ACSTF dan DPR Aceh Launching Lima Buku Kronik Damai Aceh

BANDA ACEH I ACEH HERALD ACHEHNESE Civil Society Task Force (ACSTF) bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), melaunching dan membedah lima buku Kronik Damai Aceh, di ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRA, Kamis (19/8/2021). Launching 5 Buku Kronik Damai Aceh yang dibuka oleh Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin ini, dilaksanakan dalam rangka memperingati 16 … Read more

Iklan Baris

Lensa Warga

Achehnese Civil Society Task Force (ACSTF) bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), melaunching dan bedah 5 buku Kronik Damai Aceh, di ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRA, Kamis (19/8/2021). Foto IST

BANDA ACEH I ACEH HERALD

ACHEHNESE Civil Society Task Force (ACSTF) bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), melaunching dan membedah lima  buku Kronik Damai Aceh, di ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRA, Kamis (19/8/2021).

Launching 5 Buku Kronik Damai Aceh yang dibuka oleh Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin ini, dilaksanakan dalam rangka memperingati 16 tahun MoU Helsinki dan 76 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

Acara yang dipandu oleh Otto Syamsuddin Ishak selaku penyunting buku, Dahlan Jamaluddin juga ikut didampingi Wakil Ketua II DPRA Hendra Budian dan Juanda Djamal selaku Sekretaris Jenderal ACSTF.

Menurut Dahlan Jamaluddin, hadirnya 5 buku kronik ini adalah sebuah rekam jejak 16 tahun perdamaian Aceh mulai dari prosesnya sampai pasca damai Aceh. Dalam buku ini juga menceritakan banyak peristiwa dan catatan penting setiap detail proses yang dilupakan dan masih terus berjalan oleh berbagai pihak dan stakholder yang terlibat. Yaitu sejak penandatangan MoU Helsinki, Aceh belum mampu menjadi platform bersama untuk menjadikan ke Indonesiaan.

Saat ini Aceh baru mampu keluar dari situasi konflik ke damai, yang diatur dalam butir-butir MoU Helsinki, hasil riset menunjukkan bahwa, penyelenggaraan Pemerintah di Aceh dinilai belum punya semangat merawat damai keberlanjutan.

Termasuk belum adanya ketegasan penjelasan kewenangan dalam praktik penyelenggaraan Pemerintah di Aceh dan pusat. Seperti dalam produk kebijakan di sektor ekonomi sosial dan penyelesaian-penyelesaian masa lalu (korban konflik) yang dihasilkan tidak berpedoman pada butir-butir MoU Helsinki dan payung hukum UU Pemerintahan Aceh.

Sementara menurut Wakil Ketua II DPR Aceh, Hendra Budian, 5 buku Kronik Damai Aceh ini adalah awal penyampaian informasi yang berhasil direkam dan dikumpulkan dalam sejarah konflik hingga damai Aceh untuk keberlanjutan perdamaian di Aceh.  “Harapannya bedah buku ini dapat menjadi “vitamin” terhadap kerja-kerja penguatan kembali UU-Pemerintah Aceh yang bersifat taktis dan strategis untuk menjadikan UUPA lebih baik dan lebih menguntungkan bagi Aceh ke depan,” harap Hendra Budian.

Baca Juga:  Eks GAM Denmark Minta KPK Tangkap Mafia Koruptor di Aceh

Katanya, Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) adalah undang-undang yang proses kelahirannya melibatkan partisipasi publik yang sangat besar tingkat lokal, nasional dan Internasional tergabung dalam JDA (Jaringan Demokrasi Aceh) saat itu.

Dalam 5 buku kronik ini, ada beberapa isu strategis yang menarik bisa kita kaji kembali secara akademik dengan stakeholder lainnya di Aceh, seperti ekonomi, sosial dan situasi keamanan, walaupun adanya situasi politik yang tarik menarik menjelang Pilkada 2006 hingga pemilu 2009.

“Momentum pembangunan perdamaian (peace-building) dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang beragam disiplin ilmu, agar mampu mengelola semua potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia dalam Bumi Aceh dan dipergunakan sepenuhnya bagi kemandirian dan kemakmuran rakyat Aceh,” ujar Sekjen ACSTF Juanda Djamal.

Launching dan bedah buku ini juga dihadiri Nasir Djamil, Anggota DPR-RI. Katanya, kondisi saat ini pusat dalam mengeluarkan sebuah kebijakan jarang melihat klausul-klausul UU Pemerintahan Aceh, sehingga perlu konsolidasi CSO Aceh melakukan roadshow sosialisasi UUPA, dan UUPA sudah masuk ke dalam Prolegnas (program legislasi nasional) 5 (lima) tahun ini.

Bedah buku ini, juga turut menghadirkan Teuku Kamaruzzaman, Afrizal Tjoetra (Wakil Dekan Fisip UTU), Tgk Akmal Abzal (Komisioner KIP Aceh), serta undangan lainnya.

PENULIS : FERIZAL HASAN/REL

Berita Terkini

Haba Nanggroe