
“KITA masih berperang melawan ‘anak anak covid’ belum sampai tahap perang sesungguhnya melawan nenek atau kakek Covid-19 yang jauh lebih menakutkan. Artinya perang sesungguhnya justru baru dimulai, belum sampai puncak.”
Itulah warning yang dilontarkan seorang H Aminullah Usman SE,Ak MM, Wali Kota Banda Aceh, Senin (27/04/2020) kemarin dalam bincang lepas dengan acehherald.com.
Dengan kata lain, pertempuran yang dilakoni semua pihak saat ini, terutama tenaga kesehatan di front line, baru sebatas katagori menghadapi ‘anak anak’ covid-19. Dan bukan tak mungkin akan ada pertempuran yang jauh lebih besar.
Statement orang nomor satu di Pemko Banda Aceh itu sebenarnya hanya ingin memberi warning kepada kita bahwa potensi Outbreak (ledakan) kasus Covid-19 di Aceh, masih terbuka. Bahkan sangat terbuka, seandai nya semua pihak di Aceh tidak waspada, apalagi bersikap cuek terhadap kemungkinan jangkitan covid-19 yang sejauh ini belum adapenawarnya.
Potensi outbreak itu dikaitkan dengan bakal mengalirnya warga pendatang terutama para perantau yang mudik ke Aceh, terutama dalam kaitan menyambut lebaran. Padahal pemerintah telah mengeluarkan larangan untuk mudik. Arus mudik memang telah ditahan di beberapa titik masuk ke Aceh, namun tetap saja ada yang lolos dengan segala alasan serta tipu daya.
Belum lagi mereka yang masuk melalui jalur tikus di sepanjang bibir pantai Aceh. Mereka ini semuanya bermuasal dari daerah atau kawasan yang terpapar covid-19, terutama dari Malaysia. Selain itu bila melalui jalur darat, dipastikan mereka melewati Sumut yang sudah masuk daftar kawasan transmisi covid atau corona virus.
Sikap ngeyel itu akan makin berbuntut buruk ketika para pendatang dari kawasan transmisi covid tersebut, secara terang terangan bersosialisasi, atas nama kerinduan terhadap kerabat dan kolega di kampung. Dengan mengacuhkan kriteria untuk isolasi selama 14 hari, karena beralasan sehat dan kadang cukup mandi saja, lalu petentengan di seputaran kediaman.
Padahal, orang orang pendatang inilah yang menjadi sumber malapetaka bagi kemungkiran masivnya covid-19 atau outbreak. Sebagai catatan, semua orang yang dinyatakan positif covid-19 di Aceh berawal dari kepulangan dari luar Aceh. Baik itu dari Malaysia, Medan serta pulau Jawa. Ketiga daerah itulah yang menjadi kantong perantau asal Aceh, sementara ketiga kawasan itu sudah terkapling merah sebagai kawasan terpapar covid-19.
Kasus dua orang mahasiswa Malaysia yang pulang dari Aceh dan dinyatakan positif covid-19 setiba di Malaysia, dipastikan bukan bermuasal dari Banda Aceh, karena semua rekannya satu penginapan di Aceh dinyatakan negative. Justru petaka corona itu mereka dapatkan saat transit di Bandara Kuala Namu, Sumut, selama tiga jam.
Kini seiring makin mendekatnya hari H Idul Fitri, kita semua warga di Aceh diminta untuk ekstra waspada. Terutama terhadap saudara atau kerabat yang bandel untuk tetap mudik, dengan dalih kangen atau rindu. Padahal bersama rasa kangen itu, tanpa mereka sadari ikut menumpang prahara mematikan yang bernama Covid-19. Karena dengan hanya butuh satu orang carrier, dengan cepat bak cara amuba, covid-19 itu berkembang mengepung kita.
Rasa khawatir itu bukan tak berdasar, sebuah rilis dari Jubir Satgas Penanganan Covid Aceh, Saifullah Abdulgani (SAG) malam ini mengungkapkan, jumlah Orang dalam Pemantauan (ODP) bertambah setiap hari di Aceh. Jumlah ODP saat ini sebanyak 1.832 orang. Ada penambahan ODP sebanyak 55 orang dibandingkan data sehari sebelumnya yang jumlahnya masih 1.777 orang.
Hal tersebut disampaikan SAG, mengutip data Covid-19 Aceh per tanggal, 27 April 2020, pukul 15.00 WIB. Artinya, jumlah ODP terus bertambah, dan ini berkaitan dengan kucing kucingan soal mudik. Jika masih terdata dalam ODP, tentu kepulangan yang terpantau. Justru yang ditakutkan, mereka pulang secara sembunyi sembunyi. Dan potensi outbreak itu pun bak fenomena gunung es. Karenanya, waspadalaaah. Perang yang lebih besar bisa jadi masih menanti di depan sana. Mengutip ucapan Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, ingaat!!! Perang masih sebatas anak covid-19.
Penulis : Nurdinsyam