AG Ditetapkan Jadi Pelaku di Kasus Mario Dandy, Bagaimana Penahanannya?

JAKARTA | ACEHHERALD – Perempuan berinisial AG (15) resmi ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak dalam kasus Mario Dandy Satriyo (20) menganiaya David (17). Namun, sejauh ini polisi belum menjelaskan apakah AG ditahan atau tidak di kasus itu. Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam jumpa pers di Mapolda … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

JAKARTA | ACEHHERALD – Perempuan berinisial AG (15) resmi ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak dalam kasus Mario Dandy Satriyo (20) menganiaya David (17). Namun, sejauh ini polisi belum menjelaskan apakah AG ditahan atau tidak di kasus itu.

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/3/2023), hanya mengatakan pihaknya menaati perintah Undang-Undang Sistem Peradilan Anak dalam penanganan terhadap anak sebagai pelaku.

“Ada aturan secara formil yang memang harus kami taati yaitu amanat dari undang-undang sistem peradilan anak. Kalau kami tidak melaksanakan kami salah,” kata Hengki.

Pada kesempatan yang sama, Ahli Pidana Anak dari Kementerian PPA, Ahmad Sofian, menjelaskan soal penanganan khusus terhadap anak sebagai pelaku. Pertama yakni dilihat ancaman pidanannya. Jika kurang dari 7 tahun diupayakan musyawarah.

“Pertama dilihat ancaman pidananya, apakah ancaman pidananya kurang dari 7 tahun atau tidak. Kalau kurang 7 tahun wajib diversi atau restorative justice. Apa itu? Ada pertemuan antara keluarga pelaku anak dengan keluarga korban untuk mencari musyawarah mufakat atau tidak,” kata Sofian.

Jika keluarga korban memaafkan, sambung Sofian, maka pelaku anak akan dikembalikan ke orang tua atau lembaga sosial. “Jika saling memaafkan, status anak tersebut akan kemudian dialihkan ke sistem peradilan pidana dengan anak dikembalikan ke orangtua atau lembaga sosial,” kata dia.

Akan tetapi, apabila ancaman hukumannya di atas 7 tahun, kata Sofian, maka bisa dilakukan restorative justice atau melanjutkan perkara.

“Tapi kalau ancaman pidana lebih dari 7 tahun, boleh dilakukan diversi restorative justice dan tidak. Kalau keluarga korban pengen restorative justice, maka akan difasilitasi oleh Polda Metro Jaya,” kata dia.

Baca Juga:  Firli Bahuri Tinggalkan Bareskrim Usai 10 Jam Diperiksa di Kasus SYL

“Apakah terjadi kesepakatan atau tidak. Kalau terjadi kesepakatan maka perkara dihentikan. Jika tidak terjadi kesepakatan maka statusnya ditetapkan ke proses selanjutnya,” tambahnya.

Saran KemenPPA

Sofian menegaskan penahanan pada anak sebaiknya dihindari. Sofian kemudian menjelaskan subjektifitas penahanan polisi dengan 3 alasan yakni: pelaku berpotensi melarikan diri, mengulangi perbuatannya kembali dan merusak barang bukti.

“Untuk penahanan, untuk anak dihindari bahkan sebaiknya tidak dilakukan. Kalau dilakukan, ada 3 alasan objektif. Pertama melarikan diri, diduga melakukan tindak pidana lagi kemudian merusak barang bukti,” kata dia.

Syarat penahanan itu berlaku untuk orang dewasa. Pada kasus di mana pelaku anak yang berkonflik dengan hukum, penahanan terhadap anak harus mengacu pada undang-undang sistem peradilan anak dengan tetap mengedepankan pemenuhan terhadap hak-hak anak.

“Kemudian anak punya kekhususan, anak punya hak pendidikan untuk difasilitasi oleh negara. Perlindungan dari hak dia yang baik. Kecuali alasan yang kuat dilakukan, jadi UU perlindungan anak secara yuridis menghindari penahanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Beda dengan orang dewasa,” kata dia.

“Orang dewasa kalau ancaman 5 tahun bisa ditahan, kalau anak, ini ancamannya 12 tahun nggak wajib. Bahkan kesalahan jika penyidik bisa melakukan penahanan jika tidak ada alasan objektif yang terpenuhi pada diri anak,” jelasnya.

Status AG Jadi Pelaku

Status perempuan AG diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sebelumnya, dia disebut sebagai anak yang berhadapan dengan hukum atau saksi tetapi kini meningkat statusnya sebagai anak yang berkonflik dengan hukum yang merupakan istilah bagi anak-anak yang melakukan tindak pidana atau pelaku atau tersangka anak.

“Kemudian kedua ada perubahan status dari AG yang awalnya anak berhadapan dengan hukum, berubah statusnya atau meningkat statusnya jadi anak yang berkonflik dengan hukum atau kata lain berubah menjadi pelaku atau anak. Jadi anak di bawah umur ini tidak boleh disebut tersangka,” kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Baca Juga:  Terjadi Penembakan di Kantor MUI, Pelaku Meninggal Setelah Diamankan

Sumber: detiknews

Berita Terkini

Haba Nanggroe