BMKG: Matinya Alat Deteksi Tsunami BRIN Tak Berpengaruh Signifikan

JAKARTA | ACEHHERALD – Tujuh alat pendeteksi tsunami (Ina-Buoy) milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mati. Badan Meteoreologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjamin sistem peringatan dini tsunami tetap bisa beroperasi karena ratusan alat lainnya masih berfungsi. “Kita punya 320 lebih alat sensor yang masih beroperasi. Kalau mati cuma tujuh unit, itu nggak berpengaruh … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD – Tujuh alat pendeteksi tsunami (Ina-Buoy) milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mati. Badan Meteoreologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjamin sistem peringatan dini tsunami tetap bisa beroperasi karena ratusan alat lainnya masih berfungsi.

“Kita punya 320 lebih alat sensor yang masih beroperasi. Kalau mati cuma tujuh unit, itu nggak berpengaruh banyak,” kata Koordinator Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Iman Fatchurochman, kepada detikcom, Jumat (3/2/2023).

Meski 7 buoy pendeteksi tsunami dari BRIN mati, masih ada sekitar 240 unit alat tide gauge yang mendeteksi tsunami, 5 unit tsunami gauge, ada pula 36 data Automatic Weather Station (AWS).

BMKG mengoperasikan Ina-TEWS atau Indonesia-Tsunami Early Warning System sejak 2008. Di dalamnya, data-data yang dipasok dari alat-alat pelbagai instansi masuk dan diproses, termasuk data-data yang masuk dari buoy milik BRIN, dulu milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

“Sejak dibangun buoy itu, banyak terjadi kehilangan buoy, utamanya akibat vandalisme dan kerusakan,” kata dia.

Matinya buoy-buoy pendeteksi tsunami itu disebut BMKG sudah sejak setahun hingga enam bulan lalu. Buoy-buoy itu ada di lautan dekat Bengkulu, laut dekat anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, laut selatan Pangandaran, selatan Jawa Timur, laut selatan Bali, dan laut selatan Waingapu di Sumba Timur.

“Dalam perjalanannya, di BMKG sendiri kita jarang sekali mendapatkan data rekaman tsunami dari buoy itu sendiri sebetulnya. Karena, pas ada tsunami buoy-nya sudah nggak ada (rusak/mati),” kata Iman Fatchurochman.

Lantas, BMKG menerima suplai informasi dari alat baru BPPT kala itu, tahun 2020, namanya adalah Ina-CBT, yakni alat pendeteksi tsunami berbasis kabel, bukan mengapung di laut yang jauh seperti Ina-Buoy. Ina-CBT ada dua unit terpasang di kawasan Labuhan Bajo, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sampai sekarang masih beroperasi.

Baca Juga:  BMKG Ungkap Prakiraan Kondisi Bulan Penentu Iduladha 2023

BMKG sendiri tidak hanya menerima data deteksi tsunami dari alat-alat BPPT yang kini sudah tidak ada karena dilebur ke dalam BRIN. BMKG punya juga suplai data dari alat tide gauge yang dipasang di 240-an lokasi pantai. Alat tide gauge itu milik Badan Informasi Geospasial (BIG). Ada pula Automatic Weather Station (AWS) Maritim milik Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Artinya, dengan matinya tujuh alat dari BRIN itu tidak banyak berpengaruh signifikan dalam hal peringatan tsunami yang kita sediakan,” kata Iman.

BMKG mengandalkan sistem peringatan dini tsunami berbasis parameter gempa. “Peringatan tsunami pasti akan tetap ada terlepas dari ada atau tidaknya Ina-Buoy dari BRIN tersebut,” kata dia.

Hanya, Ina-Buoy sebelumnya dapat berfungsi mengonfirmasi informasi potensi tsunami. Ina-Buoy, bila tidak mati, juga dapat memberi peringatan pada daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat gempa laut. Terlepas dari itu, sistem peringatan dini tsunami BMKG tidak terganggu gara-gara tujuh buoy itu mati.

“Nggak terganggu. Selama ini ketika ada tsunami, kita juga belum pernah mendapatkan info dari buoy. Nggak signifikan juga sebetulnya. Ini karena kita sudah banyak terbantu dari alat tide gauge,” kata dia.

Sumber: detiknews

Berita Terkini

Haba Nanggroe