BANDA ACEH I ACEH HERALD – Sebuah pernyataan terbuka diungkapkan Afrul Wahyuni, Deputi Dukungan Bisnis Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Senin (22/08/2022) kemarin. Dikatakan, untuk bagi hasil Blok Andaman I dan II yang diklaim sebagai giant discovery (temuan cadangan migas terbesar di dunia), tetap menganut pada pola 70 : 30 antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.
Hal itu akibat lokasi blok Andaman berada di luar area 0-12 mil laut, tepatnya sudah mencapai 140 kilometer dari bibir pantai. Dan ini sudah masuk area 12-200 mil lepas pantai. Dengan keberadaan itu, maka pengelolaan operasionalnya dan pola keuntungannya tetap dominan Pemerintah Pusat. “Hanya saja pelaksana lapangan, ditunjuk secara bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh selaku pemilik wilayah kewenangan (wilayah kewenangan Aceh),” kata Afrul dalam kegiatan Diskusi Publik yang dihelat Forum Junalis Aceh (FJA) dengan tajuk ‘Kedaulatan Migas dan Menakar Kepentingan Aceh di Blok Andaman’.
Diskusi terbuka yang diikuti unsur media umum dan pers kampus itu berlangsung di Pendopo Park, Banda Aceh. Selain Afrull Wahyuni, pemateri juga dari Medco EP Malaka, serta Muhammad Saleh selaku Ketua FJA. Sementara kegiatan tersebut dimoderatori oleh Ahmad Mirza Safwandy yang juga Sekjen FJA.
Menurut Afrul, besaran penerimaan Aceh dari dana migas sejauh ini masih setimpal dengan jumlah produksi yang terus menurun. Bahkan penerimaan itu masih melampau dari target. Tahun 2021 dari target 11,86 juta dolar, jumlah yang diterima malah 22,46 juta dolar atau 189 persen dari target.

Menyangkut dalam bentuk apa diterima dan berapa nilai fix yang diterima Pemerintah Aceh, Afrul menyarankan ditanya langsung ke Pemerintah Aceh. Intinya, Afrul menilai, sejauh ini penerimaan itu masih dalam koridor wort it.
Dana bagi hasil (DBH) Migas itu disalurkan secara triwulan oleh Kementerian Keuangan, berdasarkan hasil penerimaan yang telah dikurangi dengan pajak serta faktor pengurang lainnya yang sesuai dengan regulasi yang ada.
BPMA mempunyai tugas melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Seperti diungkapkan oleh pemateri dari Medco EP Malaka, Timpan-1 merupakan usulan sumur laut dalam > 1.200 m berada di lepas pantai sejauh ~140 km dari kota Lhokseumawe. Hal yang sama juga sumur Rencong yang posisinya juga di luar area 12 mill lepas pantai.
Blok Andaman 2 dan 3 itu sejauh ini masih proses eksplorasi yang diperkirakan berlangsung hingga enam tahun atau berakhir di tahun 2023.2024. Khusus Andaman 3 kini sedang dilakukan ksplorasi oleh Repsol setelah mengakuisisi Talisman. Repsol memiliki lisensi sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk jangka 30 tahun.
Selain biaya yang dianggap lebih tinggi karena bersifat offshore di laut dalam, blok Andaman dinilai memiliki beragam peluang, antara lain, membuka paradigma baru tentang reservoir yang belum pernah diproduksikan pada wilayah existing, tidak ada pembebasan lahan untuk fase pengembangan lapangan atau fase selanjutnya, potensi aksesluas ke pasar gas untuk industri di dalam dan luar negeri, data yang dihasilkan lebih “clean” sehingga sangat representative pada kondisi bawah permukaan karena minimum kegiatan permukaan.