juni 2023 berkisar antara 4,40 ° di Jayapura, Papua sampai dengan 4,94° di Sabang, Aceh.

Umur Bulan

BMKG menuturkan umur bulan di sini berarti adalah selisih waktu terbenam Matahari dengan waktu terjadinya konjungsi.

Sementara, umur Bulan di Indonesia saat Matahari terbenam pada 18 Juni 2023 berkisar antara 3,86 jam di Merauke, Papua sampai dengan 7,28 jam di Sabang, Aceh.

Lag

Lag merupakan selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari.

BMKG menyebut Lag di Indonesia saat Matahari terbenam pada 18 Juni 2023 berkisar antara 0,56 menit di Merauke, Papua sampai dengan 13,74 menit di Sabang, Aceh.

Fraksi iluminasi Bulan (FIB)

FIB adalah “persentase perbandingan antara luas piringan Bulan yang tercahayai Matahari dan menghadap ke pengamat dengan luas seluruh piringan Bulan.”

Untuk angkanya pada 18 Juni, BMKG mencatat 0,15 persen di Jayapura, Papua, hingga 0,19 persen di Sinabang, Aceh.

Objek astronomis penghalang

BMKG juga mengungkap tidak ada obyek antariksa lain yang akan menghalangi atau mengacaukan pengamatan hilal. Objek-objek astronomis itu bisa berupa planet seperti Venus atau Merkurius atau bintang yang cerlang seperti Sirius.

“Pada tanggal 18 Juni 2023, dari sejak Matahari terbenam hingga Bulan terbenam tidak ada obyek astronomis lainnya yang jarak sudutnya lebih kecil daripada 10° dari Bulan,” tulis BMKG.

Sebelumnya, Pakar BRIN Thomas Djamaluddin memperkirakan Iduladha 2023 akan jatuh pada 29 Juni. Pasalnya menurut Thomas, hilal tidak akan terlihat di Indonesia dan Asia Tenggara pada 18 Juni.

Baca Juga:  BSI Berikan Layanan di 609 Cabang Meski Libur & Cuti Bersama Idul Adha

“Baik dengan kriteria MABIMS maupun kriteria Odeh (pakar astronomi) menunjukkan bahwa pada 18 Juni 2023, hilal tidak mungkin terlihat di wilayah Indonesia dan Asia Tenggara secara umum,” ujar dia, dalam blognya.

“Jadi 1 Dzulhijjah 1444 berdasarkan hisab imkan rukyat MABIMS pada 20 Juni 2023 dan Idul Adha pada 29 Juni 2022,” imbuhnya.

Berdasarkan perhitungan Thomas, ketinggian hilal di Aceh pada saat magrib 18 Juni (29 Zulkaidah) hanya 2,1º. “Tinggi tersebut terlalu rendah sehingga hilal yang sangat tipis tidak mungkin mengalahkan cahaya syafak (cahaya senja) yang masih cukup kuat,” tuturnya.

Penetapan tanggal 29 Juni itu berbeda dengan versi Muhammadiyah yang menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya), bukan hisab ‘urfi (peredaran rata-rata). Berdasarkan metode ini, Muhammadiyah menetapkan 28 Juni.

“Ada kemungkinan di bulan 1 Syawal atau Idulfitri dan Iduladha di 10 Zulhijah perbedaan, karena perbedaan metode yang dipakai,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di kantornya, Yogyakarta, Senin (6/2).

“Perbedaan itu jangan dianggap sebagai sesuatu yang baru, artinya kita sudah terbiasa dengan perbedaan lalu timbul penghargaan dan kearifan,” tandas dia.

Sumber: CNNIndonesia.com

Berita Terkini

Haba Nanggroe