AII dan LBH Aceh Kecam Perobohan Rumah Geudong Jelang Jokowi Datang

JAKARTA | ACEHHERALD.COM — Sisa bangunan Rumah Geudong di Kabupaten Pidie, Aceh yang merupakan tempat pelanggaran HAM berat saat masa daerah operasi militer kini telah rata dengan tanah menjelang kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pekan depan. Jokowi sejatinya dijadwalkan datang ke Pidie pada 27 Juni mendatang untuk Kick Off pelaksanaan rekomendasi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD.COM — Sisa bangunan Rumah Geudong di Kabupaten Pidie, Aceh yang merupakan tempat pelanggaran HAM berat saat masa daerah operasi militer kini telah rata dengan tanah menjelang kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pekan depan.

Jokowi sejatinya dijadwalkan datang ke Pidie pada 27 Juni mendatang untuk Kick Off pelaksanaan rekomendasi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM yang Berat (PKPHAM). Berdasarkan informasi yang dihimpun, pembongkaran Rumah Geudong itu sudah dilakukan sejak Selasa (20/6).

Pembongkaran Rumah Geudong itu mendapatkan penentangan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil hingga Komite Peralihan Aceh (KPA).

Organisasi Amnesty International Indonesia (AII) juga menyesali langkah pemerintah meratakan bangunan yang menjadi lokasi pelanggaran HAM berat di Pidie tersebut.

“Kami menyesalkan tindakan penghancuran sisa bangunan Rumah Geudong. Bangunan itu merupakan sebuah situs sejarah penting sekaligus bukti pernah adanya kejahatan sangat serius di Kabupaten Pidie, Aceh,” kata Direktur Eksekutif AII Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Kamis (22/6).

“Penghancuran bangunan penting ini menimbulkan pertanyaan terkait keseriusan negara dalam upaya menuliskan ulang sejarah Indonesia dan upaya lain berupa memorialisasi pelanggaran HAM berat di Aceh,” imbuhnya.

Rumah Geudong adalah bekas Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) di Sektor A, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie yang pada masa darurat militer digunakan sebagai tempat penyiksaan dan pembunuhan warga.

Kejahatan oleh aparat itu menjadi salah satu yang diingat rakyat Aceh sejak pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) kurun waktu 1989-1998.

Peristiwa Rumah Geudong itu menjadi salah satu dari 12 pelanggaran HAM berat yang diakui negara melalui Presiden Jokowi pada Januari tahun ini.

“Pembongkaran yang terjadi menjelang kunjungan Presiden Joko Widodo ke Aceh pada 27 Juni mendatang menimbulkan pertanyaan serius terhadap komitmen negara dalam menangani pelanggaran HAM,” kata Usman Hamid.

Baca Juga:  Aceh Juara Nasional Duta Wisata 2021, Kadisbudpar; Kita Bangga! Akkral dan Salwa

Senada, YLBHI dan LBH Banda Aceh pun menelurkan pernyataan sikap mengecam pembongkaran Rumah Geudong oleh pemerintah. YLBHI-Banda Aceh menilai itu menjadi indikasi pemerintah masih memberi impunitas kepada pelaku pelanggaran HAM berat di Aceh.

YLBHI-LBH Banda Aceh menilai pemerintah secara terang benderang telah menghancurkan, merusak dan menghilangkan situs penting yang semestinya bisa menjadi barang bukti untuk kebutuhan yudisial, dalam hal ini pengadilan HAM.

“Upaya penghancuran sisa fisik bangunan yang sedang berlangsung di Rumah Geudong adalah upaya negara untuk menghilangkan barang bukti fisik pelanggaran HAM Berat yang pernah terjadi di lokasi tersebut dan ini, salah satu sikap sistematis dan terencana negara dalam memberikan impunitas kepada pelaku pelanggaran HAM Berat,” demikian keterangan resmi dari Direktur LBH Banda Aceh Syahrul, Kamis.

Terkait pembongkaran tersebut, YLBHI-LBH Banda Aceh menilai Presiden Jokowi telah melakukan upaya mengaburkan eksistensi Komnas HAM, memberi impunitas terhadap pelaku, dan menjebak korban atas nama pemulihan.

“Pemulihan korban mestinya dilakukan oleh negara tanpa harus menggunakan embel-embel “penyelesaian kasus” segala, karena bisa berimbas pada terjadinya preseden buruk dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,” demikian katanya.

“Seolah-olah negara bebas melakukan pelanggaran HAM warga negaranya, setelah itu tinggal bayar,” imbuhnya.

Proyek masjid yang dibiayai APBN

Pemkab Pidie pun buka suara soal pembongkaran rumah yang menjadi saksi bisu pelanggaran HAM berat oleh aparat saat masa daerah operasi militer di Aceh. Kabag Prokopim Setdakab Pidie, Teuku Iqbal mengatakan area itu akan dibangun masjid dengan menggunakan APBN.

“Insyaallah dibangun Masjid. Pembangunan menggunakan APBN. Semoga lancar semua,” kata Iqbal, Jumat (23/6) seperti dikutip dari detik.com.

Dia menyebutkan, Pemkab Pidie telah melakukan pembebasan lahan di lokasi Rumoh Geudong. Menurutnya, pembangunan masjid untuk menghapus luka lama.

Baca Juga:  Kader PKS Putihkan Apel Siaga di Stadion Madya GBK, Anies Hadir

“Ini juga untuk menghapus semua luka lama, membangun masa depan untuk lebih baik lagi,” jelasnya.

Juru Bicara KPA Azhari Cage mempertanyakan pembongkaran Rumah Geudong dengan dalih untuk dibangun masjid. Pasalnya, kata dia, di daerah itu saja sudah ada dua masjid sehingga dinilai cukup.

“Kami KPA menolak dengan tegas pengalih fungsi situs sejarah Rumah Geudong di Pidie karena apapun ceritanya itu merupakan bukti sejarah waktu masa konflik dulu,” kata Azhari kepada CNNIndonesia.com, Kamis.

KPA yang merupakan wadah tempat bernaungnya mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pascaperdamaian keberatan Rumah Geudong dibongkar pemerintah.

Sebelum bangunan tersebut dirobohkan, KPA sudah menyurati Presiden Jokowi agar situs bangunan tersebut tidak dimusnahkan dengan alasan pembangunan masjid. Justru mereka meminta agar bangunan itu dibuat museum atau sekolah.

“Kita bukan menolak pembangunan masjid tapi dalam permukiman itu sudah ada mesjid. Nanti kalau dipaksakan malah jemaahnya tidak cukup, kalau memang mau dibangun mesjid kenapa harus dipaksakan di situ?” katanya.

Sumber: CNNIndonesia.com

Berita Terkini

Haba Nanggroe