Oleh : Saifuddin Bantasyam
Pemerhati Masalah Hukum, Sosial dan Politik dari Universitas Syiah Kuala
MUZAKIR Manaf (Mualem) yang Sabtu (26/02/2023) hari ini, terpilih kembali sebagai Ketua DPP Partai Aceh (PA) untuk ketiga kalinya atau periode 2023-2028, akan dihadapkan kepada tugas berat dan menantang dalam Pemilu 2024. Tugas tersebut adalah bagaimana meraih kembali suara yang hilang pada dua kali kali Pemilu terakhir, setelah pada pertama kali mengikuti Pemilu di tahun 2009 tampil perkasa di tataran kursi legislatif, mulai dari level propjnsi hingga kabupaten/kota.
Sejarah mencatat, terlahir melalui embrio UUPA Nomor 11 tahun 2006, Partai Aceh langsung hadir pada Pemilu perdananya di tahun 2009. Hegemoni PA di blantika Parlemen Aceh juga langsung tampak. Bagaimana tidak, selaku pendatang baru atau new comer, Partai mantan combatan itu meraup 33 kursi (dari 65 kursi DPRA atau 47.8%). Nasib mulai tak berpihak, ketika turun menjadi 29 kursi (35.8%) pada 2014, dan kembali merosot menjadi hanya 18 kursi (22.2%) pada pemilu 2019.
Penurunan dari Pemilu 2014 ke 2019 sangat signifikan. Total dalam dua kali Pemilu, PA kehilangan 15 kursi. Jika ditotal dengan jumlah suara sah kursi DPR Aceh, Hegemoni Partai Aceh di DPR Aceh berkurang sekitar 300.000 suara. Satu fenomena yang terhitung mengkhawatirkan untuk kelestarian trend penguasaan kursi di parlemen. Dalam kaitan fenomena perolehan kursi ala decreasing return dalam grafik linear itulah, Mualem yang kembali memimpin bahtera Partai Aceh akan berhadapan dengan tugas berat, seandainya ia diberi amanah oleh Mubes III PA untuk merebut kembali seluruh suara yang hilang tersebut atau bahkan melebihi dari yang pernah ada.
Jujur saja, dipilihnya kembali Mualem oleh peserta Mubes III PA adalah karena alasan pragmatis-strategis. Tak ada sosok lain yang popularitasnya melebihi Mualem. Dia juga memiliki loyalis yang tak terbantahkan, karena dulu merupakan Panglima GAM, di samping juga punya network yang kuat dalam kaitan mencari dukungan finansial untuk partai.
Namun harus diingat, PA akan bermasalah jika hanya mengandalkan sosok Mualem. Fenomena dua kali Pemilu terakhir, sudah cukup untuk jadi bukti, jika Mualem dituntut untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan konprehensiv untuk menyambut Pemilu 2024.
Evaluasi itu antara lain terkait dengan kinerja mesin partai di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Evaluasi juga perlu diarahkan kepada mekanisme penentuan para calon anggota legislatif yang digunakan pada Pemilu 2014 dan 2019. Mungkin ada yang harus diubah. Caleg yang ditetapkan harus populer, punya kualitas, dengan elektabilitas atau daya votter yang tinggi. Tak bisa lagi pada konsideran jatah atau giliran. Karena pemilih kini juga makin cerdas dalam menentukan fjgur figur yang akan diberi amanah.
Ke depan, di samping tetap harus memelihara komunikasi dengan loyalis, PA juga harus mampu merebut suara dari pemilih partai lain. Tak kalah pentingnya adalah meraih dukungan dari kaum milenial. Selain itu, isu-isu yang harus ‘diangkat’ oleh PA juga harus diperbaharui, harus merespons situasi kekinian Aceh dan masalah-masalah penting yang dihadapi masyarakat, Sehingga rakyat makin tahu jika PA kini telah bertransformasi ke arah yang lebih membumi di hati rakyat Aceh.